Mongabay.co.id

Terdampak COVID-19, Nelayan Harus Diberi Perhatian Khusus

Perahu yang terparkir karena cuaca buruk di kawasan Tempat Pelelangan Ikan Ngaglik, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Jatim pada awal Maret 2020. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Pandemi COVID-19 berdampak ke semua sektor, termasuk sektor perikanan, seperti nelayan, termasuk yang tinggal di wilayah kepulauan. Pembatasan ruang gerak membuat nelayan selama beberapa minggu menghentikan aktivitas melaut. Hal ini yang membuat mereka menjadi masyarakat yang rentan terdampak dari COVID-19 ini.

“Baru dua hari ini kami melaut, sebelumnya tinggal di rumah, selain karena ada larangan juga kami takut tertular Corona ini,” ungkap Muhammad Ridwan, nelayan dari Pulau Bontosua, Desa Mattiro Bone, Kecamatan  Liukang Tuppabiring, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Rabu (15/4/2020).

Sebagai langkah antisipasi, pulau ini menutup akses dari orang luar, kapal-kapal nelayan yang pulang dari laut harus disemprot cairan disinfektan. Akses untuk ke Makassar untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan air bersih juga dibatasi. Kalau dulunya bisa setiap hari, sekarang dibatasi dua kali seminggu saja.

Dampak lain yang dirasakan adalah harga ikan yang menurun drastis. Ikan tenggiri yang dulunya dijual dengan harga Rp60 ribu per kg, turun menjadi Rp40 ribu. Ikan banyar yang dulunya seharga Rp800 ribu per basket (keranjang), turun menjadi Rp600 ribu.

“Meski tidak untung banyak namun kami tetap haris melaut karena di pulau tidak ada pekerjaan yang lain bisa dikerjakan, sebagian besar warga adalah nelayan tangkap,” ujar Ridwan.

baca : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19

 

Nelayan adalah salah satu kelompok masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19, di sisi lain peran mereka penting dalam rangka produksi kebutuhan pangan masyarakat. Perlu intervensi khusus untuk mereka. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Dia berharap ada bantuan dari pemerintah berupa BBM dan sembako yang hingga kini belum mereka terima dari pihak mana pun.

Suardi, pedagang pengepul kepiting dari Kabupaten Maros mengakui dampak pandemi COVID-19 ini sangat dirasakan bagi masyarakat di desanya, yang sebagian besar adalah nelayan kepiting. Terjadi penurunan harga yang cukup drastis serta ketidakjelasan pasar di masa yang datang.

Selama ini mereka menjual kepiting ke sebuah perusahaan yang berkantor di Kawasan Industri Makassar (KIMA), namun sejak 16 April 2020 mulai menghentikan pembelian dari nelayan.

“Kita jual di perusahaan biasanya Rp35 ribu per kg, sekarang paling Rp15 ribu- Rp20 ribu. Itupun perusahaannya juga sudah berhenti membeli hari ini, jadi kita tidak tahu ke depannya seperti apa,” katanya.

Kini Suardi mencoba menjual kepitingnya lewat Facebook dengan harga Rp23 ribu, hanya saja pembeli masih terbatas.

baca juga : Pandemi COVID-19 Menurunkan Pendapatan Nelayan di NTT. Apa Solusinya?

 

Salah satu masalah utama masyarakat pulau adalah ketersediaan kebutuhan sehari-hari, termasuk air bersih, yang harus dibeli di daratan. Dengan adanya pembatasan mereka hanya bisa ke daratan dua kali seminggu, tidak setiap hari seperti biasanya. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Ketahanan Pangan

Menurut Yusran Nurdin Massa, peneliti dari Blue Forests, petani dan nelayan itu adalah garda terdepan untuk ketahanan pangan masa-masa pandemi, sehingga harus ada intervensi khusus untuk mereka.

“Kalau tidak ada intervensi dan insentif maka dampaknya akan luar biasa karena pandemi ini sepertinya akan lama dan ketika sektor ketahanan pangan ini tidak ditangani dengan baik, dampaknya akan lebih besar,” ungkapnya.

Dampak yang akan dirasakan adalah keran ekspor akan tersendat, sehingga produksi akan menurun dan akan berimbas pada penurunan harga. Di sisi lain, para nelayan juga butuh berusaha, sehingga kemudian perlu ada jaminan pasar pada hasil-hasil perikanan supaya nelayan-nelayan tidak malas melaut.

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah bagaimana menjamin keterpenuhan stok ikan konsumsi lokal. Tantangannya adalah kelas menengah yang tak bisa ke pasar dan kelas bawah yang di rumahkan tanpa penghasilan, sehingga tidak punya daya beli.

Kedua masalah ini harus diatasi, bagaimana kelas menengah bisa memperoleh ikan tanpa harus ke pasar, melalui penyediaan pola distribusi online. Pemerintah dalam hal ini bisa mendorong dan mendukung pelaku-pelaku distribusi ikan ini bisa jalan dengan skema online.

