- Pengeboman ikan dan tindakan destructive fishing lainnya masih sering terjadi di perairan Flores Timur, NTT dikarenakan karang di wilayah perairan ini masih bagus sehingga masih terdapat banyak ikan
- Dua pelaku pengeboman ikan kembali divonis hukuman satu tahun penjara dan dianggap ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan lingkungan ini
- Pemerintah diminta bukan saja menindak pelaku pengeboman ikan namun penjual pupuk dan bahan baku pembuatan bom yang selama ini kasusya tidak pernah diketahui
- Aparat penegak hukum yang terlibat seperti adanya oknum Kejari Sikka yang diduga melakukan penjualan barang bukti bahan baku pembuatan bom, harus diambil tindakan tegas karena turut andil mendorong perilaku pengrusakan ekosistem laut
Aktifitas destructive fishing di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) masih saja terjadi. Tahun 2017 ada dua kasus pengeboman ikan dan para pelakunya sudah divonis penjara selama 1 tahun 6 bulan.
Tahun 2018 hanya satu kasus penangkapan ikan menggunakan potasium oleh 2 nelayan Menanga, Kecamatan Solor Timur, Flotim. Pelaku menangkap ikan dengan menggunakan bahan potasium yang dilakukan dan telah dijatuhi hukuman 1 tahun
Tahun 2019 ada 3 kasus dimana 2 kasus dan satu kasusnya sedang dalam pemberkasan ke Pengadilan Negeri Larantuka. Sedangkan 2 kasus sudah dijatuhi hukuman masing-masig 1 tahun 3 bulan pejara.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Larantuka, Jumat (6/3/2020) menjatuhkan hukuman dua pelaku pengeboman ikan di perairan Flotim atas nama Masnyur Shaleh dan Maswar Pala dengan hukuman penjara masing-masing satu tahun, denda Rp100 juta, subside 3 bulan penjara. Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.
“Majelis hakim menilai kegiatan yang dilakukan membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya di wilayah pengelolaan ikan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang Mubarak kepada Mongabay Indonesia, Rabu (8/4/2020).
baca : Destructive Fishing Masih Marak Terjadi di NTT, Kenapa?

Ada Lingkaran Setan
Penangkapan ikan dengan cara pengeboman merupakan salah satu bentuk tindakan eksploitasi perikanan yang ilegal dan melanggar Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang No.31/2004 tentang Perikanan.
Deputi WALHI NTT Yuvensius Stefanus Nonga kepada Mongabay Indonesia, Jumat (10/4/2020) mengatakan kegiatan pengeboman ini merupakan bagian perusakan lingkungan hidup dan melanggar UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Akibat dari tindakan pemboman ikan, kata Yuven, telah merusak kehidupan ekosistem laut sehingga menghambat upaya konservasi dan perlindungan lingkungan laut termasuk perlindungan perikanan daerah.
“Banyak ikan mati sia-sia serta merusak terumbu karang. Jumlah ikan berkurang drastis sehingga secara langsung telah mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan,” tegasnya.
Pola pengeboman ikan secara tidak langsung juga meninggalkan kerusakan alam yang diwariskan pada anak cucu.
Dalam pantauan WALHI NTT, sebutnya, sebagian besar lingkungan laut di Flores sudah mulai rusak akibat aktivitas di pesisir yang tidak ramah lingkungan mulai dari pengrusakan mangrove, hutan, sampah dan lain sebagainya.
“Ditambah lagi, pengeboman ikan yang marak menyumbang pengrusakan terumbu karang secara besar-besaran,” ucapnya.
baca juga : Pengebom Ikan Ditangkap di Flores Timur. Diduga Ada Jaringan Terorganisir

Secara nasional, beber Yuven, laporan LIPI pada tahun 2018 menunjukan tingkat kerusakan terumbu karang 36,18% meningkat 1,03 % dari tahun 2017 sebesar 35,15 %.
Terkait kasus penangkapan 5 pelaku yang membawa bahan peledak atau bom ikan di sekitar Pelabuhan Wuring kelurahan Wolomarang Kabupaten Sikka, NTT, ia menyebutkan hal ini bukan baru dilakukan oleh oknum-oknum nakal pengrusak lingkungan.
Aksi ini tandasnya, terus terjadi berulang-ulang dilakukan oleh orang yang berbeda dengan kasus yang sama. Patut diduga ucapnya, bahwa ada semacam lingkaran setan yang punya andil dalam pengeboman ikan ini, mulai dari proses awal sebelum pengeboman sampai pada proses penegakan hukum.
“Sebagaimana dalam pemberitaan TimexKupang.com pada 23 maret 2020 ada Oknum Jaksa Diduga menjual Barang Bukti Pupuk yang digunakan dalam proses pengeboman ikan,” tuturnya.
Tindak Tegas
Terkait aktifitas pengeboman ikan yang terus terjadi WALHI NTT memberikan beberapa catatan penting dimana pertama,pemerintah ataupun stakeholder yang punya kepedulian terhadap lingkungan wajib memberikan edukasi bagi masyarakat terkait bahaya pengeboman ikan bagi keberlanjutan lingkungan.
Kedua tegas Yuven, pemberdayaan nelayan-nelayan miskin dengan penyediaan fasilitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan dapat mendongkrak ekonomi masyarakat serta memastikan wilayah kelola nelayan tetap terjaga dan tidak diprivatisasi.
“Ketiga, perbanyak patroli laut untuk memantau aktifitas di laut sehingga dapat mencegah hal-hal yang terindikasi pada pengrusakan lingkungan,” harapnya.
perlu dibaca : Polda NTT Tangkap Pemasok Bahan Bom dan Pelaku Pengeboman Ikan, Bagaimana Selanjutnya?

Keempat, WALHI NTT kata Yuven berharap pemerintah menindak tegas oknum yang terlibat dalam pengeboman ikan, termasuk oknum aparat penegak hukum yang punya andil dalam proses pengeboman ikan sampai pada proses penegakan sebagaimana dugaan oknum jaksa yang menjual Barang Bukti.
Sementara Carolus Winfridus Keupung Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM) kepada Mongabay Indonesia, Jumat (10/4/2020) pun mengatakan hal senada dan meminta agar apabila ada aparat yang terlibat maka harus ditindak tegas.
Menurut Wim sapaannya, aktivitas penjualan pupuk yang bermasalah dilakukan oleh orang-orang yang bukan petani. Hal itu menunjukkan ada maksud lain dari manfaat pupuk tersebut dan patut dicurigai dimanfaatkan untuk pembuatan bahan peledak.
“Hal ini harus ditindak tegas. Kalau ada aparat yang terlibat harus ditindak tegas karena akan menimbulkan ketidakpastian penegakan hukum. Kejaksaan harus malu dugaan aparatnya terlibat dalam kasus ini seperti diberitakan media,” ucapnya.
Bila tidak ada langkah tegas kata Wim, akan menimbulkan terjadinya perusakan lingkungan yang terus berlanjut. Dan apabila ada aparat yang terlibat maka harus ditindak dan dihukum berat karena mereka adalah penjahat lingkungan.
“Hukumannya terlalu ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku.cCoba di atas 5 tahun maka pasti pengeboman ikan berkurang dan bila perlu pemasok bahan baku bom divonis seumur hidup,” tuturnya.