Mongabay.co.id

Nasib Primata di Tengah Pandemi COVID-19

 

Pandemi COVID-19 masih berlangsung. Sampai saat ini, sudah ada 2.726.189 orang positif, dengan 191.074 orang meninggal di seluruh dunia. Setiap orang merasa ketakutan untuk berhubungan dengan orang selain keluarga. Diam di rumah dan mengisolasi diri menjadi cara teraman pada masa sekarang ini.

Memang, penularan virus corona dari orang ke orang tetap menjadi persentase tertinggi. Pada awalnya, karena adanya kesamaan genom dengan manusia, beberapa hewan liar dituding sebagai penyebar atau penular virus, diantaranya adalah kelelawar dan trenggiling yang di negara China dikonsumsi oleh manusia. Walaupun pada perkembangannya berdasarkan beberapa fakta di lapangan, tudingan itu menjadi perdebatan. Tetapi yang jelas, di Amerika penularan virus ini terjadi justru dari manusia ke hewan.

Seekor harimau di kebun binatang Bronx New York, dinyatakan positif terkena virus corona, tertular dari keeper kebun binatang. Peristiwa ini diyakini sebagai infeksi pertama yang diketahui pada hewan di AS atau harimau di mana saja, kata pejabat federal dan perwakilan kebun binatang pada Minggu, waktu setempat.

Selain itu, ada beberapa laporan juga di luar AS, bahwa anjing peliharaan atau kucing yang terinfeksi setelah kontak dekat dengan orang yang menular, termasuk anjing Hong Kong yang dites positif memiliki patogen tingkat rendah pada bulan Februari dan awal Maret.

Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan dalam hal ini, mengingat Indonesia merupakan negara tropis dengan keragaman hayati yang sangat tinggi. Ribuan spesies fauna hidup di negara kepulauan Indonesia. Ada yang secara DNA atau genom tidak mirip dengan manusia. Sehingga memiliki tingkat resiko yang relatif rendah terhadap penularan COVID-19. Tetapi banyak juga binatang yang memiliki DNA atau genom yang mirip dengan manusia, sehingga memiliki resiko tertular cukup tinggi, seperti primata.

baca : Pandemi COVID-19, Peringatan untuk Manusia Hidup Berdampingan dengan Satwa Liar

 

Seekor gorilla di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Primata dan Covid-19

Berdasarkan data The Integrated Taxonomic Information System (ITIS), jumlah primata di dunia terdapat sekitar 500 spesies, dan jumlah spesies primata di Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Madagaskar. Indonesia memiliki 62 spesies dengan sekitar 77 taksa fauna primata. Jumlah tersebut termasuk jenis primata yang dilindungi dan juga primata endemik.

Mengingat fauna primata mempunyai DNA yang hampir serupa dengan manusia, maka primata merupakan hewan yang sangat rentan terhadap COVID-19. Menurut Professor David H. Muljono, dari Eijkman Institute, dalam paparannya pada diskusi daring tentang primata dan corona yang diadakan Perhimpunan Ahli dan Primata Indonesia, pada Rabu (15/4/2020), mengatakan golongan kera dan sebagian besar monyet yang berasal dari daratan Afrika dan Asia, receptor virus SARS-COV-2 identik dengan manusia. “Sehingga resiko penularannya pun sama tingginya dengan manusia, sehingga beresiko terhadap keberadaan fauna primata,” katanya.

Dalam biokimia dan farmakologi, reseptor adalah molekul protein yang menerima sinyal kimia dari luar sel. Ketika berikatan dengan sinyal kimia, reseptor merespon dengan misalnya berubahnya aktivitas listrik sel. Reseptor dapat terikat pada membran sel, sitoplasma, atau nukleus, yang masing-masing hanya dapat dilekati oleh jenis molekul sinyal tertentu. Molekul pemberi sinyal yang melekat pada suatu reseptor disebut ligan, yang dapat berupa suatu peptida atau molekul kecil lain seperti neurotransmiter, hormon, obat, atau toksin.

baca juga : Zoonosis, Virus Corona, dan Perburuan Satwa Liar di Sekitar Kita

 

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Monkey Forrest, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pernyataan gabungan IUCN, SSC (Species Survival Comission), IUCN SSC Primate Specialist Group, WHSG (Wildlife Health Specialist Group) mengatakan bahwa tidak ada cara efektif untuk melakukan tindakan pencegahan penyebaran COVID-19 terhadap primate selain dengan mencegah kontak dengan manusia yang terinfeksi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Mereka membuat Pedoman Praktik Terbaik IUCN untuk Pemantauan Kesehatan dan Pengendalian Penyakit pada Populasi Kera Besar:

