Mongabay.co.id

Ecobrick, Solusi Atasi Sampah Plastik selama Pandemi COVID-19

 

Pandemi COVID-19 memaksa semua orang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia untuk tinggal di rumah. Meski tidak semua daerah menerapkan aturan karantina atau lockdown, namun sebagian besar orang memang memilih untuk tetap berada di rumah.

Mengurung diri di rumah dalam waktu lama ternyata menyisakan masalah tersendiri, yaitu meningkatnya konsumsi plastik, dimana aktivitas belanja lebih banyak melalui online.

Mengatasi persoalan ini, Indrawati punya solusi yang cukup efektif, yaitu melalui pembuatan ecobrick.

“Konsumsi plastik selama di rumah itu meningkat drastis selama stay at home, karena adanya larangan keluar rumah otomatis kita membeli barang-barang itu semua kebutuhan selama 2-3 hari sekali belanja, semuanya menggunakan plastik. Sisa plastik itu bisa kita manfaatkan untuk membuat ecobrick,” ungkap Indrawati Abdi, ibu rumah tangga dan penggiat ecobrick di Forum Komunitas Hijau (FKH) Makassar, kepada Mongabay, Minggu (12/4/2020).

Ecobrick sendiri adalah botol plastik bekas yang penuh berisi segala jenis plastik bekas, bersih dan kering, mencapai kepadatan tertentu berfungsi sebagai balok bangunan yang dapat digunakan berulang-ulang. Selain itu, dapat juga dibuat dengan material yang tidak bisa terurai secara alami, yang akan mengeluarkan racun bagi lingkungan, misalnya styrofoam, kabel, baterai kecil, dll.

Indrawati bersama anaknya Aira yang kini berusia 11 tahun, memang sejak tiga tahun terakhir aktif mengampanyekan ecobrick. Selama masa COVID-19 ini mereka menjadi intens beraktivitas karena timbunan sampah plastik yang meningkat drastis.

Kini, dalam sehari Indrawati sekeluarga bisa memproduksi 3 botol ecobrick, dibanding sebelumnya hanya 1 botol saja.

baca : Pohon Natal dari Plastik dan Ecobrick, Sebuah Praktik Pertobatan Ekologis

 

Indrawati Abdi, ibu rumah tangga penggiat ecobrick di Makassar memanfaatkan waktu stay at home dengan membuat ecobrick. Langkah ini menjadi solusi mengurangi meningkatnya volume sampah plastik selama masa pandemi COVID-19. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Membuat ecobrick tergolong mudah, hanya saja butuh teknik tersendiri agar ecobrick yang yang dihasilkan padat dan bisa bertahan lama. Tak butuh waktu lama membuatnya, apalagi kalau sudah mahir dan kebutuhan plastik tersedia.

“Kalau bikin di botol Aqua ukuran 450 ml, butuh waktu 20 menit, kalau pemula bisa sampai 1 jam. Tetapi kadang juga kalau memang plastiknya susah ya kadang ada yang selesaikan sampai 3 hari atau seminggu. Tergantung ketersediaan plastik,” jelas Indrawati.

Untuk memperoleh plastik, selain dari sisa sampah rumah tangga, juga dari sisa sampah plastik yang diperoleh dari laundry sebelum merebaknya wabah virus Corona.

“Kalau di rumah masih banyak sisa kemarin-kemarin, anak saya Aira suka ambil di laundry di samping rumah yang dalam sehari bisa menghasilkan limbah plastik 2-3 kg. Cuma selama masa COVID-19 ini kan tidak berani ambil plastik dari orang lain, tetapi kita gunakan apa yang tersisa rumah,” katanya.

Menurut Indrawati, sebelum membuat ecobrick ini, agar aman, harus memperhatikan beberapa hal, yaitu plastik wajib langsung dicuci baru dijemur. “Standarnya memang harus bersih dan kering,” tambahnya.

Hal lainnya adalah kondisi tangan juga harus bersih. Dalam hal ini wajib menjaga kebersihan selama membuat ecobrick, lingkungan harus dalam kondisi bersih dan menggunakan masker. Setelah membuat ecobrick harus segera cuci tangan.

“Membuat ecobrick itu membuat kondisi tangan selalu dalam keadaan bersih, karena kita selalu mencuci. Selain itu, dengan membuat ecobrick dapat membantu menjaga komunitas untuk selalu bersih dan sehat dengan mencegah plastik kita tertimbun, dibakar atau dibuang,” tambahnya.

baca juga : Bersama-sama Mewujudkan Makassar Bebas Sampah Plastik

 

Bersama anaknya Andi Nisfatul Aira (11), Indrawati dalam tiga tahun terakhir aktif membuat dan mengampanyekan ecobrick sebagai solusi mengatasi sampah plastik. Foto: Ahmad Yusran/Mongabay Indonesia.

 

Untuk membuat ecobrick ini, semua jenis plastik bisa digunakan, baik itu plastik kresek, bungkus makanan seperti Indomie, sisa kemasan minuman sachet, sikat gigi bekas, kancing baju yang rusak, spul-spul benang, dan lainnya.

