Mongabay.co.id

Negara Wajib Selamatkan Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Nelayan Skala Kecil

Buruh sortir ikan atau ngorek istilah setempat, menggunakan masker kain seiring mewabahnya virus COVID-19. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Imbauan untuk mengonsumsi ikan kepada masyarakat Indonesia sebagai upaya untuk memperkuat daya tahan tubuh di tengah situasi darurat kesehatan karena penyebaran COVID-19, terasa menjadi imbauan yang ambigu. Pemerintah Indonesia yang mengeluarkan imbauan tersebut, seharusnya bisa lebih peka memahami situasi sekarang setelah COVID-19 merebak.

Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyikapi imbauan yang diungkapkan oleh Presiden RI Joko Widodo belum lama ini. Menurut dia, seharusnya Presiden tahu bagaimana kondisi nelayan yang menjadi pemasok utama untuk kebutuhan ikan masyarakat Indonesia.

“Seharusnya Presiden melakukan juga langkah-langkah untuk menyelamatkan rumah tangga nelayan dan pelaku perikanan rakyat di Indonesia yang terdampak penyebaran COVID-19,” ungkap dia dalam keterangan resmi yang dikirim kepada Mongabay, pekan lalu.

Susan mengatakan, perlunya Presiden menyikapi dengan baik dan melaksanakan langkah-langkah penyelamatan untuk rumah tangga nelayan, karena memang nasib para penghuni wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil itu saat ini semakin terpuruk akibat penyebaran COVID-19. Kondisi itu membuat masyarakat pesisir semakin banyak yang merasakan kesulitan ekonomi.

“Bagaimana mungkin nelayan bisa melakukan aktivitas menangkap ikan, sementara pada saat yang sama mereka harus berhadapan dengan ancaman serius penyebaran COVID-19?” ucap dia.

baca : Dampak COVID-19, Harga Ikan Tangkapan Nelayan Turun Drastis

 

Penjual ikan melakukan transaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Dampak yang ditimbulkan dari wabah virus COVID-19 ini yaitu harga ikan turun drastis. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dengan kata lain, ancaman yang dihadapi masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan dan pelaku perikanan rakyat saat ini bukan hanya terkena COVID-19 saja. Melainkan juga, mereka menghadapi ancaman tidak bisa mendapatkan konsumsi bahan pangan pokok untuk keluarga mereka dikarenakan harga yang terus naik dan pendapatan yang terus menurun.

Oleh itu, menurut Susan, daripada Presiden RI Joko Widodo terus mendorong masyarakat untuk mengonsumsi ikan di saat situasi sekarang, alangkah lebih baik jika Presiden bisa mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bisa melihat langsung kondisi nelayan di lapangan dan melakukan langkah penyelamatan yang jelas dan tegas.

“Negara harus hadir untuk mereka,” tambah dia.

 

Dampak Buruk

Susan menerangkan, dari data yang berhasil dikumpulkan KIARA saat ini, tercatat ada banyak dampak buruk yang harus dirasakan oleh masyarakat pesisir, terutama yang berprofesi sebagai nelayan. Rinciannya:

  1. Hilangnya kesempatan untuk pergi melaut karena ketiadaan modal sejak pra-produksi;
  2. Penurunan pendapatan karena terputusnya supply chain usaha perikanan;
  3. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan) akibat semakin naiknya harga kebutuhan bahan pokok pangan;
  4. Tinggi angka kriminalitas yang dialami oleh nelayan, karena sulitnya kehidupan ekonomi;
  5. Tingginya angka kekerasan yang dialami oleh perempuan nelayan; dan
  6. Absennya Pemerintah untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan keluarga nelayan di tengah-tengah penyebaran COVID-19.

Susan mengatakan, daftar kesulitan yang harus dirasakan keluarga nelayan dan pelaku perikanan rakyat lainnya, menjelaskan bahwa mereka ada di Indonesia sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang sangat rawan. Bahkan, sampai saat ini keluarga nelayan selalu menempati posisi paling bawah dalam struktur kemiskinan dan ketimpangan nasional.

“Kini, setelah ada COVID-19, kerawanan mereka semakin parah karena sampai saat ini Pemerintah tidak memiliki peta jalan (road map) yang jelas untuk menangani penyebaran COVID-19 ini,” sebut dia.

baca juga : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19

 

Buruh usai melakukan sortir ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Menjawab persoalan tersebut, KKP secara perlahan mulai memetakan kebutuhan nelayan saat situasi seperti sekarang. Salah satu upaya yang dilakukan, adalah dengan memberikan bantuan kepada nelayan kecil dan masyarakat pesisir yang terkena dampak COVID-19.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Tb Haeru Rahayu menjelaskan, bantuan yang diberikan berasal dari kepedulian para pelaku usaha perikanan skala besar. Adapun, bantuan yang diberikan adalah berupa kebutuhan bahan pangan pokok untuk sejumlah keluarga nelayan yang terdampak di beberapa titik seperti di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

”Jadi kegiatan hari ini merupakan bentuk kepedulian pelaku usaha perikanan skala besar terhadap kesulitan yang saat ini sedang dihadapi oleh nelayan dan masyarakat pesisir akibat kondisi darurat COVID-19,” tutur dia, pekan lalu di Jakarta.

