Mongabay.co.id

Asa Warga Pertahankan Lahan Patah di Pengadilan, Pelabuhan Kijing Melaju

Di balik pagar seng itu, mulai pembangunan Pelabuhan Internasional Kijing. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Duapuluh tujuh Februari lalu, Nek Uning, masih ingat, terakhir kali dia menempati rumahnya. Dia menangis, bersujud dan pingsan saat PN Mempawah eksekusi lahan milik warga Desa Sungai Kunyit Laut ini.

Pagi itu, diawali apel pagi, PN Mempawah dengan 600 personel gabungan TNI/Polri, dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Mempawah mengeksekusi hasil konsinyasi pembebasan lahan dan bangunan terdampak proyek strategis nasional (PSN) Pelabuhan Kijing di Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah.

Ada 15 obyek eksekusi, terdiri dari tujuh lahan, tiga bangunan, dan lima lahan dan bangunan berlokasi di Desa Sungai Kunyit Laut, Kecamatan Sungai Kunyit.

Baca juga: Menyoal Pembangunan Pelabuhan Internasional Kijing

Lahan-lahan itu milik Supriadi 2.929 meter persegi, Janani (2.021 m2), Rabiah (4.363 m2), Lina Apriana (390 m2 ), Yusmaniar (5.064 m2) , Fatmah (198 m2), dan Badrun Rais (7.063) m2.

Untuk tiga bangunan atas nama Rudi Hartono, Rusmini dan Edi Aprianto, serta lima lahan beserta bangunan milik Mastur MD seluas 1.149 meter persegi, Jamiah (639 m2), Noor Solihin (385 m2), Nurasiah (394 m2), dan Yanti Tri Puspita (5.411 m2). Total, ada delapan rumah dan tujuh lahan kosong.

Eksekusi ini bagian dari proses hukum setelah PN Mempawah menolak gugatan sebagian warga pada 19 November 2019. Permohonan eksekusi diajukan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, yang dikabulkan pada 2 Desember 2019. Sebelum pengosongan lahan, PN Mempawah menyampaikan teguran tertulis kepada warga, pada 18 Desember 2019.

Dalam siaran pers, PT Pelabuhan Indonesia menyatakan, sudah ada teguran tertulis lanjut dengan surat pemberitahuan eksekusi PN Mempawah, pada 24 Februari 2020. Eksekusi itu setelah ada keputusan berkekuatan hukum tetap.

Ari Sugiri, General Manager IPC Cabang Pelabuhan Pontianak, menyatakan, 97% lahan sekitar 200 hektar milik 924 warga (danom) telah kosong. Sisanya, sekitar 3%, pembebasan lahan perlu proses lebih lanjut.

Dia menyayangkan sikap warga yang masih menolak pembebasan lahan, karena alasan ganti rugi tak sesuai. “Sejak awal kami sadar, warga berhak mendapatkan ganti rugi yang pantas, kami sebut sebagai ganti untung. Nilai kompensasi bahkan melampaui NJOP (nial jual obyek pajak-red), serta di atas nilai yang ditetapkan Pemprov Kalbar berdasarkan rekomendasi Tim Terpadu,” katanya.

 

Ikan asin produksi perempuan nelayan. Setelah ada proyek pembangunan pelabuhan, tangkapan ikan berkurang, bahan baku ikan asin pun berkurang. Foto: Aseanty pahlevi/ Mongabay Indonesia

 

Dia pun memastikan pembebasan lahan sesuai mekanisme dan prosedur. Mekanisme ganti rugi lahan untuk pembangunan Pelabuhan Kijing, katanya, mengacu pada Perpres Nomor 62/2018. Perpres itu mengatur, nilai ganti rugi berdasarkan pada perhitungan tim penilai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yang bekerja independen dengan melibatkan masyarakat.

Pelabuhan Kijing di Kabupaten Mempawah merupakan pengembangan dari Pelabuhan Pontianak. Sebagai salah satu proyek strategis nasional, pelabuhan ini akan jadi salah satu dari tujuh terminal penghubung, memperkuat konektivitas nasional.

Kini, Uning, terpaksa menghuni tempat tinggal sementara yang disediakan pemerintah. Mereka diberi waktu empat bulan untuk membuat hunian baru. Jaya Tama, warga Sungai Kunyit, berbicara mewakili warga. “Waktu empat bulan tidak mungkin untuk membangun rumah secepat itu,” katanya. Terlebih, saat pandemi Virus Corona, melanda negeri ini.

