Mongabay.co.id

Hidup Bersama Gunungapi Semeru

Semeru, merupakan gunungapi aktif. Pada 17 April 2020 pukul 06:08 terjadi awan panas guguran sejauh 2.000 meterke arah Besuk Bang. Potensi erupsi menerus masih ada dengan sebaran material berupa aliran lava, hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar) di sekitar kawah dalam radius satu km dari pusat erupsi. Juga awan panas guguran sejauh empat km di sekitar lereng tenggara dan selatan.Foto : TNBTS/Toni Artaka

 

 

 

Warga Desa Argoyuwono, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Jawa Timur, tampak tenang. Mereka beraktivitas seperti biasa. Sebagian besar ke ladang, dan mencari rumput untuk hewan ternak. Meski selama sepekan terakhir aktivitas vulkanik Gunung Semeru terus meningkat. Guguran lava pijar dan awan panas meluncur dari kawah Jonggring Saloka.

Lokasi perkampungan penduduk Desa Argoyuwono ini berjarak sekitar 10 kilometer dari puncak Gunung Semeru. Sedangkan di Kabupaten Malang, sebanyak lima desa tersebar di tiga kecamatan yang terdekat dengan Puncak Semeru. Desa di kaki Semeru antara lain, Desa Tamansari, Argoyuwono, dan Taman Satrian (Kecamatan Ampelgading). Lalu, Desa Sumberejo, Kecamatan Poncokusumo dan Desa Bambang di Kecamatan Wajak.

Aprilijanto, Sekretaris Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Kabupaten Malang mengerahkan relawan yang tergabung di tim siaga bencana berbasis masyarakat (Sibat). Mereka merupakan relawan PMI di kawasan terdekat dengan Semeru. Anggota sibat terdiri dari perlindungan masyarakat (linmas), unsur pemuda dan pendidik di desa setempat.

Mereka terlatih penilaian dini, pengungsian dan penanganan pertama saat terjadi bencana. Para relawan SIbat akan lebih dulu penanganan kalau terjadi bencana. “Anggota Sibat terdepan. Berada di lokasi lebih dulu, ” katanya.

Mereka bertugas pendataan awal, seperti penentukan jalur pengungsian tepat dan aman. “Mereka terlatih untuk deteksi dini, evakuasi dan pengungsian,” kata Aprilijanto.

Kawasan perkampungan itu telah dipasang jalur pengungsian dan daerah aman untuk warga mengungsi. Juga pengalaman teknis mengevakuasi penduduk menuju lokasi pengungsian dalam waktu singkat dan cepat. Apalagi lokasi permukiman sebagian besar berada di jalur aliran lahar.

 

Semeru sedang beraksi. Foto : TNBTS/Toni Artaka 

 

Jalur pendakian

Jhon Kenedie, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS) mengatakan, jalur pendakian steril. Pendakian ditutup sudah beberapa bulan lalu, sejak terjadi kebakaran hutan di kawasan TNBTS. Juga buat pemulihan kawasan, agar lingkungan yang berbulan-bulan untuk pendakian kembali pulih. Alam, katanya, melakukan suksesi alamiah.

Selain itu, petugas juga memperbaiki jalur dan tanda rute pendakian. Untuk mencegah tak ada pendaki nekat, petugas juga berpatroli di kawasan itu dan memantau agar tetap terjaga.

“Pendakian Semeru hanya melalui jalur pintu masuk Ranu Pani. Tak ada pintu masuk lain,” katanya.

Masyarakat diminta tetap tenang dan waspada. Sekaligus mengikuti arahan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Masyarakat diimbau tidak beraktivitas dalam radius satu kilometer dan wilayah sejauh empat kilometer di sektor lereng selatan-tenggara kawah aktif. Lantaran kawasan itu wilayah bukaan kawah aktif Gunung Semeru (Jonggring Saloka) sebagai alur luncuran awan panas.

“Waspadai juga gugurnya kubah lava di Kawah Jonggring Saloka,” katanya.

BBTNBTS juga berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang dan Lumajang untuk mengantisipasi potensi luncuran lava pijar dan awan panas guna mencegah korban jiwa. Termasuk warga yang bermukim di bantaran sungai dan beraktivitas di Besuk Kembar, Besuk Kobokan dan Besuk Bang. Ketiga sungai itu jalur aliran lahar. Warga diminta mewaspadai ancaman bahaya aliran lahar.

Bagyo Setiono, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang menyiagakan relawan untuk mengantisipasi potensi bencana letusan Semeru.

