Mongabay.co.id

Tumpahan Oli Bekas PLTU Teluk Sepang Diduga Cemari Kebun Warga

 

 

Bau tumpahan minyak begitu menyengat hidung, di areal kebun sawit dan palawija seluas dua hektar di belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap [PLTU] Teluk Sepang Bengkulu. Suarli, anggota Koalisi Langit Biru langsung menutup hidung dengan masker kain.

Koalisi Langit Biru adalah kelompok masyarakat dari Kelurahan Teluk Sepang dan aktivis lingkungan Bengkulu yang menolak energi kotor dari batubara di Teluk Sepang.

“Tumpahan oli ini sudah sepuluh hari, menggenangi sebagian kebun,” katanya, Rabu [15/4/2020].

Lima meter dari pondok di kebun itu, ada dua drum minyak berwarna merah putih. Dinding drum sudah karatan. Di beberapa tempat, tampak bekas lubang dan belahan. “Drum inilah yang diduga polisi sebagai sumber oli yang membanjiri kebun,” jelas Suarli.

Namun, pemuda 28 tahun itu tak percaya begitu saja. Dia menyenter isi drum, yang nyatanya hanya ada air bercampur karat. “Kalau drum berisi minyak, seharusnya belum ada karatan,” tutur dia.

Suarli dan beberapa teman dari Koalisi Langit Biru menunjuk tangki putih di seberang parit. Tampak hanya satu unit. “Dugaan kami, tumpahan oli berasal dari tangki tersebut,” kata pria keriting itu.

Baca: Pembangunan PLTU Teluk Sepang Tidak Sesuai RTRW Bengkulu

 

Sampel oli yang menggenangi kebun warga yang diduga berasal dari PLTU Teluk Sepang. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Antara kebun sawit dan lahan PLTU memang dipisahkan parit sekitar empat meter. Bila selesai hujan, air menggenangi sebagian kebun dan menutupi parit.

Luasan genangan tumpahan oli pada Rabu [15/4/2020] cukup lebar, dari pantauan Mongabay Indonesia hampir satu hektar. Penyebaran oli terbantu air. Tim Koalisi Langit Biru mengambil sampel oli melalui botol minuman mineral berukuran 330 mililiter. Tampak jelas, oli masih baru, berjenis hidrolik.

“Ini baru, cair seperti oli hidrolik,” kata Suarli.

Suarli yakin, sumber oli berasal dari tangki minyak milik PT. Tenaga Listrik Bengkulu [PT. TLB], yang merupakan pengelola PLTU Teluk Sepang Bengkulu. Kecurigaan Suarli bukan tanpa alasan, sebab ketika hari pertama tumpahan menyeruak ke publik, jumlah tangki enam unit. Ketika dipantau ulang Rabu [15/4/2020], hanya satu unit.

Baca: Penolakan PLTU Teluk Sepang Terus Digemakan Warga

 

Koalisi Langit Biru menyatakan, sumber oli diduga kuat berasal dari tangki minyak milik PT. Tenaga Listrik Bengkulu [PT. TLB], yang merupakan pengelola PLTU Teluk Sepang Bengkulu. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Tanaman rusak

Nurjanah [57], menunjukkan rekaman video di handphone ketika ia bertemu Kepala Bidang II Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Provinsi Bengkulu, Zainubi, di pondok kebun sawitnya, Senin [13/4/2020].

“Dua hari lalu saya bertemu. Dia bilang minyak yang menggenangi kebun itu bukan limbah,” kata Nurjanah, ditemui di rumahnya, di Lempuing, Kota Bengkulu, Rabu [14/4/2020] pagi.

Nurjanah adalah pemilik kebun yang ditumpahi minyak. Dia petani tumpang sari sawit dan palawija di Kelurahan Teluk Sepang, sejak tahun 2000.

Nurjanah menjelaskan, tumpahan minyak dia ketahui Ahad [05/4/2020]. Siang itu, dia menerima laporan warga yang sering memancing ikan di parit pembatas kebun dan lahan PLTU. “Tepatnya di lokasi penumpukan barang-barang milik PLTU. Namun belum diketahui jelas jenis minyak tersebut, namun ikan-ikan yang biasanya banyak, tidak ada lagi,” kata perempuan tiga anak itu, meniru ucapan warga yang melaporkan.

Merasa tak terlalu penting, ditambah sibuk dengan pekerjaan lain, Nurjannah yang biasa dipanggil Buk Nur, lupa melihat langsung sumber pencemaran.

Selang tiga hari, Rabu [08/4/2020], Buk Nur ke kebunnya. Hari itu dia melihat genangan minyak. Buk Nur memperkirakan sekitar satu hektar lahan garapannya tercemar. Puluhan batang sawit, batang kelapa, palawija berjenis terong, ubi, labu, dan kacang tanah tergenang minyak.

“Minyak berawal dari parit, menyebar ke kebun pada Rabu pekan ke dua April,” keluhnya.

Baca juga: Rencana PLTU Terdampak COVID-19, Saatnya Kesehatan Warga jadi Pertimbangan saat Bangun Pembangkit

 

Begini kondisi tanah yang terkena genangan oli bekas. Tampak juga seekor capung mati. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Buk Nur kecewa atas kejadian ini. “Sejak 2016, empat hektar lahan saya sudah digerogoti pembangunan PLTU Teluk Sepang. Kini, dua hektar lahan sisa sering tergenang air karena tanggul bagian depan ditutup. Sekarang, ada tumpahan minyak. Apakah ini cara mengusir saya?,” tanya Buk Nur.

“Saya tahu betul, dua drum yang tergeletak di depan pondok saya adalah alat penyeberangan para pencuri barang bekas di pekarangan PLTU. Drum digunakan sebagai rakit,” lanjutnya.