Saat ini, kata Jaya, untuk hidup saja mereka mereka sulit. Tempat usaha sebelumnya berjalan normal, harus mulai lagi dari awal. Terlebih, saat pembatasan sosial dan jarak sangat sulit membangun ekonomi. “Hingga kini belum ada bantuan dari pemerintah. Saya sendiri belum pernah dengar ada keinginan pemda membantu,” katanya.

Upaya mereka meminta keadilan melalui Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji pun tak mendapat balasan. Pemerintah Mempawah menyatakan kewenangan berada di provinsi.

Untuk memenuhi keperluan hidup mereka, warga hanya mengandalkan uang simpanan. “Setiap warga terdampak, nasibnya berbeda-beda,” kata Jaya lagi.

Warga, katanya, belum menerima keputusan pengadilan ini. Ada satu warga yang saat eksekusi kehilangan tabungan Rp1 juta.

Warga jadi nelayan, tak lagi bisa berlayar. Kapal mereka tidak bisa berlayar jauh. Kawasan yang biasa jadi tempat mencari ikan, tak lagi boleh mereka masuki. Pemasukan tambahan dari kebun pun tak lagi bisa diandalkan. Dengan ganti rugi yang ada, kata Jaya, beberapa warga kesulitan mencari lahan pengganti, baik untuk tempat tinggal maupun usaha.

Masalah ganti rugi lahan tak sampai situ. IPC harus ganti rugi lahan pemakaman warga Tionghoa di Desa Sungai Kunyit Laut. Ada dua kepengurusan dalam lembaga kematian itu, yakni, Yayasan Pelayanan Kematian Orang Tionghoa dengan akta pendirian tahun 1976 (YPKOT 76), lebih dikenal dengan Yayasan Bhakti Baru (YBB), akta notaris 2018.

 

Nelayan tradisional yang tinggal di sekitar Kijing, yang terdampak pembangunan pelabuhan. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Untuk ini, Cornelis, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, berupaya menjembatani. Dia berkunjung ke Mempawah untuk menerima aspirasi masyarakat di masa reses pada pertengahan Maret 2020. Cornelis berjanji mempelajari masalah ini. Pada akhir dialog, dia menyatakan, kalau ada indikasi pemalsuan dokumen, akan diselesaikan melalui jalur hukum.

Cornelis juga mewanti-wanti Pelindo agar tidak melakukan pembayaran ganti rugi aset sebelum ini jelas. Dia juga meminta ahli waris pemilik kuburan tidak main hakim sendiri dan menekankan pemerintah daerah membantu penyelesaian perkara ini.

Mantan Gubernur Kalbar menyarankan, Pelindo membayar ganti rugi per makan saja untuk menghindari mafia tanah. Dia bilang, persoalan lahan di Indonesia berbeda dengan sejumlah negara seperti Tiongkok, Vietnam, Laos dan Thailand.

Di luar negeri, ketika pemerintah perlu tanah untuk pembangunan, warga harus menyerahkan. “Kalau di Indonesia berbeda. Biasanya sudah diberikan hak, sudah disepakati, lain lagi ceritanya. Apalagi, jika ada provokasi, tambah rumit.” Belum lagi masih banyak warga hanya melihat persoalan pembebasan lahan dari sudut pandang ekonomi dan hukum. Padahal, permasalahan tanah paling utama berkaitan dengan aspek politik, administrasi hingga sosial.

 

Rumah-rumah warga yang sudah ditinggalkan untuk pembangunan Pelabuhan Kijing. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Pendongkrak ekonomi?

Awal 2000, Pemerintah Kalbar menggadang-gadang membuat pelabuhan berskala internasional. Bahkan, wacana itu sudah ada sejak masa pemerintahan Gubernur Aspar Aswin, dan berlanjut hingga Usman Dja’far. Adalah Pulau Temajok dan Pulau Datok di Sambas yang paling mungkin saat ini. Bahkan, sudah ada pemancangan batu pertama.

Berganti kepala daerah, wacana beralih ke Tanjung Gundul, Bengkayang. Belakangan di kawasan ini dibangun pembangkit listrik tenaga uap. Di era Cornelis, wacana pelabuhan internasional akan dibangun di Pulau Pelapis, Kayong Utara.

Pada 2014, Sekretaris Daerah Kalbar, M Zeet Hamdy, menyatakan, kepada media Tiongkok berencana menginvestasikan dana Rp30 triliun untuk membangunnya. Pelabuhan ini akan jadi tempat penampungan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), tambang serta bahan bakar minyak skala besar.

Bahan bakar minyak itu, katanya, bisa untuk memenuhi kebutuhan di Kalbar sendiri, Kalimatnan Tengah, sertadan sekitar Kalbar.

