Mongabay.co.id

Petugas Setop Aksi Pemburu Si Darah Biru

Belangkas sitaan dari Deli Serdang. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Maret lalu, sekitar 416 belangkas (Tachypleus gigas) yang disembunyikan di bawah tumbuhan nipah di Dusun II, Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang, Sumatera Utara, berhasil terendus petugas. Tim Penyidik Subdit IV/Tipidter Direskrim Khusus Polda Sumut, mendatangi lokasi dan menyita ratusan belangkas ini.

Belangkas-belangkas ini ini disembunyikan di empat kotak fiber dalam keadaan hidup.

Berdasarkan indentifikasi ahli dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA Sumut), belangkas ini jenis dilindungi UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAE). Sayangnya, pelaku tak berhasil diamankan. Ada dugaan operasi kepolisian ini bocor.

AKBP Bagus Supratomo, Wakil Direktur Krimsus Polda Sumut, di Mapolda Sumut, mengatakan, penyitaan ini setelah ada informasi masyarakat di sekitar lokasi sering transaksi antar nelayan dan penampung ilegal.

“Barang bukti ratusan blangkas ini di rawa-rawa lebih kurang 30 meter di belakang rumah warga yang diketahui bernama Id dan Fi,” katanya. Untuk penyidikan lebih lanjut, barang bukti langsung dibawa ke Mapolda Sumut.

Lantas, bagaimana penanganan ratusan belangkas hidup ini? Bagus bilang, seluruh belangkas hidup diserahkan ke BBKSDA Sumut untuk lepas liar ke habitatnya di SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Langkat.

Timnya bersama petugas BBKSDA Sumut melepaskan 408 belangkas, enam untuk barang bukti, Dua lagi sudah mati dan dikubur.

 

 

Berburu darah biru

Dwi Hasto Nugroho, Counter Wildlife Trafficking Specialist mengatakan, di luar negeri belangkas banyak diambil darahnya yang berwarna biru. Darahnya, mengandung senyawa tembaga sebagai pengujian bakteri.

“Itupun di luar negeri, kalau untuk keperluan penelitian tidak dibunuh. Sampel hanya diambil sekian persen untuk penelitian. Intinya, kalau untuk medis tidak ada yang dimatikan.”

Dia bilang, salah satu pendorong penyelundupan, karena permintaan tinggi. Pembeli mengambil darah belangkas dan ada juga buat konsumsi.

“Menarik sebenarnya, pengiriman ribuan belangkas ke luar negeri itu dengan cara salah atau menyelundupkan.”

Meskipun belangkas satwa dilindungi, katanya, tetapi belum jadi banyak perhatian banyak orang untuk mendalaminya. Kondisi ini, jadi celah bagi pelaku untuk penyelundupan.

Jaringan pelaku ini mencari celah dari ketidaktahuan banyak orang bahkan meminta surat yang seolah-olah melegalkan aksi mereka.

Menurut Dwi, ada dua hal penyebab banyak kasus penyelundupan satwa, termasuk belangkas di Sumut. Pertama, kemampuan pendeteksian aparat di provinsi. Kedua, Sumatera Utara merupakan pintu keluar favorit penyelundupan satwa. “Jangankan dari Sumatera, dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur juga melalui Sumatera Utara.”

Sumut jadi tempat favorit, kata Dwi, karena ada jaringan sudah terbentuk memanfaatkan jalur Sumut sebagai pintu keluar. “Apakah itu memang jarak ke pasar atau negara transit lebih dekat atau memang jaringan sudah dikendalikan dari Sumut.”

 

Aparat memperlihatkan belangkas sitaan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Rahmadi menyakini ada pasar yang menginginkan satwa ini untuk kebutuhan medis, diambil darahnya. Ada juga beberapa untuk pengembangbiakan.

Cahyo menyatakan, dalam konteks hidup, belangkas biasa untuk diambil darahnya tetapi ada juga yang mengkonsumsi karena rasa mirip kelompok kepiting dan udang.

Dia bilang, saat ini di pusat penelitian biologi LIPI banyak fokus hewan teritorial dan perairan darat. Sejauh ini, mereka belum banyak mempelajari biota laut.

“Ini masalahnya cuma ketidakadaan ahli. Jadi di LIPI belum ada yang khusus mempelajari tentang belangkas ini, ” kata Cahyo.

 

Keterangan foto utama:  Belangkas sitaan dari Deli Serdang. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Belangkas besar sitaan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version