Mongabay.co.id

Rintih Petani Cabai Rawit Dikala Harga Panen Tidak Menentu

 

Beberapa buruh tani perempuan sibuk memanen cabai rawit. Ada yang tidak menggunakan sarung tangan, tetapi lebih banyak yang memakai. Selain lebih mudah digunakan untuk memetik, sarung tangan juga berfungsi untuk meminimalisir paparan sinar matahari.

Meski buah cabai masih berwarna hijau, para buruh panen ini nampak khusyuk memetik ketika matahari tepat berada di atas kepala. Sembari memperhatikan terjadinya luka dan patahnya cabang dan ranting, satu-persatu buah tanaman yang mempunyai nama latin Capsicum annum ini dipetik dengan hati-hati.

baca : Para Pejuang Pangan Turut Menjaga Keragaman Hayati Indonesia

 

Petani cabai rawit menyiram tanamannya saat musim kemarau. Selain membutuhkan perawatan yang ekstra tanam cabai rawit juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Setelah penuh di genggaman tangan, buah dari anggota genus Capsicum ini kemudian dimasukkan ke ember berukuran sedang berwarna hitam. Sementara buruh panen lain ada yang menggunakan kain yang dililitkan di pinggang untuk menampung cabai yang digenggaman tangan, polanya menyerupai kantong kangguru. Begitu penuh selanjutnya dioper ke karung.

Hasil panenan tersebut berikutnya dibawa ke tempat yang lebih teduh. “Kalau harganya bagus, meskipun buah masih hijau ya tetap di panen,” sebut Kartiami, petani asal Benges, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Jumat (17/04/2020).

Perempuan 40 tahun ini menjelaskan, harga cabai rawit di tingkat petani selalu mengalami perubahan dengan cepat. Untuk itu, pada saat harga sedang bagus meskipun kondisi buah belum masak dia segera memanen lebih awal.

Selain itu di musim hujan seperti sekarang ini dia khawatir cabainya bisa busuk dan rusak jika menunggu cabai sampai merah.

baca juga : Kebun Hidroponik di Atap Hotel, Siasat Pasok Pangan di Nusa Penida

 

Buruh panen memanen buah cabai rawit di lahan pertanian di Dusun Benges, Desa Sendangharjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Harga Tidak Stabil

Hal sama juga dikatakan Sholihin, petani lain, pria yang juga Ketua Kelompok Tani Maju Makmur ini menjelaskan, harga cabai rawit memang selalu mengalami perubahan. Karena tidak ada ketetapan harga sehingga petani sering merasa bingung.

“Sekarang per kilonya Rp30 ribu, kemarin Rp50 ribu per kilo. Harga cabai rawit ini tidak tentu, bahkan hitungan jam saja bisa berubah,” ucap pria kelahiran 1953 ini. Dia menduga ada permainan di tingkat tengkulak.

Lanjutnya, petani bisa diuntungkan ketika harganya bisa bertahan di nominal Rp50 ribu per kilogram. Jika sudah dibawah angka itu banyak petani yang merasa rugi.

Bahkan, pengalaman sebelumnya saat harga cabai rawit per kilogramnya pernah dibawah Rp20 ribu petani sudah tidak mau memanen. Begitu berbuah pohonnya langsung dimatikan karena merasa kecewa.

menarik dibaca : Musim Hujan, Penghasilan Petani Melon Menurun

 

Jika harga bagus meski kondisinya belum matang petani akan memanennya lebih awal. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

“Kalau tahun ini agak beruntung, harganya lumayan. Tahun lalu malah gak laku,” ujarnya. Bagi Sholihin jika harga cabai rawit mengalami penurunan, hal itu tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan.

Karena selain membutuhkan perawatan yang ekstra, menurutnya tanam cabai rawit ini juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Di lahan 200 meter persegi itu sekali panen dia bisa memanen satu kuintal setengah, jika stabil bisa sampai tujuh kali pemanenan. Setelah itu baru mengalami penurunan produktifitasnya.

Sementara untuk proses produksinya, Sholihin menjelaskan, tahap awal yaitu pemilihan benih yang mau ditanam. Kemudian melakukan pengolahan lahan dan penanaman. Langkah selanjutnya yaitu perawatan dan pemeliharaan. Lalu pemupukan susulan, penyiangan dilakukan secara rutin untuk menghindari pertumbuhan gulma.

baca juga : Jelang Panen Raya, Petani Jagung di Lamongan Malah Bisa Merugi. Kenapa?

 

Pasangan suami istri saat melakukan perawatan tanaman cabai rawit miliknya. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Terkendala Pengiriman

Saat dihubungi Khamim, selaku Petugas Pengendali Organisme Penganggu Tanaman-Pengamat Hama Penyakit (POPT-PHP) Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, menjelaskan, untuk produksi tanaman cabai rawit di wilayah Kecamatan Brondong saat ini tidak mengalami kendala. Hama yang menyerang relatif terkendali.

Adapun masa panen raya itu terjadi sekitar bulan Februari sampai Juni. Wilayah ini mampu menghasilkan kurang lebih 64 ribu ton cabai rawit selama panen raya musim ini, dengan keluasan lahan 800 hektar.

Hanya sekarang ini petani mengalami kendala di harga cabai rawit segar yang kurang bagus. Penyebabnya karena penyerapan keluar pulau terbatas, dampak dari pandemi COVID-19. Padahal sebelumnya, penyerapannya pernah sampai ke Mataram dan juga Timika. Sekarang ini hanya bisa memenuhi pasar lokal seperti Babat, Gresik dan Surabaya.

“Harganya turun kisaran Rp14-15 ribu per kilo. Ini masih bagus dibandingkan dengan tahun lalu yang anjlok sampai Rp3 ribu per kilo,” ujarnya. Padahal seharusnya harga cabai ditingkat petani itu normalnya Rp25 ribu per kilo.

baca : Alih Fungsi Lahan Penyebab Angin Kencang, Petani Apel Kota Batu Gagal Panen

 

Buruh panen menggunakan sarung tangan saat memanen cabai rawit. Petani bisa diuntungkan ketika harganya bisa bertahan di nominal Rp50 ribu per kilo. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Jika tidak memenuhi harga itu petani banyak yang merugi. Untuk meminimalisir kerugian saat panen petani tidak lagi mengenakan jasa buruh panen. Efeknya banyak yang menganggur. Padahal menurut dia tanaman cabai ini merupakan jantung perekonomian warga setempat. Selain kendala di penyerapan ke luar pulau, faktor lainnya sekarang ini memang sedang memasuki musim panen raya.

Sementara itu, dilansir dari republika.co.id, Prihasto Setyanto, Direktur Jendral Hortikultura, mengatakan, untuk produksi cabai jenis rawit dan besar pihaknya akan berupaya untuk meningkatkan sebanyak 7 persen atau sekitar 2,82 juta ton untuk tahun ini.

Kementerian Pertanian (Kementan) akan melakukan beberapa upaya diantaranya yaitu memfasilitasi kawasan sentra cabai dengan dukungan APBN dan juga optimalisasi fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga hanya 6 persen.

Selain itu, Kementan katanya terus mengembangkan penyediaan benih unggul sekaligus dukungan pengairan dan alat mesin pertanian.

 

Dampak pandemi Covid-19 menyebabkan harga cabai rawit ditingkat petani sekarang ini mengalami penurunan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version