Mongabay.co.id

Kenaf, Tanaman Istimewa Penghuni Rawa

 

Sejumlah pria tampak giat memanen tanaman yang memiliki batang lurus tidak bercabang. Tingginya kurang lebih tiga meter dengan bentuk daun menjari (Palminervis). Nama tanamannya yaitu kenaf atau mempunyai nama latin Hibiscus cannabinus.

Para buruh ini memanen dengan cara manual. Hanya berbekal sabit mereka begitu cekatan memotong tanaman yang hidupnya di rawa ini di Desa Jabung, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Setelah dipotong, tanaman kenaf ditumpuk kemudian diikat dan dibiarkan mengambang. Begitu seterusnya proses pemanenan tanaman berserat bernilai tinggi ini.

“Seminggu lagi ada buruh yang bertugas ngelupas kulit dari tangkainya, sementara ini dibiarkan sampai busuk dulu. Supaya lebih mudah proses penglupasan,” tutur Muhammad Ayub, petani setempat kepada Mongabay, Senin (30/3/2020).

baca : Berkenalan Dengan  Siwalan, Tanaman Serbaguna

 

Buruh tani memanen tanaman kenaf. Jika kondisi air tercukupi, dalam waktu 5-7 bulan tanaman ini sudah bisa panen. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Proses berikutnya yaitu menjemur kulit yang sudah dikelupas. Jika cuaca mendukung durasi penjemuran hanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Saat musim hujan seperti sekarang ini waktu mengeringkan bisa lebih lama.

Untuk lokasi pengeringan kebanyakan digantung di pinggir jalan penghubung desa. Tujuannya agar lebih mudah dilakukan penimbangan. Pasarnya sudah ada pengepul yang menampung.

Menurutnya, untuk proses pemanenan tanaman kenaf ini lebih sulit daripada proses penanaman. Kalau penanaman metodenya cukup menabur biji saja. Hanya kondisi lahan harus ada airnya.

Karena cepat lambatnya pertumbuhan tanaman ini tergantung pada air. Kalau kondisi air tercukupi, dalam waktu 5-7 bulan sudah bisa panen. Akan tetapi jika kesulitan air masa panen bisa sampai satu tahun lebih.

baca juga : Bunga Pikok, Tanaman Menguntungkan Menanti untuk Dikembangkan

 

Petani membawa tanaman kenaf yang sudah siap jual dengan menggunakan perahu sampang. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tanaman Sampingan

Sementara disudut lain para perempuan nampak mengelupaskan kulit tanaman kenaf dari tangkainya. Tidak sedikit pula pria hilir mudik membawa tanaman kenaf yang siap jual. Transportasi yang digunakan yaitu perahu sampan kayu yang dijalankan secara manual.

“Kalau misalnya tidak ada kenaf saat musim hujan lahan disini banyak yang nganggur,” ujar Kaswaji, petani lain. Hal itu dikarenakan karakter lahan di dataran rendah, sehingga lahan sangat mudah tergenang dan tidak bisa dimanfaatkan karena banyak yang tenggelam. Bahkan kedalaman airnya bisa mencapai 1-2 meter.

Sehingga, lanjut Kaswaji, warga cukup beruntung dengan adanya tanaman kenaf ini. Di sisi lain petani tidak susah lagi membersihkan lahan disaat musim hujan. Karena jika ada kenaf tumbuhan lain tidak bisa hidup. Sehingga memudahkan untuk menaman padi.

“Kalau ada kenaf ini kan kala-kala membersihkan, dapat untung tapi tidak banyak. Paling tidak lahan masih produktif daripada semak-semak,” imbuh lelaki berkulit sawo matang ini.

menarik dibaca : Menikmati Bunga di Pasar Splendid Malang

 

Buruh memanen tanaman kenaf. Cepat lambatnya pertumbuhan tanaman ini tergantung pada air. Kalau kondisi air tercukupi, dalam waktu 5-7 bulan sudah bisa panen. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

25 tahun yang lalu saat datang musim hujan awalnya petani banyak yang nganggur. Karena satu-satunya tanaman yang bisa mereka andalkan yaitu padi, itupun hanya bisa ditanam saat musim kemarau. Tanaman dengan nama latin Oryza sativa ini merupakan tanaman utama warga. Sedangkan kenaf hanya dijadikan tanaman sampingan.

Dalam sehari para pekerja mendapatkan upah yang berbeda, untuk yang laki-laki seharinya diberi upah Rp100 ribu. Sementara yang perempuan upahnya Rp60 ribu per hari.