“Untuk kelas bawah, pemerintah bisa mendorong BUMN yang usahanya masih bergerak di masa pandemi untuk bisa membeli ikan-ikan nelayan kemudian didistribusikan ke masyarakat yang tak memiliki penghasilan. Selain itu, pemerintah juga bisa memberi subsidi dan adanya upaya kesetiakawanan sosial di level daerah agar bisa bergerak,” tambahnya.

perlu dibaca : Dampak COVID-19, Harga Ikan Tangkapan Nelayan Turun Drastis

 

Penjual ikan melakukan transaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Dampak yang ditimbulkan dari wabah virus COVID-19 ini yaitu harga ikan turun drastis. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dukungan Pemerintah Daerah

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Selatan, Sulkaf S. Latief, masyarakat nelayan khususnya di pulau-pulau memang termasuk kelompok yang sangat terdampak COVID-19 ini.

“Ini kondisinya hampir semua sama di seluruh Indonesia, karena adanya pembatasan, kemudian ekspor melambat, maka produksi juga terganggu. Harga juga turun. Di Makassar juga restoran tutup, padahal dari restoran ini nelayan bisa dapat harga yang cukup bagus. Harga rumput laut juga anjlok karena pasarnya terganggu, hanya udang windu yang bertahan,” katanya.

Tidak hanya produksi, masalah lain yang dihadapi sektor perikanan adalah pada distribusi hasil tangkapan dan suplai pakan untuk perikanan budidaya, karena banyaknya daerah yang menutup akses masuk ke wilayahnya.

“Kemarin di Kota Palopo para paggandeng (penjual ikan keliling) demo di dinas, selama ini mereka jual ke Toraja tetapi kan aksesnya ditutup, mereka tak bisa masuk, ini masalah besar juga. Belum lagi pakan yang sebagian dari Makassar tak bisa masuk. Jadi ini masalah di distribusi, bukan di perikanannya,” tambahnya.

Sulkaf mengakui dinasnya tidak memiliki anggaran tersendiri dalam menghadapi COVID-19 ini. Ia berdalih COVID-19 ini adalah masalah kesehatan yang secara teknis tidak terkait dengan institusinya. Anggaran ini berasal dari gugus tugas provinsi dan pemda kabupaten/kota.

“Kami tak ada anggaran khusus untuk ini sehingga kami bekerja sama dengan swasta dan pemda, sekarang di TPI sudah ada bantuan membagikan masker dan cuci tangan. Kita juga minta kepada dinas sosial bagaimana bantuan kepada nelayan yang tidak melaut. Kami tidak bisa sampai ke situ karena kami hanya teknis memproduksi perikanan.”

baca juga : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudi daya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19

 

Ikan demersal dan ikan karang hasil tangkapan nelayan yang dijual di TPI Alok Maumere kabupaten Sikka,NTT.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Menurut Sulkaf, tidak hanya untuk saat ini, tugas berat mereka nantinya adalah bagaimana membantu nelayan pasca pandemi agar perekonomian bisa jalan lagi.

“Kami sampaikan bagi nelayan tangkap BBM tak boleh tak ada, kita usulkan suplai BBM harus selalu tersedia, kalau perlu digratiskan, khususnya untuk nelayan kecil.

DKP Sulsel kini juga mendorong pemasaran melalui sistem online dengan memfasilitasi dan memberdayakan UKM di sektor perikanan.

“Di Makassar sebenarnya sudah ada fishmart, jauh sebelum COVID-19 ini, pemesanan pagi diantar siang. Kami punya binaan-binaan juga di daerah yang mulai gencar bisnis online. Pandemi ini membuat semua orang menjadi kreatif.”

Meski tak ada anggaran khusus dari dinas, pada rapat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, yang dilaksanakan 6 April lalu, DKP Sulsel telah menyampaikan anggaran penanganan pasca pandemi senilai Rp10,98 miliar.

“Bantuan ini nantinya akan digunakan untuk pengadaan logistik pangan kepada masyarakat pulau-pulau kecil yang mengalami kekurangan pangan akibat kurangnya pasokan yang disebabkan pembatasan sosial berskala besar.”

Bantuan juga berupa sterilisasi fasilitas umum melalui penyemprotan disinfektan dan penempatan sarana cuci tangan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Lalu, ada juga bantuan sarana produksi untuk nelayan (sarana alat tangkap dan alat penanganan hasil produksi). Bantuan sarana produksi untuk pembudidaya (bibit/benur pakan dan alat penanganan hasil produksi) dan bantuan sarana produksi untuk pembudidaya rumput laut (bibit dan tali).

Anggaran lain digunakan untuk program trauma healing terhadap masyarakat akibat dampak wabah COVID-19 serta penyuluhan pola hidup bersih dan sehat. Termasuk fasilitasi penerimaan kartu sembako.

***

 

Keterangan foto utama : Perahu yang terparkir karena cuaca buruk di kawasan Tempat Pelelangan Ikan Ngaglik, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Jatim pada awal Maret 2020. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version