Mongabay.co.id

Cerita Beruang Madu Lepas dan Pusat Penyelamatan Satwa Jogja Kesulitan Dana

Beruang madu di Pusat Penyelamatan Satwa Yogyakarta yang sempat lepas beberapa jam. Foto: WRC Yogyakarta

 

 

 

Pesan itu, dengan cepat menyebar lewat media sosial. Seekor beruang madu dikabarkan terlepas dari kandang Pusat Penyelamatn Satwa (Wildlife Rescue Centre/WRC) Yogyakarta. Masyarakat Kulonprogo, khusus daerah Pengasih, Nanggulan, Sentolo dan sekitar diminta waspada.

“Apabila, melihat satwa itu tindakan yang dapat dilakukan yaitu, menjauh dan pastikan berada pada posisi aman kemudian segera hubungi pihak terkait,” bunyi pesan itu, yang dikirim pada Rabu, (29/4/20).

Saat pesan itu dikirim, agaknya satu satwa sudah berhasil ditangkap. Sebenarnya ada dua beruang madu terlepas. Bedhu berkelamin jantan berusia delapan tahun dan Teagan, betina, berusia empat tahun. Keduanya, beruang madu yang belum lama pindah dalam satu kandang besar di WRC Jogja setelah mereka hidup dalam kandang terpisah.

Baca juga: Nasib Satwa di Kebun Binatang Perlu Kebijakan Negara

Untung Suripto, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Yogyakarta menjelaskan, kepada sejumlah awak media, beruang madu lepas karena kelalaian penjaga, tak ada unsur kesengajaan.

“Posisi pintu sudah terkunci, tetapi kurang sempurna. Begitu didorong bisa lepas. Ini memang kelalaian manusia, tidak ada unsur kesengajaan,” katanya, Rabu malam, 29 April.

Teagan berhasil digiring kembali ke kandang setelah menikmati kebebasan di luar kandang selama satu jam. Bedhu belum diketahui, sampai datang laporan ada yang melihat beruang madu itu berada di kebun warga, tak jauh dari kompleks WRC Jogia.

Untung menjelaskan, jantan berhasil ditangkap setelah ditembak bius karena masih kuat akhirnya diikat tali.

“Yang jantan berhasil ditangkap pukul 22.00, mendekati permukiman warga. Ditembak bius tiga kali, satu berhasil terkena sasaran. Karena kondisi beruang masih kuat, dievakuasi dengan mengikat. Sebelum masuk kandang kita bius lagi.”

Tarko Sudiarno, ketua Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta (YKAY) yang menaungi WRC Jogja saat dihubungi Mongabay pertama kali Kamis, 30 April lalu menjelaskan kedua satwa itu diketahui tidak berada di kandang menjelang malam.

“Beruang madu diketahui lepas sekitar setengah enam. Yang betina, Teagan bisa kita tangkap kembali dan dimasukan ke kandang. Kalau jantan sempat hilang dua hingga tiga jam, tidak terpantau,” katanya.

Bukan perkara mudah menangkap beruang madu yang dikenal mahir memanjat pohon ini. Situasi malam hari makin menyulitkan penangkapan si Bedhu.

Baca juga: Krisis Pakan Satwa di Kebun Binatang Dampak Pandemi Corona

Sejumlah petugas membantu upaya penangkapan Bedhu. Mereka berasal dari kepolisian, Koramil, kebun binatang Gembira Loka, Center for Orangutan Protection (COP), BKSDA, dan masyarakat.

Kini kedua satwa sudah sehat kembali dan menikmati sarapan seperti sebelumnya.

 

Beruang madu. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Sejak bayi

Setiap tahun WRC Jogja selalu menerima titipan satwa sitaan dari BKSDA atau yang diserahkan langsung oleh masyarakat. Tarko membenarkan, kedua satwa itu dari sitaan operasi pengungkapan perdagangan ilegal satwa dilindungi beberapa waktu lalu.

“Bedhu disita dari pedagang online Kebumen. Kalau Teagan, dari pedagang Bantul,” kata Tarko.

Bedhu datang pertama kali ke WRC Jogja pada Jumat, 23 November 2012. Kala itu, BKSDA wilayah II Jawa Tengah menyerahkan satwa sitaan dari jual beli online berupa beruang madu, binturong, dan landak raya masing-masing satu ekor.

Dalam tulisan di Mongabay oleh Tommy Apriando, beruang madu yang disita baru berumur lima bulan dan saat diserahterimakan menderita diare. Bedhu ditawarkan di forum jual beli online seharga Rp21 juta.

Operasi penyelamatan satwa liar itu melibatkan BKSDA Wilayah II Jawa Tengah, Kepolisian Cilacap, serta sejumlah aktivis satwa dari YKAY dan COP.

“Bayi beruang jantan bernama Bedhu berusia lima bulan, diselamatkan oleh pihak berwenang dari rumah seorang pengusaha di Kebumen, Jawa Tengah pada Kamis 22 November 2012,” tulis Tommy.

