Mongabay.co.id

Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan

 

Pencemaran pada perairan laut selalu menjadi persoalan yang pelik dan tidak gampang diselesaikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama ini, kasus pencemaran yang terjadi pada wilayah perairan Indonesia, hampir selalu ditangani oleh tenaga ahli yang dimiliki Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ketergantungan kepada instansi kementerian lain, menjadi persoalan serius karena membuat KKP tidak bisa bergerak sendiri untuk menyelesaikan setiap persoalan yang diakibatkan oleh kasus pencemaran. Demikian dikatakan Direktur Pengawasan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP Matheus Eko Rudianto di Jakarta, belum lama ini.

“Kita serius dalam menangani kasus pencemaran perairan yang ada di laut Indonesia,” ucap dia.

Menurut dia, untuk bisa melakukan penanganan dengan prosedur yang tepat, pihaknya mengandalkan aparat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, terutama Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PW3K).

Salah satu upaya agar aparat PSDKP bisa melaksanakan prosedur saat pencemaran perairan terjadi, adalah dengan memberikan pelatihan secara khusus tentang praktik lapangan berupa pengambilan sampel air yang tercemar. Praktik tersebut dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta.

“Kita bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM KLHK,” jelas dia.

baca : Pembersihan Tanki Potensial Cemari Perairan Laut?

 

Staf KKP melaukan praktik lapangan berupa pengambilan sampel air yang tercemar. Praktik tersebut dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta. Foto : Humas KKP

 

Dalam menangani kasus pencemaran perairan di wilayah laut, teknik pengambilan sampel air menjadi kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seluruh aparat PSDKP di 34 provinsi. Hal itu, karena hasil uji sampel dari air yang tercemar akan menjadi dasar yang kuat untuk menentukan langkah hukum seperti apa yang harus dikenakan kepada pelaku pencemaran di laut.

Dengan kata lain, Eko mengatakan kalau pemahaman teknik pengambilan sampel air laut yang baik akan memengaruhi akurasi penilaian terhadap uji sampel air yang dilakukan. Penilaian itu, mencakup juga seberapa besar atau kecil kadar pencemaran yang sudah terjadi pada wilayah perairan laut yang dimaksud.

”Sampel harus diambil dengan cara yang benar dan oleh petugas yang sudah bersertifikasi, sehingga sampel tersebut dapat digunakan untuk proses hukum lebih lanjut,” tutur dia.

Untuk bisa melaksanakan uji sampel air yang diduga sudah tercemar, KKP menetapkan dua fokus kategori pencemaran. Pertama, adaalah kasus yang diakibatkan oleh industri perikanan, baik oleh unit pengolahan ikan (UPI), dan pembuangan oli dan sampah oleh kapal perikanan.

Kedua, kasus pencemaran perairan yang diakibatkan oleh industri non perikanan tetapi masih berdampak terhadap sektor perikanan. Biasanya, kasus pencemaran yang diakibatkan oleh kategori kedua salah satunya adalah pencemaran oleh industri logam berat dan industri sejenisnya.

 

Uji Sampel

Menurut Eko Matheus, kedua kategori tersebut memerlukan penanganan yang ekstra dan langkah hukum yang tepat. Selama ini, untuk menangani kedua kategori kasus tersebut, KKP selalu mengandalkan petugas pengambil sampel air tercemar dari KLHK, karena mereka sudah memiliki sertifikat.

“Kita tidak memiliki pengambil sampel yang tersertifikasi,” ungkap dia.

Dengan adanya pendidikan khusus dengan melibatkan tenaga SDM ahli dari KLHK, Eko berharap penanganan kasus pencemaran perairan bisa dilakukan lebih cepat dan tepat. Terlebih, saat ini pihaknya sudah melakukan pemetaan potensi kerawanan pencemaran di wilayah perairan Indonesia yang perlu menjadi perhatian bersama.

Adapun, beberapa wilayah yang dinilai rawan terhadap pencemaran perairan itu ada di perairan sekitar Makassar (Sulawesi Selatan), Medan (Sumatera Utara), Jawa Tengah, Jawa Timur, Kota Batam dan pulau Bintan (Kepulauan Riau).

baca juga : Pencemaran Minyak, Penanganannya Belum Seintensif Kebakaran Hutan dan Lahan?

