Mongabay.co.id

Antisipasi Corona, dari Tutup Rehabilitasi Orangutan sampai Bikin Pembersih Tangan

Anak orangutan Sumatera di SOCP. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Penularan Virus Corona, makin mengkhawatirkan, bukan hanya manusia ke manusia, juga manusia ke satwa. Kondisi ini membuat banyak pihak makin khawatir, terlebih mereka bekerja di bidang perlindungan atau penyelamatan satwa langka seperti orangutan. Walau belum ada kasus penularan virus ini dari manusia ke hewan arboreal ini, namun melihat DNA mereka mendekati manusia, sekitar 97%, perlu ada antisipasi.

Lembaga penyelamatan orangutan, Yayasan Ekosistem Lestari-Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL – SOCP), menyatakan, perlu ada pencegahan penularan di karantina yang mereka kelola. Sejak 16 Maret 2020, mereka tutup total, termasuk lokasi penelitian orangutan.

Data YEL, penutupan sementara itu berlaku untuk Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP Sibolangit. Kemudian Stasiun Penelitian Orangutan Sekundur, Pusat Introduksi Jantho, Aceh, Pusat Penelitian Batang Toru, dan Pusat Penelitian Suwak Belimbing.

Baca juga: Penelitian: Jahe Merah dan Jambu Biji Potensial Tangkal Corona

Dokter hewan Citra Kasih Nente, Supervisor Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi YEL-SOCP mengatakan, dari awal pusat karantina dan rehabilitasi orangutan kelolaan Balai Besar Bonservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) dan YEL tidak terbuka untuk umum. Hanya pengunjung sangat terbatas bisa masuk ke pusat rehabilitasi ini, seperti petugas pemerintah dari BKSDA atau ada mahasiswa penelitian.

 

 

Ketika ada wabah ini, mereka lalu mengeluarkan surat kalau tutup total bagi pengunjung. Di lokasi, katanya, hanya ada dokter dan perawat satwa. Langkah ini diambil, katanya, untuk mencegah penyebaran Corona ke staf atau terpapar ke satwa.

Untuk kebersihan di pusat karantina dan rehabilitasi orangutan, kata Citra, sehari-hari pun menjaga kebersihan sudah berlaku. Sejak ada pandemi ini, katanya, mereka lebih meningkatkan lagi kebersihan dan saling mengingatkan perilaku higienis kepada siapapun di area karantina dan rehabilitasi orangutan.

“Misal, ada kendaraan masuk membawa buah untuk makanan orangutan ke rehabilitasi dan karantina orangutan, maka penyemprotan dengan desinfektan. Kemudian, tempat-tempat yang tersentuh dan sering tersentuh dengan tangan, akan pembersihan dan penyemprotan desinfektan,” kata Citra.

Pencegahan lain, katanya, dengan mengurangi kontak langsung dengan satwa atau menjaga jarak.

Baca juga: Bagaimana Pengelolaan Limbah Penanganan Corona? Ini Aturannya

Kemudian, mereka juga mulai menyiapkan logistik. Orangutan, katanya, banyak makan buah dan sayur, dan merupakan makanan tak tahan lama, hingga harus ada penyediaan pakan cukup sekaligus mengurangi lalu lintas atau pergerakan keluar masuk orang di pusat karantina ini.

Untuk berjaga-jaga andai ada satwa atau staf terpapar, ada menyiapkan area isolasi. Juga staf dan semua yang bekerja pada waktu bersamaan libur dan berganti tim lain. Intinya, makin banyak tim, makin baik.

Sugiyono Saputra, Peneliti Mikrobiologi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) mengatakan, kalau melihat dari kasus ebola, awal virus bersumber dari kelelawar, ada penelitian ke jenis monyet maupun kera, ternyata bisa sakit.

Jadi, katanya, ada kemungkinan karena kecocokan dan kekerabatan sesama jenis monyet atau kera ini, bisa serupa di Corona. Kemungkinan, katanya, penularan dari hewan satu ke yang lain bisa terjadi. Namun, dia tak bisa menyatakan, kalau virus ini menginfeksi manusia, otomatis bisa memaparkan pada orangutan.

 

Kandang sementara, kala orangutan Sumatera, jalani rehabilitasi. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Walhi bikin pembersih tangan

Sementara dari Sumatera Barat, guna mengantisipasi Virus, Corona Walhi Sumbar membuat pembersih tengan (hand sanitizer) dan masker kain untuk kelompok rentan.