Hamidin, tokoh masyarakat Kelurahan Teluk Sepang, mengatakan memang ada pencuri barang bekas yang sering memanfaatkan drum tersebut sebagai alat penyeberangan.

“Kami masyarakat, pada Selasa [07/4/2020], menyaksikan aparat Kepolisian sekitar 8 orang melakukan olah tempat kejadian perkara [TKP] dan membolongi dua drum dengan gergaji. Penyebabnya, drum tersebut diduga sebagai alat penyeberangan para pencuri barang bekas. Dengan demikian, tak bisa digunakan alasan sumber tumpahan minyak dari dua drum tersebut,” kata Hamidin ditemui di rumahnya.

“Sumber minyak berasal dari tangki warna putih di seberang parit itu,” tuturnya.

 

Sidak lapangan yang dilakukan DLHK Bengkulu ke lokasi pencemaran . Foto: Dok. DLHK Bengkulu

 

Fakta lapangan

Simpang siur sumber minyak bekas yang mencemari kebun warga, menjadi perhatian pihak Kepolisian. Kepala Humas Polisi Daerah [Polda] Bengkulu, Kombes Pol. Sudarno mengatakan pihaknya sedang melakukan penyelidikan.

“Nanti dikabarkan lagi perkembangannya. Saya belum dapat data dari penyidik,” kata Sudarno singkat, melalui pesan WhatsApp, Senin [20/4/2020].

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Provinsi Bengkulu, melalui Kepala Bidang II Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran, Zainubi, menegaskan pihaknya sudah langsung ke lapangan.

“Kami telah kroscek lapangan, ada beberapa fakta yang kami dapatkan,” kata Zainubi, Rabu [12/4/2020] malam.

Pertama, lokasi yang diduga pencemaran itu di luar area PLTU. Kedua, lokasi kebun sawit yang tercemar; merupakan lahan PT. Pelindo, oleh masyarakat ditanami sawit, dan lahan tersebut adalah tadah hujan sehingga saat terjadi hujan, air menggenangi kebun.

Ketiga, dugaan limbah yang diduga mencemari kebun sawit itu, bukan oli bekas. “Sejenis solar, yang dilakukan orang tidak bertanggung jawab, sebab tempat tersebut merupakan jalan umum masyarakat untuk berkebun,” tutur Zainubi.

Keempat, analisa Bintara Pembina Desa [Babinsa], Polsek Kecamatan Kampung Melayu, dan pihak PT. TLB menunjukkan, ada drum kosong yang digunakan sebagai rakit untuk mencuri besi bekas dan sisa konstruksi milik PT. TLB. Oleh pihak Babinsa, drum itu dibocorkan.

“Luas yang tercemar solar hanya 3 sampai 10 meter saja,” katanya.

Enam, untuk memastikan pencemaran akan dilakukan uji lab lebih lanjut. Tujuh, ada faktor kesengajaan membuang limbah [solar]. “Diduga ada kepentingan lain,” paparnya.

 

Suarli dari Koalisi Langit Biru, menunjukkan tangki berwarna putih di seberang parit yang kini hanya tersisa satu unit. Foto: Ahmad Supardi/ Mongabay Indonesia

 

Klaim PT. Tenaga Listrik Bengkulu

Direktur PT. Tenaga Listrik Bengkulu [PT.TLB] Singgih Hari Santoso memastikan, seluruh kegiatan yang berlangsung di PLTU sesuai standar ketentuan dan regulasi pemerintah.

Singgih menyatakan, pihaknya mematuhi aturan yang disyaratkan pemerintah dalam Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya [LB3]. “PT. TLB sudah memiliki izin menyimpan LB3 pada Tempat Penyimpanan Sementara LB3 [TPS LB3],” jelas Singgih, dikutip dari Rakyat Bengkulu, Sabtu [18/4/2020].

Singgih mengklaim, pencatatan neraca LB3 di TPS, dokumentasi pengangkutan, surat jalan, sampai pengisian buku kunjungan oleh petugas keamanan untuk pengeluaran barang PLTU, sudah dilakukan.

“Tak ada toleransi apabila proses pengangukatan LB3 dari PLTU tidak sesuai SOP yang ditetapkan. Jika melanggar, itu bukan tanggung jawab PT. TLB, karena menyalahi SOP dan dapat dikategorikan tindakan ilegal, kriminal, serta melawan hukum,” ujarnya.

 

Tangki minyak perusahaan yang sebelumnya ada sekitar enam unit, setelah terjadi pencemaran haya ada satu unit. Foto: Dok. Koalisi Langit Biru

 

“Kami minta, tindakan penyelamatan lingkungan dilakukan pihak yang bertanggung jawab atas kepemilikan oli, serta pemerintah yang telah memberikan izin kegiatan,” kata Olan Rahayu, Juru Kampaye Energi dari Kanopi Hijau Indonesia, yang mengadvokasi masyarakat Kelurahan Teluk Sepang.

Dia menegaskan, indikasi sumber oli berasal dari PLTU dicurigai karena hilangnya tangki putih milik PT. TLB yang selama ini letaknya berdekatan dengan kebun masyarakat. “Kami minta Polda Bengkulu menyelesaikan masalah ini secara hukum, jangan sembunyi-sembunyi, apalagi tidak ada tindak lanjut,” paparnya.

Menurut Olan, kita harus merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Bab XVIII tentang sanksi administratif bagi pelanggar pencemaran B3. Terutama, Pasal 243 ayat 3 yang berbunyi paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b ada 2 yaitu penghentian sementara kegiatan dan tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan.

“Kami minta penghentian sementara kegiatan PLTU Teluk Sepang untuk memulihkan fungsi lingkungan,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version