Menurut dia, kegiatan bantuan sosial ini berawal dari upaya Direktorat Jenderal PSDKP membangun kesadaran para pelaku usaha skala besar untuk selalu melaksanakan kegiatan usaha sesuai peraturan dan memperhatikan kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan.

Mengingat, setiap pelanggaran sekecil apapun yang dilakukan oleh pengusaha besar akan berdampak pada nelayan kecil dan masyarakat pesisir. Dan sekarang, kepedulian para pelaku usaha skala besar terhadap nelayan kecil dan masyarakat pesisir ternyata terbukti sangat tinggi, terutama seperti saat sekarang ini.

baca juga : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudidaya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19

 

BKIPM KKP membagikan nasi ikan kepada masyarakat terdampak Covid-19. Paket nasi bungkus dengan lauk ikan dan lauk lain tersebut dibagikan oleh petugas di 47 unit pelaksana teknis (UPT) BKIPM yang tersebar di seluruh Indonesia. Foto : BKIPM KKP

 

Penurunan

Menurut Haeru Rahayu, kepedulian yang ditunjukkan para pelaku usaha skala besar menjadi momen yang tepat untuk merangkul para nelayan skala kecil dan masyarakat pesisir. Terlebih, saat ini kondisi ekonomi juga terus menurun dan berdampak pada penurunan pendapatan mereka dalam keseharian.

“Kami bersyukur ketika kami sampaikan concern kami atas kesulitan yang dihadapi oleh nelayan kecil akibat COVID-19 ini langsung disambut oleh para pelaku usaha skala besar dengan menyediakan bantuan yang kita laksanakan hari ini,” lanjutnya.

Selain melalui pelaku usaha skala besar, upaya menyelamatkan ekonomi keluarga nelayan yang terkena dampak COVID-19 juga dilakukan langsung oleh KKP. Salah satu contohnya, adalah pelaksanaan kegiatan sosialisasi alat penangkapan ikan (API) ramah lingkungan yang berlangsung pada pekan lalu di Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.

Di sela kegiatan tersebut, KKP membagikan bantuan kebutuhan bahan pangan pokok kepada keluarga nelayan terdampak dari wabah COVID-19. Menurut Haeru Rahayu, dengan melaksanakan pemberian bantuan bahan pangan pokok di sela kegiatan sosialiasi API ramah lingkungan, pihaknya mengharapkan akan ada respon yang positif tentang penggunaan API ramah lingkungan.

Menurut dia, sebenarnya yang menjadi fokus utama adalah kegiatan sosialisasi API ramah lingkungan di Kepulauan Seribu. Akan tetapi, mengingat ada keluarga nelayan yang sudah terkena dampak COVID-19 di wilayah tersebut, maka bantuan juga diberikan kepada keluarga nelayan di sela kegiatan.

”Melalui operasi pengawasan di laut, Pengawas Perikanan mensosialisasikan peraturan perikanan, penggunaan alat penangkapan ikan dan lainnya kepada nelayan agar mereka paham dan kepatuhannya (compliance) meningkat. Adapun penerapan saksi atau tindakan yang lebih tegas, kami terapkan secara bertahap,” jelas dia.

 

Gerakan Bagi Nasi Ikan bagi nelayan dilakukan di kantor pusat maupun 15 UPT Ditjen Perikanan Budidaya (DJPB) KKP. Foto : DJPB KKP

 

Di sisi lain, Haeru Rahayu tidak menampik jika saat ini masih banyak nelayan yang mengoperasikan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, para pengguna API tidak ramah lingkungan tersebut semakin berkurang dan banyak di antara mereka secara sukarela menyerahkan API kepada Pengawas Perikanan pada saat dilakukan operasi di laut.

”Upaya mengedukasi terus kami lakukan, kami cukup bersyukur dalam beberapa tahun terakhir ada peningkatan kesadaran yang signifikan,” tutur dia.

Pada Tahun 2019 saja, Haeru mencatat sudah ada sebanyak 61 unit alat tangkap tidak ramah lingkungan yang diserahkan secara sukarela oleh para nelayan atau pemilik kapal. Tahun ini, sampai dengan April 2020 sudah ada sebanyak 7 alat tangkap juga diserahkan kepada KKP.

 

***

Keterangan foto utama : Buruh sortir ikan atau ngorek istilah setempat, menggunakan masker kain seiring mewabahnya virus COVID-19. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version