“Kita kolaborasi dengan dampingan kita di Desa Balai Batu Sandaran di Sawahlunto. Pembuatan hand sanitizer di sekretariat yang di Padang. Cuma kalau minyak serainya kita gunakan produksi dari masyarakat di sana,” kata Uslaini, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, awal April lalu.

Uslaini mengatakan, Walhi Sumbar membagikan hand sanitizer untuk internal juga buat kelompok rentan. “Kita bagikan ke bapak-ibu pedagang sayur, pedagang kaki lima di Pasar Raya Padang, Pasar Nanggalo Siteba, Pasar Pagi Raden Saleh sama Pasar Pagi Ulak Karang, sama juga tukang ojek kita bagikan,” katanya, seraya bilang ada sekitar 305 botol mereka bagikan.

Inisiatif membuat hand sanitizer ini, katanya, karena Walhi Nasional menginstruksikan agar setiap sekretariat punya hannd sanitizer untuk tamu, relawan ataupun staf.

Dia bilang, mereka sulit menemukan hand sanitizer di apotek Kota Padang. Kalaupun ada, harga mahal dan produsen tidak jelas. Akhirnya, mereka memutuskan membuat pembersih tangan sendiri.

Menurut Uslaini, pembuatan termasuk proses pengemasan hand sanitizer ini hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit.

“Yang berat itu nyari alkoholnya. Karena itu sudah tidak tersedia lagi di gudang-gudang mereka yang biasa menjual di Padang. Kita berhenti bikin karea bahan baku nggak bisa lagi didapatkan,” katanya.

 

Bagikan masker kepada warga. Foto: Jaka Hendra Baittri / Mongabay Indonesia

 

Karena keterbatasan bahan baku, pasokan pembersih tangan mereka terbatas. “Akan dibagikan kalau ada permintaan warga.”

Walhi Sumbar pun beralih bikin masker kain dengan bahan-bahan relatif mudah ditemukan di pasar. “Kita bisa kolaborasilah dengan ibu-ibu tukang jahit di Air Pacah untuk membuat masker kain itu,” katanya.

Dia bilang, pembersih tangan sempat dipesan Walhi daerah lain. “Ada Walhi Kalimantan Barat dan Jawa Barat. Minta kirim. Ada juga Walhi lain yang inisiatif bikin sendiri seperti di Riau.”

Uslaini mengatakan, melihat tutorial pembuatan hand sanitizer di Youtube dari ahli farmasi. Dari situ, dia mendapatkan informasi bahwa pilihan harus pakai alkohol setidaknya lebih 60% agar virus mati.

“Kita gunakan yang 92 sama 96%. Harus diencerkan lagi. Dicampurkan lagi dengan aloevera gel, karena kalau tangan kena alkohol terus kulit bisa kering. Kita pilih aloevera karena punya sifat antibakterial juga,” katanya.

Selanjutnya, agar aroma tidak terlalu keras, ditambahkan aroma lain. “Butuh esensial oil untuk aroma, karena kita punya dampingan maka kerjasama dengan dampingan sekaligus membantu memasarkan produk Desa Balai Batu Sawahlunto itu. Kita tambahan minyak serai juga punya sifat antibakterial dan antivirus.”

Walhi Sumbar secara internal juga kerja dari rumah (work from home/WFH). Ada juga surat edaran Walhi Nasional yang menyampaikan agar Walhi meliburkan staf yang dalam kondisi rentan, seperti orang lebih 50 tahun atau sedang sakit. Staf lain boleh berkegiatan dengan tak melibatkan banyak orang.

Mereka WFH sampai kondisi cukup kondisif, termasuk penundaan pendampingan kasus. “Kita sediakan layanan online sama via telpon kalau ada hal yang perlu didiskusikan, kita sudah hentikan kegiatan-kegiatan pertemuan di tingkat masyarakat.”

Kebijakan WFH ini juga belajar dari beberapa kasus penularan di Sumbar. Mobilitas tinggi, katanya, membuat rentan bertemu carrier atau orang-orang yang berpindah dari zona merah ke tempat lain.

 

 

Keterangan foto utama:  Anak orangutan Sumatera di SOCP. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version