Mongabay.co.id

Lumba-lumba Itu akan Diolah jadi Daging Asap

Lumba-lumba mati yang akan jadi daging asap diamankan polisi. Pembeli dan nelayan (penjual) jadi tersangka. Foto: Sahabat Alam Indonesia

 

 

 

 

 

Sembilan lumba-lumba mati tersimpan dalam ruang pendingin di gudang milik Febri di Kecamatan Kalidawir, Tulungagung, Jawa Timur. Lumba-lumba ini akan diolah jadi daging asap. Polisi mengendus aksi ini berkat laporan dari masyarakat. Febri, berserta sembilan lumba-lumba diamankan pada 21 Maret lalu. Dari keterangan Febri, polisi mengamankan seorang nelayan, Sun.

“Polisi mendapat informasi dari seseorang jika FDS menyimpan lumba lumba moncong panjang,” kata Ajun Komisaris Anita Kurdi, Juru bicara Polres Tulungagung, melalui pesan WhatsApp, Jumat (27/3/20).

Satuan reserse dan kriminal Polsek Kalidawir menyelidiki laporan dan mengungkap sembilan lumba-lumba hidung botol dengan berat sekitar 30-45 kilogram disimpan di gudang milik Febri. “Ditemukan keadaan mati, sembilan ekor,” katanya.

Febri mengaku membeli lumba-lumba dari nelayan Sun Rp5.000 perkg. Daging lumba lumba mau dia olah jadi daging asap, dan jual Rp6.000 perkg.

“Motifnya ekonomi, untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dengan mendapat keuntungan jual beli lumba lumba,” katanya.

Kini, keduanya jadi tersangka dan ditahan di Polres Tulungagung. Mereka terjerat UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosisremnya.

Amank Raga, Koordinator Marine Mammals and Habitat Jakarta Animal Aid Network (JAAN), beberapa tahun ini mengamati perilaku nelayan memperjualbelikan lumba lumba di pesisir selatan Jatim.

 

Lumba-lumba di peraitan Jawa Timur. Foto: Sahabat Alam Indonesia

 

Perdagangan lumba lumba di pesisir Jatim, katanya, marak sejak lama. Selama ini, katanya, lumba lumba untuk memasok keperluan pasar demostik, skala perdagangan tak besar.

Menurut dia, pesisir selatan  Jatim, merupakan habitat beragam jenis lumba-lumba. Mamalia laut ini tersebar di sepanjang pesisir Malang hingga Tulungagung. “Lumba-lumba ini residen, bukan migrasi,” kata Amank.

Bagi nelayan, katanya, lumba-lumba bukan tangkapan utama. Sering kali, lumba-lumba tak sengaja tersangkut dalam jaring (bycatch). Setelah ada pembeli, nelayan menjualnya. “Setelah ada nilai ekonomis, nelayan memiliki opsi memburu,” katanya.

Selain itu, ada juga mitos yang menyelimuti bagian tubuh lumba-lumba seperti kulit, gigi dan tulang sebagai obat yang berkhasiat buat kesehatan dan lain-lain. Sehingga menimbulkan efek luas, banyak nelayan yang turut memburu di laut.

Selain itu, juga ada permintaan daging lumba-lumba untuk campuran ikan pari. Ada juga yang menampung bagian tubuh lumba-lumba, hiu dan paus untuk kosmetik.

Amank memprediksi, ada jaringan yang memperdagangakan dan aparat perlu membongkar sampai tuntas.

 

Lumba-lumba itu bantu nelayan

Dia bilang, nelayan terbantu dengan kehadiran lumba-lumba. Lumba lumba jadi pemandu atau kompas. Kalau ada lumba-lumba berkumpul, lokasi itu kaya beragam ikan seperti tongkol, cakalang dan tuna.

Di sejumlah daerah, ada kearifan lokal dan mitos yang melindungi lumba-lumba, seperti di Pantai Lovina, Singaraja, Bali, masyarakat turun temurun mempercayai lumba-lumba merupakan penjelmaan leluhur hingga harus dihormari. Kalau mereka temukan mati terdampar akan ada upacara adat. “Seperi manusia, ada upacara ngaben,” katanya.