Data PVMBG, katanya, menyebutkan ada potensi erupsi dengan sebaran material erupsi berupa guguran aliran lava pijar, hujan abu dan lontaran batu pijar di sekitar radius satu kilometer dari kawah Gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ada juga guguran awan panas sejauh empat kilometer di sekitar lereng tenggara dan selatan Semeru.

Warga, katanya, perlu waspada peningkatan gempa tremor dan guguran lava serta awan panas yang menandakan ketidakstabilan aliran lava dan penumpukan material erupsi di sekitar puncak, lereng dan hulu Besuk Bang, Besuk Kembar dan Besuk Kobokan. Ia berpotensi jadi aliran lahar, katanya, kalau terjadi curah hujan besar.

 

Aktivitas vulkanik

Hendra Gunawan, Kepala Mitigasi Gunung Api, PVMBG mengatakan, mereka pengamatan visual Semeru setiap saat melalui pos pengamatan di Gunung Sawur, Lumajang.

Semeru, katanya, salah satu gunungapi aktif di Indonesia. “Aktivitas Semeru meningkat sejak 2 Mei 2012, status level II atau waspada,” katanya.

Secara visual selama periode akhir Februari hingga awal Maret 2020, teramati letusan menerus dengan ketinggian kolom letusan berkisar 300-500 meter diatas puncak berwarna kelabu hitam. Ia disertai hembusan gas berwarna putih tipis dari arah kawah Jonggring Saloka. Interval gempa letusan rata–rata terjadi setiap satu jam sekali dan masih berpotensi terjadi letusan.

Pada 25 Februari 2020 dini hari, teramati satu kali guguran lava pijar dengan jarak luncur sekitar satu kilometer ke arah Besuk Kobokan. Sinar api ketinggian sekitar 50 meter, asap kawah tak teramati. Letusan 14 kali, amplitudo antara 10-22 milimeter dengan durasi 50-160 detik.

Rilis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, menyebutkan, pada periode 1-16 April 2020, aktivitas didominasi guguran lava dan erupsi tak menerus. Erupsi menghasilkan kolom berwarna kelabu setinggi 400-600 meter di atas puncak berwarna kelabu.

Saat tak terjadi erupsi, teramati  hembusan gas dari kawah Jonggring Seloko berwarna putih kelabu dengan tinggi 200–400 meter.

 

Memantau Semeru. Foto : TNBTS/Toni Artaka

 

Guguran lava pijar teramati ke arah Besuk Bang, Besuk Kobokan, dan Besuk Kembar dengan jarak luncur 500-1.000 meter dari pusat guguran. Sinar api diam teramati setinggi 10-20 meter dari Kawah Jonggring Seloko.

Pada 17 April 2020 pukul 06:08 terjadi awan panas guguran sejauh 2.000 meterke arah Besuk Bang. Potensi erupsi menerus masih ada dengan sebaran material berupa aliran lava, hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar) di sekitar kawah dalam radius satu km dari pusat erupsi. Juga awan panas guguran sejauh empat km di sekitar lereng tenggara dan selatan.

Untuk itu, warga perlu waspada peningkatan guguran yang menandakan ketidakstabilan ujung aliran lava. Ia berpotensi jadi awan panas guguran. Kemudian, terjadi penumpukan material erupsi di sekitar puncak, lereng dan hulu Besuk Bang, Besuk Kembar dan Besuk Kobokan. Kondisi ini, berpotensi jadi aliran lahar kalau terjadi curah hujan cukup besar.

Pada periode 1-16 April ini, terekam getaran banjir tujuh kejadian (hampir setiap dua hari sekali), seiring curah hujan dengan intensitas tinggi di wilayah Jawa Timur.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi merekomendasikan, pertama, masyarakat, pengunjung (wisatawan) tak beraktivitas radius satu km dari kawah aktif. Juga di wilayah sejauh empat km di sektor lereng selatan–tenggara, yang merupakan wilayah bukaan kawah aktif Semeru (Jongring Seloko) sebagai alur luncuran awan panas guguran.

Kedua, masyarakat bermukim di bantaran sungai dan beraktivitas di Besuk Kembar, Besuk Kobokan dan Besuk Bang, agar mewaspadai ancaman bahaya aliran lahar.

 

Keterangan foto utama: Semeru, merupakan gunungapi aktif. Pada 17 April 2020 pukul 06:08 terjadi awan panas guguran sejauh 2.000 meter ke arah Besuk Bang. Foto : TNBTS/Toni Artaka

 

 

 

 

Exit mobile version