Pertimbangannya, Pulau Pelapis berada di perlintasan internasional, dan langsung ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Sutarmidji mengklaim, pembangunan pelabuhan ini keinginan warga sejak 20 tahun silam. “Pelabuhan Kijing bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi Kalbar. Kalbar sebagai penghasil CPO terbesar kedua di Indonesia namun saat ekspor pajak tidak diterima sepeser pun karena Kalbar tidak memiliki pelabuhan ekspor internasional,” katanya.

Produksi sawit Kalbar posisi kelima dari enam sentra dengan kontribusi sekitar 7% dari produksi nasional.

Pelabuhan Dwikora Pontianak, hanya punya kemampuan pelayanan 300 DWT (deadweight tonnage). Kedalaman cuma enam meter, hingga kapal besar tak bisa singgah. Dia menilai, pembebasan lahan Pelindo sudah sesuai aturan berlaku.

Pada 2020, Pelabuhan Kijing akan beroperasi. Saat meninjau pembangunan 17 Januari lallu, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) / IPC, Elvyn G. Masassya, menyatakan, progres pembangunan sesuai rencana.

Kapasitas maksimal Pelabuhan Kijing bakal mencapai 500.000 TEUs dengan pengoperasian awal akan bertahap. Pelindo II melengkapi terminal dengan fasilitas bongkar muat cair (liquid) selain peti kemas dan multipurpose terutama untuk pengiriman CPO.

Rencananya, Pelabuhan Kijing mampu menangani bongkar muat peti kemas 1,95 juta TEUs per tahun, kapasitas terminal cair mencapai 12,1 juta ton dan kapasitas curah kering 15 juta ton per tahun. Untuk kapasitas terminal multipurpose 1 juta ton per tahun. Jadi, pelabuhan ini akan mengakomodir berbagai komoditas unggulan di Kalbar, termasuk untuk ekspor.

IPC juga sepakat dengan PT Aneka Tambang, yang bersama Inalum dan investor asal Tiongkok mendirikan pabrik smelter alumina di Mempawah. IPC juga sepakat dengan pabrik-pabrik pengolahan sawit di Kalbar untuk mengapalkan hasil produksi lewat Kijing.

 

Pelabuhan Internasional Kijing, dalam pengerjaan Juni 2019. Rencana, pelabuhan ini mulai beroperasi 2020. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan studi kelayakan, lokasi pelabuhan berada di Selat Karimata yang jadi penghubung Sumatera dan Kalimantan. Posisi Kijing juga berdekatan dengan Singapura, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan. Ia bisa jadi pusat smelter, aspal, distribusi CPO, transshipment bahan bakar. Sedangkan Pelabuhan Pontianak, akan jadi feeder bagi Kijing.

IPC telah memperoleh konsesi pembangunan dan pengusahaan jasa kepelabuhanan Kijing selama 69 tahun. Pemerintah memberikan penugasan berdasarkan Peraturan Presiden No 43/2017 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Pelabuha Kijing di Kalbar.

Kijing akan jadi pelabuhan berstandar internasional terbesar di Kalimantan. Ia dibangun di areal seluas 10 hektar, dan akan jadi pelabuhan dengan konsep digital port.

Sebagai daerah yang mempunyai potensi bauksit, CPO, timber, karet, dan produk ikan, Pelabuhan Kijing dirancang memberikan kemudahan berbisnis one stop services bagi para investor. Ia bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seluas 5.000 hektar. KEK ini dibangun bertahap.

Pelabuhan yang dibangun dengan investasi sekitar Rp14 triliun ini akan jadi salah satu dari tujuh terminal penghubung, yang akan memperkuat konektivitas nasional. Pemerintah Kalbar dan Pemerintah Mempawah  mendukung operasional pembangunan Pelabuhan Kijing dengan relokasi jalan nasional sepanjang 2,6 kilometer yang melintasi kawasan pelabuhan. IPC membangun jalan baru sepanjang enam kilometer untuk memperlancar arus lalu lintas kendaraan, yang tak bersinggungan dengan operasional pelabuhan.

Pembuatan jalan ini agar keluar masuk kendaraan tak mengganggu jalan kendaraan umum. Pemprov Kalbar juga melebarkan jalan di kawasan Senggiring dan pemindahan akses jalan dari Desa Sungai Limau menuju Kelapa Empat.

Untuk membangun jalan bebas hambatan Pontianak – Kijing, Sutarmidji menandatangani nota kesepahaman bersama Art Tuhfah Ventus, perusahaan Malaysia. Sekaligus memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, akan soft launching akhir Juli 2020.

 

Keterangan foto utama: Jalan nasional di depan Pelabuhan Kijing, yang bakal direlokasi. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version