Mongabay.co.id

Begini Cara Desa di Lamongan Hadapi Penyebaran Pandemi COVID-19

 

Pencegahan dan penanganan pandemi COVID-19 menjadi tugas bersama. Tidak terkecuali juga para Relawan Desa Tanggap COVID-19, mereka juga berperan menjadi garda depan di wilayah desa seluruh Indonesia. Salah satunya seperti yang dilakukan warga di Desa Klagensrampat, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Pagi itu, suasana tidak seperti biasanya. Para pemuda terlihat sigap berjaga-jaga di pintu masuk desa seluas 1,71 kilometer persegi itu. Mereka memperketat warga setempat dan juga pengunjung keluar-masuk kampung.

Sebelum masuk, warga lokal dan juga pengunjung diwajibkan cuci tangan di tempat yang sudah disediakan, dan terlebih dahulu disemprot di dalam bilik disinfektan. Untuk warga yang baru datang dari perantauan diwajibkan untuk melapor di pos ronda.

baca : Cara Mereka Antisipasi Virus Corona agar Wilayah Tak Tertular

 

Warga Desa Klagensrampat, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Jatim, mencuci tangan setelah dari pasar ditengah mewabahnya pandemi COVID-19. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Sementara di pos penjagaan, mereka memasang spanduk yang berisi himbauan-himbauan. Selain itu, ada juga pamflet yang menunjukkan tata cara mencegah penyebaran Covid-19.

Salah satu kalimat yang mencolok yaitu “Buka 05:00 WIB-Tutup 22:00 WIB. Urip Disik, seng nurut ojo cangkem. Urusan liyane pikir keri” dalam bahasa Jawa, artinya hidup dulu, yang nurut jangan ngomong. Urusan lainnya dipikir belakang.

Suasana seperti ini sudah berjalan dua pekan seiring semakin mewabahnya pandemi COVID-19. “Untuk warga yang datang dari ladang tidak disemprot, mereka hanya disuruh cuci tangan. Mau alhamdulillah kalau tidak mau juga tidak apa-apa,” ujar Kokoh Budi Santoso (23), ketua Karang taruna setempat disela-sela menjaga pos, Jumat (03/04/2020).

Cara ini dilakukan untuk meminimalisir pergerakan warga supaya tidak keluar-masuk sembarangan. Apalagi di desa yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani ini banyak yang merantau.

baca juga : Hadapi Virus Corona, Cara Ini Dilakukan Masyarakat Palembang

 

Salah satu upaya yang dilakukan warga setempat yaitu memasang sepanduk di pos penjagaan pintu masuk. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dampak Sosial

Kepala Desa Klagensrampat, Suliono (49) menjelaskan ikhtiar yang dilakukan para pemuda itu untuk menjawab keresahan dan ketakutan warga. Menurutnya, dalam kondisi saat sangat wajar.

Namun dia mengingatkan jika terlalu berlebihan itu justru akan menurunkan daya tahan tubuh manusia. Efeknya akan lebih mudah terserang virus. Bahkan untuk berfikir saja tidak rasional dan tidak masuk akal, apa-apa jadi dicurigai.

Untuk itu, pihaknya berupaya meminimalisir keresahan yang dirasakan oleh warga dengan membuatkan bilik disinfektan di pintu masuk desa. Bilik ini dijaga pemuda setempat selama 24 jam dengan sistem upah. Ada tiga bilik yang mereka jaga.

“Alhamdulillah, masyarakat sini banyak yang mendukung. Bahkan selalu ada yang mengirim makanan dan minuman untuk penjaga supaya kerjanya benar-benar maksimal,” ujar pria yang sebelumnya menjabat Kepala Dusun ini.

menarik dibaca : Penggunaan Tepat, Disinfektan Alami Ampuh Tangkal Virus Corona

 

Warga melintas di depan spanduk bertuliskan himbauan ditengah mewabahnya pandemi COVID-19. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Selain itu pihaknya juga melibatkan warga yang bisa menjahit. Mereka diperbantukan untuk membuat masker dari kain. Nantinya masker itu akan dibagikan ke warga secara gratis. Suliono menyebut, untuk biaya kebutuhan selama penanggulangan dan percepatan penanganan virus COVID-19 ini pihaknya menggunakan Anggaran Dana Desa (ADD).

