Mongabay.co.id

Dan Akhirnya, Bulan akan Ditambang

 

 

Di tengah merebaknya wabah corona yang melanda Amerika Serikat, Presiden AS Donald J. Trump justru menandatangani sebuah perintah eksekutif yang menyatakan Amerika memiliki hak untuk mengeksplorasi dan menggunakan sumber daya dari luar angkasa. Trump meneken perintah untuk menambang Bulan.

Trump juga menyatakan, AS tidak boleh dihalangi dalam upaya komersialisasi luar angkasa, sebab, mereka tidak terikat oleh aturan internasional apapun. Gedung Putih juga merilis laporan, keputusan itu menolak perjanjian global pada 1979, yang dikenal sebagai Traktat Bulan, yaitu segala bentuk aktivitas di luar angkasa harus sesuai dengan hukum dan perjanjian internasional. Disebutkan bahwa AS tidak pernah menandatangani traktat tersebut.

“Rakyat Amerika harus punya hak untuk terlibat dalam eksplorasi komersial, pengambilan, dan penggunaan sumber daya di luar angkasa,” demikian bunyi laporan itu. Pada 2015, Kongress AS juga meluluskan undang-undang yang secara eksplisit mengijinkan perusahaan-perusahaan AS untuk menggunakan sumber daya Bulan dan Asteroid. Perintah eksekutf yang diteken Trump beberapa hari lalu menegaskan hal ini.

Baca: Supermoon Pink di Masa Pandemi COVID-19

 

Supermoon yang berlangsung 14 November 2016. Foto: Kris Smith/Nasa.gov

 

Mengapa AS ingin sekali menambang Bulan? Apa manfaatnya?

Dikutip dari BBC, Sarah Cruddas, jurnalis yang banyak menulis tentang eksplorasi luar angkasa, mengatakan bahwa menambang Bulan akan membantu manusia melakukan perjalanan lebih jauh di luar angkasa, ke tempat-tempat lain seperti Mars.

Bulan dapat menjadi “SPBU intergalaksi” -karena memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk bahan bakar roket- seperti hidrogen dan oksigen.

Memiliki SPBU di ruang angkasa berarti roket dapat melakukan perjalanan lebih jauh ke luar angkasa sebelum khawatir kehabisan bahan bakar di tengah jalan. Menurut dia, mengeksplorasi luar angkasa lebih jauh diperlukan, karena banyaknya manfaat yang didapatkan untuk manusia di Bumi.

Professor Benjamin Sovacool dari Sussex University, Inggris, mengatakan luar angkasa bisa menjadi alternatif ladang energi baru, karena sumber daya di Bumi kian menipis. Penambangan di antariksa, menurutnya, bisa mencukupi kebutuhan sumber daya di masa depan, termasuk material yang sukar didapatkan.

“Logam seperti lithium atau kobalt -yang saat ini begitu kita butuhkan- berada di tempat-tempat seperti Tiongkok, Rusia, atau Kongo. Sulit untuk mendapatkannya,” ujarnya, masih dikutip dari BBC.

Dia mengatakan mungkin sulit untuk mencari sumber daya tersebut dari supplier yang berbeda di seluruh dunia, semuanya memiliki aturan berbeda. “Menambang di Bulan, dengan satu entitas, mungkin akan lebih mudah,” tambahnya.

Baca: Indahnya Super Snow Moon, Purnama Paling Besar dan Terang

 

Supermoon yang berhasil dipantau pada 11 Agustus 2014 dari Bosscha. Foto: Bosscha Observatory/Muhammad Yusuf

 

Bulan, menurut para ilmuwan, dikutip dari Science Focus, memiliki sumber daya besar. Berdasarkan studi batuan-batuan Bulan yang dibawa kembali oleh misi Apollo, ilmuwan telah mempelajari bahwa permukaan Bulan kaya mineral. Komposisi keseluruhan tergantung pada apakah batu-batu itu berasal dari kawasan mare [besar, gelap, dataran basaltik yang terbentuk dari letusan Bulan] atau dataran tinggi.

Batuan yang diperoleh dari kawasan mare menunjukkan jejak logam besar, 14,9% alumina [Al²O³], 11,8% kalsium oksida [kapur], 14,1% besi oksida, 9,2% magnesium [MgO], 3,9% titanium dioksida [TiO²], dan 0,6% natrium oksida [Na²O]. Dari dataran tinggi Bulan diperoleh komposisi serupa, 24,0% alumina, 15,9% kapur, oksida besi 5,9%, magnesium 7,5%, serta 0,6% titanium dioksida dan natrium oksida.

Studi yang sama juga menunjukkan, batuan Bulan mengandung sejumlah besar oksigen, terutama dalam bentuk mineral teroksidasi. Dari eksperimen yang telah dilakukan menunjukkan bagaimana oksigen dapat diekstraksi untuk memberikan udara bernapas kepada para astronot. Dapat juga digunakan untuk membuat air dan bahkan bahan bakar roket.