  1. Pastikan bahwa semua individu yang berdekatan dengan kera besar mengenakan pakaian bersih dan alas kaki yang didesinfeksi sebelum masuk taman
  2. Menyediakan fasilitas dan persediaan untuk mencuci tangan bagi semua individu yang memasuki kawasan lindung atau situs kera besar
  3. Mensyaratkan bahwa masker wajah bedah dipakai oleh siapa saja yang datang dalam jarak 10 meter dari kera besar
  4. Perkuat instruksi bahwa orang yang perlu bersin atau batuk harus menutup mulut dan hidung mereka dengan lekukan siku daripada tangan mereka; jika mereka perlu bersin atau batuk, mereka harus segera meninggalkan daerah itu dan tidak kembali
  5. Berikan pembersih tangan
  6. Pastikan penggunaan toilet secara eksklusif jauh dari hutan
  7. Menerapkan karantina 14 hari untuk semua orang yang datang dari luar negeri yang akan lebih sering dan dekat dengan kera besar liar

David mengatakan dalam beberapa hal terkait virus, fauna primata akan menolong manusia. Salah satunya dengan adalah dengan fakta tentang studi yang dilakukan di Spanyol dan China, bahwa kera yang diinfeksi tidak akan mengalami infeksi berulang. “Dari situlah ide tentang penggunaan plasma darah orang yang sembuh, untuk mengobati orang-orang yang kritis karena virus Sars Cov-2 ini muncul. Dan akan segera dilakukan dengan bekerjasama dengan PMI,” katanya.

perlu dibaca : Belajar dari Pandemi Corona, Cahyo: Jangan Ganggu Satwa Liar

 

Seekor anak lutung dalam pengasuhan di kawasan Karantina The Aspinall Foundation, Ciwidey Bandung. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan beberapa tindakan preventif untuk menghadapi fenomena COVID-19 ini terhadap fauna Indonesia. “KLHK sudah melakukan beberapa tindakan dalam kaitannya dengan COVID-19 ini, diantaranya menyampaikan surat edaran yang totalnya ada 3 edaran, sampai saat ini,” kata Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, KLHK dalam diskusi daring itu.

Indra mengatakan tiga surat edaran itu ditujukan untuk semua lembaga yang berwenang dan berhubungan dengan keanekaragaman hayati dalam kaitannya dengan COVID-19 itu adalah :

“Ada 3 point yang menjadi catatan dalam membuat panduan teknis dalam surat edaran yang ketiga. Yang pertama bagaimana melakukan pencegahan, lalu yang kedua bagaimana melakukan deteksi dini yang konteksnya adalah early warning, bagaimana intensitas misi ini bisa dilakukan, sehingga tindakan yang tepat bisa dilakukan, standarisasi APD perlu dilakukan terhadap orang yang berhubungan langsung dengan hewan. Selain juga untuk sementara kegiatan pelepasliaran untuk sementara ditiadakan dulu,” tutur Indra.

baca :  Cegah COVID-19, Sebanyak 56 Kawasan Konservasi Ditutup Sementara, Begitu Juga Kebun Binatang Surabaya

 

Seekor anak lutung dalam pengasuhan di kawasan Karantina The Aspinall Foundation, Ciwidey Bandung. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pada masa pandemi ini, lembaga-lembaga konservasi, kecuali kegiatan rutin seperti pemberian pakan dan kesehatan, semuanya telah dihentikan. Termasuk tidak adanya kunjungan pihak luar, peneliti dan volunteer pada lokasi rehabilitasi dan penyelamatan.

Sedangkan Sigit Ibrahim dari Pusat Rehabilitasi Primata Aspinal, mengatakan pihaknya menutup kunjungan site dari pihak luar dan pemberlakuan protokoler atau prosedur ketat untuk mencegah penyebaran COVID-19 ini. “Diantaranya adalah tempat cuci kaki dan tangan di areal kandang dibuat, pemantauan suhu tubuh setiap hari, perlakuan kebersihan pakan yang ekstra, dan penyemprotan desinfektan yang rutin di areal konservasi,” kata Sigit ketika dihubungi Minggu (12/4/2020).

Apapun memang bisa terjadi di masa wabah seperti ini, termasuk kemungkinan terburuknya adalah hilangnya satu spesies. Karena itu pencegahan dan prosedur ketat perlakuan terhadap hewan di masa pandemi menjadi keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Dan yang terpenting juga adalah bagaimana tindakan pencegahan penyebaran COVID-19 terhadap manusia yang bekerja di dalam lokasi lembaga konservasi, seperti melakukan rapid test.

 

Seekor siamang di Taman Safari Indonesia, Cisarua. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version