Sedangkan Ratiyem (42), petani yang sama mengaku panen tahun ini menurun. penyebabnya yaitu hama tikus yang menyerang. Dia mengaku setiap tahun mesti menanam kenaf. Biasanya sekali panen bisa dapat 20 bongkok atau sama dengan 12 kwintal. Namun tahun ini hasilnya menurun hampir 50 persen. Sementara itu harga per kwintalnya Rp700 ribu.

“Tinggal dilihat saja kalau misalkan dimakan tikus ya rugi, kalau tidak dimakan ya bati (untung),” ujarnya. Selain itu kendala lain yang dirasakan belakangan ini yaitu kondisi cuaca yang tidak menentu. Sehingga sulit diprediksi. Hujan datangnya bisa lambat, begitu juga dengan musim kemarau yang lebih panjang.

baca juga : Bunga Abadi Tengger Semeru dari Desa Wisata Edelweis

 

Tanaman kenaf yang sudah dipanen dari lahan kemudian diangkut menggunakan perahu sampan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bahan Baku Ramah Lingkungan

Sementara itu, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tanaman kenaf Desa Jabung, Solkan, mengakui jika tahun ini panen kenaf mengalami penurunan. Penyebabnya selain karena hama tikus juga karena musim hujan datangnya lebih lambat. Padahal biasanya bulan Februari-Maret banyak yang panen.

Efeknya untuk tahun ini dia tidak bisa menanam. Pengaruh lain karena musim kemarau air sungai Bengawan Solo mengalami kekeringan. Padahal tahun sebelumnya di Desa Jabung sendiri bisa panen sekitar 250 ton.

“Kalau dulu lebih banyak, sekarang ini menurun karena musimnya sudah tidak bersahabat,” keluh pria yang mempunyai 150 anggota Gapoktan ini.

Terpisah, Koordinator Wilayah Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Laren, Genduk Rahayuningsih, mengatakan untuk tahun ini panen kenaf memang mengalami penurunan cukup drastis, jumlahnya hingga 40 persen. Hal itu disebabkan luas tanamnya berkurang.

Tahun 2018, luas lahan tanam masih 800 hektare. Untuk tahun 2019 kemarin turun menjadi 400 hektare. Kenangnya, hal ini berbeda ketika awal-awal dia bertugas. Sekitar tahun 1998 luas tanam kenaf bahkan pernah sampai 1500 hektare.

baca : Bunga Tengkorak, Meski ‘Mengerikan’ namun Kaya Manfaat

 

Seorang petani mengumpulkan kayu tanaman kenaf di Desa Jabung, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Menurut dia faktor yang mempengaruhi penurunan yaitu ada pola panen padi yang berbeda. Tahun 2019 kemarin itu panennya menggunakan mesin panen padi, sehingga benih yang sudah ditabur petani itu tidak bisa tumbuh. Berbeda dengan sebelumnya ketika panen dengan cara tradisional.

Selain itu, ketersediaan air juga sangat mempengaruhi. Kata dia, tahun kemarin Bengawan Solo bisa sampai kering, airnya habis. Akibatnya kenaf banyak yang mati. Faktor lainnya yaitu biaya operasional saat pemanenan yang tinggi.

“Andaikata ada alat untuk proses panen, mungkin petani mulai banyak yang tanam kenaf lagi,” ujar perempuan yang pernah bertugas di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.

 

Tanaman ini memiliki batang lurus tidak bercabang. Tingginya kurang lebih tiga meter dengan bentuk daun menjari (Palminervis). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Seorang peneliti Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas), Malang, Sunjindro dalam jurnal penelitian menjelaskan bahwa serat alam merupakan bahan baku yang ramah lingkungan, karena mudah terdegradasi dan tanaman serat alam memiliki kemampuan menyerap CO2 cukup besar, terutama pada tanaman kenaf.

Sekarang ini serat alam banyak digunakan sebagai bahan baku untuk produk komposit seperti fiberboard untuk interior mobil, dan setiap serat alam memiliki ciri dan kegunaan spesifik, misalnya serat abaka, rami, dan kenaf dapat digunakan untuk kertas mata uang.

Pada akhir-akhir ini komoditas serat alam banyak mendapat perhatian dari beberapa kalangan industri, terutama dari industri otomotif, elektronik, pulp, dan kertas.

 

 

 

Exit mobile version