Baca: Tiongkok Berencana Luncurkan Bulan Tiruan Ke Angkasa. Apa Dampaknya bagi lingkungan?

 

Lunar Reconnaissance Orbiter [LRO] yang berada di orbitnya di Bulan, dan tampak Bumi berwarna biru. Foto: LROC/Iroc.sese.asu.edu

 

Bulan juga memiliki konsentrasi Rare Earth Metals [REM]. Di satu sisi, REM menjadi semakin penting bagi ekonomi global, karena digunakan secara luas dalam perangkat elektronik. Di sisi lain, 90% cadangan REM saat ini dikendalikan oleh Tiongkok; sehingga memiliki akses tetap ke sumber luar dipandang oleh beberapa orang sebagai masalah keamanan nasional, terutama bagi AS.

Demikian pula, Bulan memiliki sejumlah besar air yang terkandung dalam regolith dan daerah-daerah gelap secara permanen di kutub utara dan selatan satelit Bumi tersebut. Air ini juga berharga sebagai sumber bahan bakar roket, belum lagi air minum untuk astronot.

Selain itu, batuan Bulan juga mengungkap bahwa di bawah Bulan mungkin mengandung sumber air yang signifikan.

Material-material di Bulan dapat memfasilitasi eksplorasi terus-menerus dari Bulan itu sendiri. Memfasilitasi kegiatan ilmiah dan ekonomi di sekitar Bumi dan Bulan [disebut ruang cislunar] atau bahkan bisa jadi dapat ‘diekspor’ untuk memenuhi kebutuhan di Bumi.

Para ilmuwan masih menggali informasi berbagai sumber daya yang disediakan Bulan. Selain itu, banyak negara yang sebenarnya tak hanya mengincar Bulan, namun juga asteroid-asteroid yang melayang di angkasa.

Lebih dari 12.000 asteroid dalam jarak sekitar 45 juta km dari Bumi telah diidentifikasi NASA, sebagaimana diberitakan Mining Technology. Dipercaya, asteroid-asteroid ini menyimpan bijih besi, nikel, dan logam mulia dalam jumlah yang jauh lebih tinggi daripada yang ditemukan di Bumi. Memang, penambangan luar angkasa seolah masih angan dan tidak praktis, namun percaya atau tidak, sudah ada beberapa perusahaan yang  didirikan untuk mengantisipasi jika suatu saat booming sektor ini terjadi.

Baca juga: Indahnya Angkasa Raya Dilihat dari Bosscha

 

Ilustrasi yang menunjukkan Bulan ditambang. Sumber: Science Focus/Andy Potts

 

Apa yang terjadi pada Bulan jika ditambang?

Banyak pihak yang mengatakan jika penambangan luar angkasa benar terjadi, diperkirakan penambangan di Planet Bumi ‘kurang bernilai, secara kuantitas’ dan ini menguntungkan. Tapi, bagaimana dampaknya pada Bulan? Mungkin banyak yang khawatir, jika penambangan terus menerus di Bulan akan membuat satelit tersebut terbelah, mengecil, kehilangan energi untuk mengorbit, dan.. jatuh ke bumi.

NASA punya jawaban atas kekhawatiran tersebut.

Bulan mempunyai massa 73q ton, atau sekitar 1.2% dari massa Bumi. Planet Bumi 81 x lebih berat dari Bulan. Jika 1 metrik ton diambil dari permukaan Bulan setiap hari, diperlukan 220 juta tahun untuk Bulan mengempes di bagian permukaan, dan itu hanya 1% dari massa Bulan.

NASA memastikan, jika itu terjadi Bulan tak akan berubah orbitnya sedikitpun, juga tidak akan mempengaruhi gravitasi Bulan yang menyebabkan pasang surut di lautan kita. Menurut NASA, penambangan Bulan tentunya terjadi kerusakan lingkungan di Bulan, dan juga konsekuensi etis dari penambangan tersebut.

Bulan telah menjadi bagian sejarah dan budaya umat manusia sejak ribuan tahun. Setiap manusia di Bumi adalah stakeholder dari Bulan. Jika Bulan hanya dikuasai sebagian kecil manusia dan mengeksploitasinya, inilah konsekuensi etis itu.

Bahkan, sebelum kita mencapai tahap penambangan, tindakan mendirikan basis di Bulan untuk operasi penambangan pun sudah akan melibatkan penghancuran sejumlah besar tanah Bulan [‘regolith’] untuk membuat jalan bagi bangunan, atau membuat bahan bangunan itu sendiri.

Batuan-batuan  yang hancur tersebut dapat berisi petunjuk geologis yang berharga bagaimana Bulan, dan dengan perluasan Bumi, terbentuk. Bulan adalah kapsul waktu. Jawaban-jawaban tentang alam semesta dan juga bagaimana Bumi terbentuk. [Berbagai sumber]

 

Sumber: NASA

 

 

Exit mobile version