 

Staf KKP melaukan praktik lapangan berupa pengambilan sampel air yang tercemar. Praktik tersebut dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta. Foto : Humas KKP

 

Eko Matheus menjelaskan, penanganan serius kasus pencemaran perairan merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan junto UU Nomor 45 Tahun 2009, pasal 12 jo pasal 86, perbuatan yang mengakibatkan pencemaran diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda maksimal Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

Selain ketentuan di atas, pidana berkaitan dengan kasus pencemaran perairan juga diatur dalam UU Nomo 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PW3K) junto UU Nomor 1 Tahun 2014, pasal 35 jo Pasal 73.

Dalam aturan di atas, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan penambangan pasir, mineral, minyak, dan gas yang menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, diancam pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana paling sedikit Rp2.000.000.000 (dua milia rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

”Kalau terkait ketentuan pidana sudah jelas, jadi kami mengajak agar semua pihak mematuhi ketentuan tersebut,” pungkas dia.

Bentuk nyata keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi persoalan pencemaran perairan, diperlihatkan KKP dengan melaksanakan tindakan pencegahan terhadap kapal yang melakukan pencemaran di Pelabuhan Laurentius Say, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Upaya penindakan tersebut dilakukan, setelah Ditjen PSDKP mendapatkan informasi dari masyarakat tentang kegiatan kapal yang melakukan pencucian terpal dengan cara merendam dan membilasnya di permukaan laut di sekitar pelabuhan.

“Kami langsung berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan,” ungkap Direktur Jenderal PSDKP Tb Haeru Rahayu, akhir Maret lalu.

 

KM Satoni yang diduga melakukan pencemaran perairan di Pelabuhan Laurentius Say, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Foto : Humas KKP

 

Tindakan Pencegahan

Kapal yang dimaksud itu, tidak lain adalah KM Satoni yang diketahui melakukan bongkar muat semen yang diangkut dari Makassar. Setelah melaksanakan bongkar muat, kapal yang dipenuhi sisa material semen kemudian dibersihkan dengan cara seperti disebutkan di atas.

Menurut dia, perbuatan awak kapal KM Satoni tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran pada perairan di sekitar Pelabuhan Maumere. Selain itu, aktivitas pembersihan kapal dengan cara seperti itu, juga berpotensi memicu terjadinya kerusakan ekosistem pesisir laut yang ada di sekitar pelabuhan.

“Petugas kami telah memastikan bahwa perbuatan awak kapal KM Satoni belum menimbulkan pencemaran dan kerusakan. Namun demikian nakhoda kapal yang bersangkutan telah kami periksa dan telah menandatangani berita acara serta menyatakan tidak akan mengulangi perbuatannya,” terang dia.

Haeru Rahayu menyebutkan, dugaan aktivitas yang memicu terjadinya pencemaran perairan di Maumere, bukanlah aktivitas pertama yang berhasil dilacak oleh KKP. Sebelumnya, ada banyak kasus serupa yang terjadi di berbagai daerah, seperti di Rembang dan Pekalongan (Jawa Tengah), Karawang (Jawa Barat), Cilegon (Banten), Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta.

“Permasalahan pencemaran perairan ini menjadi salah satu perhatian serius kami, karena memiliki implikasi negatif terhadap sumber daya ikan dan lingkungan laut sekitarnya,” jelas dia.

Agar persoalan pencemaran perairan bisa dicegah lebih baik lagi, KKP melaksanakan upaya pencegahan dan pengawasan secara komprehensif, dimulai dari menyusun rencana aksi, sosialisasi, kerja sama dengan instansi terkait, peningkatan kapasitas aparat, sampai berpartisipasi dalam tim penanganan pencemaran nasional.

“Kami bekerjasama dengan TNI AL (Angkatan Laut) serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) bersama-sama melakukan tindakan pencegahan dan memberikan sanksi sesuai kewenangan masing-masing,” tutur dia.

Diketahui, terungkapnya upaya pencemaran perairan yang dilakukan KM Satoni bermula dari beredarnya sebuah video yang berisi aktivitas ABK sebuah kapal yang melakukan pencucian terpal bekas penutup muatan barang dengan cara mencelupkan dan membilasnya ke laut di Pelabuhan Maumere. Sebelumnya, kapal diketahui melakukan penyemprotan terlebih dahulu.

 

Exit mobile version