“Kalau plastik-plastik yang selain kresek plastik yang kecil-kecil, seperti kancing baju rusak, bisa dimasukkan di sela-sela. Pokoknya semua jenis plastik bisa dimasukkan.”

Botol-botol ecobrick ini nantinya akan digunakan untuk berbagai keperluan seperti membuat kursi, meja, taman, dan lain-lain sesuai kreativitas masing-masing.

Selama ini ecobrick digunakan untuk membuat mebel modular, ruang kebun, dinding dan bahkan bangunan berskala penuh.

“Kalau kami di rumah hasilnya dibuat meja, kursi, taman, dan lain-lain. Bisa apa saja tergantung kreativitas masing-masing.”

Indrawati mulai menekuni ecobrick ini sejak tahun 2018 dan menjadi trainer bersertifikat di tahun 2019. Untuk menjadi trainer ia mengikuti pelatihan trainer ahli bangunan tanah di Paiton, Probolinggo, yang dilaksanakan oleh PT Pomi, sebuah perusahaan pembangkit listrik di Probolinggo.

“Dulu itu ada 33 orang dilatih selama 5 hari membuat ecobrick, kami membuat bangunan di pantai menggunakan 2000 botol ukuran 1.500 ml, ecobrick dicampur tanah liat dan kotoran sapi. Ini melibatkan sekitar 250 sukarelawan dari murid-murid sekolah di sana.”

Hingga kini, Indrawati bersama Aira anaknya, yang merupakan trainer junior, telah melatih ecobrick di berbagai sekolah, kampus dan komunitas di Sulsel dan Sulbar.

menarik dibaca : Perempuan Penenun Sampah Plastik

 

Membuat ecobrick termasuk mudah dan cepat. Jika bahan tersedia dan sudah mahir, hanya butuh waktu 20-30 menit membuatnya, yang juga mudah dilakukan oleh anak-anak. Foto: Ahmad Yusran/Mongabay Indonesia. Foto: Ahmad Yusran/Mongabay Indonesia.

 

Panduan Ecobrick

Menurut Indrawati, dalam situasi pandemi COVID-19 ini, membuat ecobrick memiliki tantangan tersendiri, karena plastik sebagai bahan utama diketahui bisa menjadi wadah membiak virus Corona.

Ia kemudian menunjukkan hasil penelitian yang dipublikasikan New England Journal of Medicine Maret 2020 lalu, yang menyurvei ketahanan SARS-Cov-2 pada berbagai permukaan, menunjukkan bahwa virus bertahan paling lama pada polypropylene, salah satu bahan utama untuk plastik sekali pakai.

Selain itu, ada juga penelitian pada tahun 2015 tentang virus korona 22E menemukan ketahanan yang sama untuk plastik PVC. Studi lapangan di Wuhan, Cina menguatkan ini, menunjukkan bahwa transmisi kemungkinan besar terjadi pada permukaan plastik dapat bertahan pada plastik PVC hingga 72 jam.

“Penelitian juga memperingatkan bahaya viral transmisi manusia-plastik-manusia.”

Dalam laporan itu disebutkan bahwa pola historis peningkatan akumulasi limbah selama pandemi, mengarah pada perpaduan tekanan sosial dan kondisi sanitasi yang memburuk. Dicontohkan selama puncak wabah di Wuhan, fasilitas pemrosesan limbah pusat kelebihan beban dengan peningkatan 600 persen limbah.

“PBB sendiri mengadvokasi pengelolaan limbah sebagai layanan publik yang penting dalam perjuangan untuk mengalahkan COVID-19. Melalui ecobricking, masyarakat dapat mengambil tindakan langsung untuk mencegah plastik mereka memasuki jalur aliran limbah,” ujar Indrawati menjelaskan hasil laporan tersebut.

Menurut Indrawati, dengan situasi ini, Global Ecobrick Alliance (GEA) membuat pedoman yang memobilisasi tindakan sipil untuk membantu meratakan kurva COVID-19.

GEA sendiri adalah prakarsa bumi nirlaba yang melayani pergerakan transisi plastik lokal dan global. Terdiri dari 327 Pelatih Ecobrick di Filipina, Indonesia, Inggris, Amerika Serikat, Afrika Selatan dan Australia, GEA mengembangkan teknologi transisi plastik berteknologi rendah, praktis dan non-kapital untuk memberdayakan setiap individu dan komunitas dalam bertransisi ke kehidupan regeneratif.

Tiga hal yang harus dilakukan menurut panduan tersebut adalah, pertama, dengan sesegera mungkin mencuci dan mengeringkan kemasan plastik yang kita pakai saat ini (kemasan makanan, masker, dll) maka akan dapat mencegah penyebaran virus.

Kedua, dengan memasukkan plastik yang sudah kering dan bersih ke dalam botol, segala kemungkinan kontaminasi virus dapat dinetralkan sampai masa aktif virus tersebut berakhir dengan sendirinya.

Ketiga, membuat ecobrick menggunakan plastik bekas akan membantu mengurangi persoalan sistem pengelolaan limbah kota kita selama masa yang sulit ini.

 

Exit mobile version