Mongabay.co.id

Nikmati Hasil Aren dari Hutan Halmahera

Tumbuhan enau atau aren yang dirawat Fadli, di sekitar kebun dan hutan kampungnya. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Hari masih gelap, ketika Fadli Hafel sudah keluar dari rumah menuju hutan desa di Kampung Samo, Gane Barat Utara, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Pada subuh akhir Februari lalu itu, dari rumah, pria 34 tahun ini berjalan sekitar tiga kilometer untuk mengambil air nira dari tanaman aren.

Air nira ditadah dengan ruas bambu sekitar satu meter, bergelantung di tandan buah aren yang sudah disayat. Fadli harus ke luar pagi buta kalau lewat waktu, maksimal pukul 09.00 pagi , air nira terasa asam dan tak bisa jadi gula.

”Kalau torang (kita, red) terlambat ambil maka hanya bisa jadi cuka, tidak bisa diolah jadi gula,” kata Fadli.

Pekerjaan mengolah nira aren ini juga tak mudah, harus memanjat pakai tangga dari bambu yang bersandar di batang enau sekitar enam sampai tujuh meter.

Setelah air nira terkumpul, dibawa ke penampungan di kebun itu, kemudian dia rebus di kuali besar sampai mengental. Bahan pengental alami dia pakai sejenis bunga same –sebutan warga lokal—dengan memasukkan ke air nira.

Gula aren yang sudah mengental, didinginkan dalam wadah dari tempurung kelapa dan dibiarkan mengeras. Setelah itu, dilepas dan dibungkus dengan daun woka muda (livistonia)). Gula aren pun siap dijual.

Gula aren, sudah jadi sumber kehidupan utama Fadli dan keluarga.   “Sehari bikin 40 gula aren, per buah Rp10.000,” katanya, ditemui di tempat pengolahan gula aren. Dari omzet penjualan sehari Rp400.000, dia bisa simpan sekitar Rp200.000.

Fadli dan keluarga sudah bikin gula aren selama 25 tahun. Fadli membuat gula aren bersama istri dan adik perempuannya.

 

Fadli memasak air nira untuk jadi gula aren. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Mereka bikin gula aren ini sudah turun menurun. Dari ayah Fadli, Hafel Hasyim. Seiring usia yang menua dan tak kuat lagi memanjat, Fadli mengambil alih usaha ini.

Aren tumbuh liar di hutan- hutan di Halmahera. Di desa berpenduduk 166 keluarga ini, hanya keluarga Fadli yang bikin gula aren. Mereka juga punya kebun kelapa, yang diolah jadi kopra serta tanam padi, singkong dan pisang.

Meski aren masih banyak di hutan, Fadli berpikir perlu ada regenerasi pohon aren dengan tetap menjaga tumbuhan di hutan.

Sejak beberapa tahun lalu dia mulai merawat ratusan bibit pohon aren yang tumbuh liar di hutan sekitar kampung. “Kita sudah mulai dengan merawat yang tak jauh dari kebun,” katanya. Bibit enau dia jaga dan rawat agar tumbuh subur.

Dia bilang, sebagian warga belum menyadari betapa pohon enau kaya manfaat. Tak jarang, kalau ada yang membuka kebun, tanaman enau pun jadi korban alias kena tebang. Padahal, tumbuhan ini potensial menambah pendapatan masyarakat.

“Warga yang buat kebun kalau di lahan ada aren pasti ditebang karena dianggap tak bermanfaat. Baru sebagian kecil warga paham. Tak hanya air nira.”

Perkumpulan Pakatifa, lembaga non profit yang mendampingi warga desa ini dalam program community forest, mencoba mendukung upaya warga lokal memanfaatkan hasil alam dan pengelolaan lahan hampir dua tahun ini.

 

Fadli menurunkan air nira. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Pakatifa berupaya membantu menemukan potensi ekonomi warga dari hutan, salah satu lewat tumbuhan aren ini.

Faisal Ratuela, Direktur Perkumpulan Pakatifa mengatakan, dalam mendampingi warga mereka mendorong pemanfaatan potensi alam dengan tetap menjaganya.

“Waktu kami masuk ke sini hanya satu warga mengolah air nira jadi gula. Ke depan, kita akan dorong diversifikasi produk tidak hanya gula aren,” katanya.

Apa yang dirintis Fadli dan keluarga, dengan menjaga dan merawat aren yang tumbuh liar di hutan, menunjukkan warga sudah berpikir tentang kelestarian. “Ini contoh baik, warga tidak hanya mengeksploitasi alam atau hutan, sudah berpikir melesatarikannya.”

Dia bilang, berbeda dengan korporasi atau pengusaha, ketika masuk ke suatu tempat akan membongkar hutan dan merusak sesuai keinginan tanpa mempertimbangkan dampak. “Bagi kami apa yang dilakukan warga ini bentuk menjaga alam tetap lestari. Meskipun kecil, mereka sudah ikut menjaga hutan.”

 

 

Keterangan foto utama: Tumbuhan enau atau aren yang dirawat Fadli, di sekitar kebun dan hutan kampungnya. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version