 

Lumba-lumba, dulu banyak bermain dan melintasi laut dekat PLTU Celukan Bawang. Kini, sudah sulit temui mereka di sana. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Perdagangan dan perburuan lumba-lumba, katanya, merupakan kerugian terbesar. Lantaran secara ekologi, lumba-lumba memiliki peranan penting, seperti jadi penanda musim, kompas bagi nelayan, parameter bencana alam macam gempa dan aktivitas vulkanik gunung api di bawah laut.

Kotoran lumba-lumba, katanya, juga jadi pupuk terbaik koral atau terumbu karang. Secara ekonomis, juga bisa dijual untuk atraksi wisata alam mengamati lumba-lumba di laut bebas.

Untuk itu, katanya, semua pihak berperan menekan kejahatan ekologi termasuk perburuan lumba-lumba. “Semoga kasus di Tulungagung memberi efek jera. Berhenti, jangan ada perburuan dan perdagangan lumba-lumba.”

Lumba-lumba berdasarkan Lembaga Konservasi Dunia, International Union for Conservation of Nature (IUCN), Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau Konvensi Perdagangan Internasional Satwa dan Tumbuhan Langka masuk Apendiks II. Artinya, bisa diperdagangkan secara internasional namum dengan pengaturan ketat.

 

Habitat lumba-lumba

Andik Saifudin, Ketua Sahabat Alam Indonesia, mengatakan, lumba lumba banyak ditemukan di pesisir selatan Malang. Sepanjang waktu, katanya, bisa ada lumba-lumba berkejaran di lautan lepas. “Kalau cuaca bagus, bisa dilihat siang, sore dan malam. Bisa dilihat setiap hari,” katanya.

Beragam jenis lumba-lumba antara lain, paruh panjang (Stenella longirostris, kepala melon (Peponocephala electra), hidung botol (Tursiops aduncus ). Lumba-lumba berenang berkoloni, setiap kelompok antara 10-20. Saat musim tongkol, katanya, lumba-lumba bakal muncul dan berkejar-kejaran.

Lumba-lumba, merupakan spesies migrasi, hampir ditemukan di seluruh perairan di dunia, termasuk hampir seluruh perairan Indonesia. Wilayah migrasi biota laut ini dari Samudera Pasifik dan Samudra Hindia melalui Selat Sunda sampai Paparan Sahul. Populasi lumba-lumba di perairan Indonesia sampai saat ini belum diketahui pasti.

Perburuan lumba-lumba terjadi sejak lama, namun tak terdeteksi karena sembunyi-sembunyi. Hasil investigasi Sahabat Alam Indonesia memperlihatkan. dalam satu jam terjadi penangkapan 7- 10 lumba-lumba.

Daging lumba-lumba dijual dalam bentuk fillet, dan daging asap, perkilogram Rp5.000. Sebagian diolah jadi abon. Setelah diolah konsumen tak bisa membedakan daging lumba-lumba atau pari maupun jenis lain. Sedangkan kulit atau lemak Rp50.000. Penadah, katanya, langsung mendatangi para nelayan.

Untuk itu, katanya, perlu edukasi dan sosialisasi kepada para nelayan agar tak memburu dan memperjualbelikan lumba-lumba.

Selama ini, banyak nelayan tak tahu kalau lumba-lumba kategori dilindungi dan langka.

“Tak adil, jika penegakan hukum dilakukan tetapi nelayan tak tahu dan tak pernah mendapat sosialisasi,” katanya. Sosialisasi bisa bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan, termasuk melibatkan komunitas, kelompok masyarakat dan organisasi masyarakat sipil.

“Saling bantu, bersama-sama.”

 

Keterangan foto utama: Lumba-lumba mati yang akan jadi daging asap diamankan polisi. Pembeli dan nelayan (penjual) jadi tersangka. Foto: Sahabat Alam Indonesia

 

 

Exit mobile version