Sedang Teagan, beruang betina itu juga sitaan dari operasi penindakan perdagangan satwa dilindungi. Seorang dokter hewan yang bekerja pada suatu instansi membeli bayi beruang madu Rp6,5 juta dari seorang pedagang satwa di Bantul. Dia ditangkap Direktorat Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Mabes Polri di halaman Taman Margasatwa Mangkang, Semarang, 11 Februari 2016.

Dalam operasi penangkapan terhadap pedagang satwa itu diketahui pelaku termasuk dalam jaringan besar perdagangan satwa ilegal. Sebanyak 20 satwa berhasil disita, berupa 13 anakan merak, tiga ular sanca Bodo, satu elang bondol hitam, satu binturong, satu anakan lutung, dan satu bayi beruang madu. Satwa itu lalu titip di WRC Jogja untuk mendapatkan perawatan sebelum lepas kembali ke habitat alami.

Oleh WRC Jogja kedua beruang madu itu pun dipertemukan dalam satu kandang, setelah didekatkan dalam dua kandang terpisah untuk “berkenalan.”

Guruh Jaya Wisnuwardhana, dokter hewan di WRC Jogja menerangkan, usai ditangkap kembali saat ini Bedhu dan Teagan dalam keadaan sehat.

“Bedhu dan Teagan baik-baik saja, sudah normal. Di WRC kita kasih buah-buahan, pemberian makan diberikan pukul 10.00 dan pukul 2.00 siang,” kata Guruh, dihubungi Mongabay Minggu, 3 Mei lalu.

Bedhu sudah disterilisasi sebelumnya, hingga ada dalam kandang dengan Teagan hanya sebagai teman, bukan perjodohan.

 

Sepasang beruang madu tampak di atas pohon. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Beruang terkecil

Dari delapan jenis beruang di dunia, beruang madu (Helarctos malayanus) menjadi beruang terkecil. Tingi 1,5 meter, dengan berat bisa 70 kilogram. Bandingkan dengan beruang kutub berberat badan 450 kg dan tinggi bisa lebih dari dua meter itu.

Beruang madu di Indonesia ditemukan di hutan Sumatera dan Kalimantan. Seiring makin menyusut luas hutan di kedua pulau itu, begitu pula populasi satwa ini.

Pemerintah memasukkan satwa ini sebagai satwa dilindungi melalui Permen LHK Nomor P92/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Oleh International Union for Conservation of Nature and Natural (IUCN) Red List beruang madu masuk daftar status rentan.

Beruang madu disebut pula sun bear, atau malayan sun bear karena ada corak berwarna putih, kuning, oranye seperti matahari terbit di dadanya. Selain di Indonesia, beruang madu juga ada di Malaysia, Brunei, Tiongkok, Burma, Kamboja, Vietnam, Thailand, dan Laos. Beruang madu hidup di hutan tropis dan sub tropis. Nama beruang madu karena satwa ini menyukai madu.

Satwa ini merupakan pemanjat ulung. Hidup di pepohonan. Kuku-kuku panjang dan tajam, yang membantunya mencengkeram pada pohon, menggali tanah, dan mempertahankan diri. Beruang madu dikenal sebagai hewan pemakan segala atau omnivora. Selain buah-buahan, pucuk daun, binatang kecil seperti burung, reptil, serangga juga dimangsa.

Warna bulu yang hitam membantunya tersamar kalau bergerak di malam hari. Beruang madu adalah satwa nokturnal atau aktif di malam hari. Berbeda dengan beruang lain, beruang madu memiliki lidah paling panjang. Bulu juga lebih halus.

Satwa ini diketahui mulai kawin pada usia empat tahun. Sang betina mengandung selama 3,5 bulan, dan menyusui anak sekitar 1,5 tahun. Usia beruang madu bisa mencapai 30 tahun.

Selain bentuk dan gerak-gerik yang menggemaskan, beruang madu diburu karena empedu. Ada mitos, empedu beruang bisa menjadi obat kuat. Di Malaysia empedu beruang seberat 40 gram bisa bernilai RM5.000. Bahkan saat ini ada mitos jadi obat Virus Corona.

Beruang madu disebut pula sun bear, atau malayan sun bear karena ada corak berwarna putih, kuning, oranye seperti matahari terbit di dadanya. Selain di Indonesia, beruang madu juga ada di Malaysia, Brunei, Tiongkok, Burma, Kamboja, Vietnam, Thailand, dan Laos. Beruang madu hidup di hutan tropis dan sub tropis. Nama beruang madu karena satwa ini menyukai madu.

 

Satwa sitaan dari jualan online pada 2017. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Kesulitan dana

Berlokasi di Dusun Paingan, Kalurahan (Kelurahan) Sendangsari, Kapanewon (Kecamatan) Pengasih, Kulon Progo kini WRC Jogja menempati lahan sewa seluas lebih kurang 14 hektar. Jumlah satwa yang direhabilitasi ada 150, antara lain meliputi orang utan, beruang madu, buaya, owa Jawa, monyet, burung elang, landak, bintarung.