Semua itu dilakukan untuk memperkuat keyakinan warga bahwa pemerintah desa bertanggung jawab penuh menjalankan tugasnya dalam merespon persoalan yang dihadapi seluruh dunia, yaitu pandemi COVID-19 ini. Karena dengan keyakinan itu, kata Suliono, akan membuat kekebalan tubuh menjadi meningkat.

“Jangan sampai warga saya ada yang terinfeksi, karena beban sosialnya itu pasti besar sekali, ujar pria sarjana sosial lulusan dari Universitas Mulawarman, Samarinda ini. Dia bisa memahmi ketakutan warga bahwa desa akan terisolir bila ada warganya yang positif virus corona.

Suliono mengatakan masyarakat luar desa masih diperbolehkan datang. Hanya untuk saat ini harus mengikuti prosedur yang berlaku. Masuk kampung harus disemprot dan cuci tangan terlebih dahulu “Karena tidak mungkin juga kami melakukan karantina wilayah secara total. Menurut kami ini bisa dikatakan semi lockdown. Tapi kalau yang keluar sampai ke kota itu harus ada pengawasan ketat,” imbuhnya.

baca juga : Ritual Tolak Bala Corona di Sikka, Seperti Apa?

 

Petani memasuki bilik disinfektan di Desa Klagensrampat, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Ada Benturan Setiap Perubahan

Suliono bercerita tidak mudah untuk mengatur warga dengan jumlah penduduk lebih kurang 500-an Kepala Keluarga itu. Awalnya, banyak juga warga yang merasa risih dengan adanya bilik disinfektan.

Bahkan ada juga warga yang tidak mau melapor dan juga mengisolasi diri setelah datang dari perantauan. Padahal aturannya harus melapor terlebih dahulu. Seiring berjalannya waktu mereka mulai sadar dan mengerti.

“Memang setiap perubahan kontradiksi itu pasti ada, demi kepentingan bersama pola itu harus ditaati,” tuturnya.

Lebih lanjut, sebetulnya tidak hanya masalah ini saja yang dia takutkan. Tetapi dampak sosial yang ditimbulkan pasca pandemi COVID-19 ini, misalnya orang-orang perantau yang sudah pulang tidak punya pekerjaan lagi.

Untuk itu kedepan pihaknya akan memaksimalkan ADD dengan menghidupkan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes), nantinya ini bisa membuka lapangan pekerjaan. Salah satunya seperti pemberdayaan masyarakat untuk ternak kambing. Hal ini didasari karena potensi pakan melimpah.

Banyaknya pemuda yang mempunyai teknologi pengolahan pakan juga membuatnya optimis. Apalagi di era digital seperti sekarang ini banyak yang bisa dikerjakan di desa. Dengan begitu, harapannya para perantau bisa membandingkan bahwa di desa ini lebih baik daripada merantau. “Sebetulnya ini kesempatan juga buat kami untuk mengenalkan kembali potensi-potensi desa yang bisa dikembangkan,” jelasnya.

baca : Imbas Covid-19, Wisata Pantai Cemara Tuban Sepi

 

Seorang bocah menggunakan masker kain ditengah mewabahnya pandemi COVID-19. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Terpisah, Muasih (46), penjahit setempat mengaku senang bisa dilibatkan untuk pembuatan masker kain. Apalagi masker buatannya itu dibagikan secara gratis ke warga. Sementara ini dia menangguhkan jahitan pakaian pesanan orang lain demi menyelesaikan pembuatan masker.

Dia bilang, untuk bahan yang digunakan dalam pembuatan masker ini yaitu kain katun tayobo dan karet elastis. Baginya, bahan ini dirasa efektif. Nantinya bisa dicuci dan ditambahkan tisu. “Sebenarnya ada saja yang digarap. Tapi sementara ini prioritas masker dulu, harus segera selesai,” tambahnya.

 

Pengrajin membuat masker kain untuk dibagikan secara gratis. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version