Dari penelusuran, Wildlife Rescue Centre (WRC) Jogja sebelumnya bernama Pusat Penyelamatan Satwa Jogja (PPSJ). Beroperasi sejak 2003 hingga 2007, terpaksa tutup karena ketiadaan dana. Selanjutnya, pada 2010 semua aset dan program beralih ke YKAY. Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat, lembaga ini mengandalkan donasi dan pendanaan mandiri.

Tujuan utama WRC Jogja adalah merehabilitasi dan mengembalikan lagi satwa ke habitat. Ini tidaklah mudah. Banyak satwa yang diserahkan ke WRC Jogja dalam keadaan sakit, baik fisik maupun mental hingga melepas liarkan sulit bahkan kadang tak mungkin. Banyak satwa tergantung kepada manusia dan kehilangan insting. Akhirnya, beberapa satwa itu menjadi penghuni tetap WRC Jogja.

WRC Jogja tidak pernah menjadikan sebagai taman satwa atau kebun binatang. Pengunjung yang datang sangat dibatasi untuk menjaga ketenangan satwa, dan pemulihan dari trauma agar kelak siap lepas liar.

“Kami sengaja mengurangi peluang interaksi antara satwa dengan manusia. Aturannya seperti itu. Makin sedikit interaksi dengan manusia sisi keliaran satwa makin terjaga. Saat dilepas kembali kemungkinan survive lebih besar dan tidak tergantung kepada manusia lagi,” kata Tarko. “Termasuk keeper kita usahakan jarang berinteraksi dengn satwa, untuk menjaga insting sebagai satwa liar.”

Pemasukan utama berasal dari program voluntir yang diminati para penyayang satwa dari seluruh penjuru dunia. Selain itu, pengelola juga menyewakan sebagian tempat untuk kegiatan outdoor, dan pertemuan. Suatu kali pernah sepasang pengantin memutuskan menggelar pesta pernikahan di sini dengan konsep outdoor. Seluruh sumbangan di acara itu lalu untuk penyelamatan satwa.

WRC Jogja juga menerima sumbangan sayur dan buah-buahan dari supermaket di Yogyakarta. Ini bisa mengurangi ongkos pemberian pakan sekaligus membantu supermarket itu mengurangi sampah.

Saat ini, WRC Jogja tengah menghadapi masalah finansial. Selain sewa lahan akan habis pada 2022, sejumlah kandang dan beberapa fasilitas lain perlu perbaikan. Selain itu, pandemi Corona juga membuat relawan sementara waktu mengurungkan niat mengikuti program.

Alhasil, pemasukan untuk tempat ini pun turun. Padahal satwa-satwa itu tetap harus diberi makan dan kesehatan dijaga. Begitupun dengan staf yang harus digaji untuk menjalankan kegiatan sehari-hari.

Tojeiro Spijkstra, salah satu relawan dari Belanda membuat penggalangan dana melalui situs gofundme.com. Dia menjadi relawan WRC Jogja sejak Januari lalu, dan mengisahkan masalah finansial yang dihadapi tempat penyelamatan satwa ini.

“Meskipun kami telah berusaha keras mengumpulkan uang, pandemi Corona 19 makin memperparah kondisi keuangan. Voluntir tidak lagi bergabung dan pemasukan menurun. Kami menghemat biaya perawatan seketat mungkin, tetapi itupun tidak cukup.”

“Kami membutuhkan bantuan Anda sekarang untuk menyelamatkan kami dari situasi yang buruk ini. Mohon bersedia menyumbang sekarang,” tulis pria yang mengaku meninggalkan pekerjaan sebagai insinyur mesin untuk terlibat dalam upaya konservasi satwa liar di Indonesia.

Pengumpulan dana dibuka sejak 23 Maret lalu. Dana yang diperoleh untuk membiayai pelepasliaran satwa yang berbiaya besar, membangun kandang layak, mengembangkan WRC Jogja menjadi pusat konservasi sekaligus wahana pendidikan satwa liar yang bersifat nonkomersial.

“Sesuai perjanjian, sewa tanah akan berakhir 2022. Yang milik sendiri hanya satu hektar. Dalam waktu dekat jika situasi sudah normal, kami akan bertemu dengan pemda, BKSDA membicarakan soal penyelamatan satwa ini. Saya pingin punya lahan sendiri. Melestarikan satwa ini sebenarnya tanggung jawab bersama.”

Bedhu dan Teagan, sudah kembali ke kandang dan menjalani program pemulihan lagi sebelum dilepasliarkan entah kapan. Bersama satwa-satwa lain, bagaimana nasib mereka andai WRC Jogja tidak lagi mampu meneruskan kegiatan?

Tarko bilang, pada kondisi terburuk, kalau WRC Jogja tidak lagi mampu menjalankan program rehabilitasi, menyerahkan kepada pihak-pihak yang mampu, atau kembali lagi ke negara. Status satwa di WRC Jogja bukanlah koleksi, melainkan titipan negara.

 

Keterangan foto utama: Beruang madu di Pusat Penyelamatan Satwa Yogyakarta yang sempat lepas beberapa jam. Foto: WRC Yogyakarta

 

Beruang madu di WRC Yogyakarta. Foto: WRC Yogyakarta

 

Exit mobile version