Mongabay.co.id

Berkebun di Pekarangan Rumah Sendiri, Solusi Pangan di Masa Pandemi

 

Masa pandemi COVID-19 memaksa setiap orang untuk tinggal di rumah demi memutus mata rantai penyebaran virus. Kondisi ini tidak serta merta membuat kita menjadi tidak produktif. Beragam aktivitas bisa dilakukan, khususnya yang bisa menopang kebutuhan pangan rumah tangga. Salah satu yang bisa dilakukan adalah berkebun sayuran organik di pekarangan rumah.

Ahmad Yusran, seorang aktivis lingkungan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengakui memanfaatkan masa berdiam di rumah dengan berkebun beragam macam sayuran, seperti bayam merah, kacang panjang dan kangkung bangkok.

“Saya menanam tanaman jangka pendek yang bisa segera dipanen. Lumayan ini bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga di masa pandemi ini,” katanya kepada Mongabay, Selasa (21/4/2020).

baca : Hidroponik, Solusi Pertanian Lahan Sempit di Perkotaan

 

Ahmad Yusran menanam bayam merah dan kangkung. Bayam merah selain mudah dibudidaya juga memiliki masa panen yang singkat, yaitu hanya 3 minggu. Sementara kangkung selama 4 minggu. Foto: Ahmad Yusran/Mongabay Indonesia.

 

Dalam berkebun, Yusran menanam menggunakan polybag yang disusun rapi di pekarangan rumahnya yang tak begitu luas. Bibitnya diperoleh di toko tani, sementara untuk kebutuhan pupuk diproduksi sendiri, berupa kompos dan pupuk cair ia bikin sendiri memanfaatkan limbah rumah tangga.

Yusran mengakui telah lama menekuni pertanaman organik, hanya saja di masa pandemi ini aktivitas lebih sering.

“Kami menanam sudah lama namun intens dua bulan terakhir, karena kami mawas diri dan terus mengikuti perkembangan informasi pandemi COVID-19 yang belum tahu pasti kapan berakhir. Alhamdulillah, kemarin sudah panen bayam merah,” katanya.

Bayam merah selain mudah ditanam dan dirawat juga memiliki masa panen yang lebih singkat yaitu hanya 3 minggu. Sementara untuk tanaman kangkung bangkok dan kacang panjang butuh waktu lebih lama, yaitu 4 minggu.

Hal yang sama dilakukan oleh Idris, salah satu jurnalis TV lokal di Kota Makassar. Tidak hanya menanam sayuran, ia juga menanam jenis buah-buahan dan tanaman hias.

“Selama pandemi, awal-awalnya cuma sibuk cari info Corona di media sosial, namun lama kelamaan malah jadi bosan. Kebetulan, ada tanaman di pekarangan rumah yang dulunya tak begitu terurus, ya mulai dirawat kembali,” katanya.

Idris menanam sayuran menggunakan pot yang disusun di sebuah rak bertingkat, sehingga lebih tertata dan indah dipandang mata. Beberapa tanaman yang agak besar seperti bidara, anggur hijau, pepaya dan binahong tetap tanam di tanah.

“Khusus binahong saya buatkan semacam penyangga setinggi 2 meter lebih berbentuk kanopi. Jadi kalau makin menjalar nanti akan makin rindang. Ini saya sengaja buatkan untuk menghalau terik matahari tepat di atas balai-balai, kalau sore bisa jadi tempat nongkrong,” tambahnya.

baca juga : Kisah Aira, Bocah Kota yang Bercita-cita Menjadi Petani

 

Idris memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam beragam sayuran dan tanaman hias mengisi waktu selama berada di rumah pada masa pandemi COVID-19. Foto: Idris/Mongabay Indonesia.

 

Idris menilai adanya pandemi ini memberi hikmah tersendiri baginya, dimana kini ia bisa mengurusi tanaman yang dulu terbengkalai. Dengan semakin suburnya pertumbuhan tanaman tersebut, pekarangan rumahnya pun menjadi semakin asri dan segar.

“Jadinya setiap pagi saat bangun pemandangan kami jadi segar melihat tanaman kami tertata rapi dan subur. Aktivitas kami pun lebih banyak menyiram tanaman pagi dan malam. Rasanya tak mau jauh dari rumah kalau sudah duduk di dekat tanaman-tanaman itu.”

Keberadaan tanaman tersebut, khususnya cabai, sereh, lengkuas dan kangkung china menjadi konsumsi pribadi, sehingga bisa menghemat pengeluaran rumah tangga.

 

Pangan Rumah Tangga

Sylvia Sjam, Guru Besar Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, melihat tren berkebun di halaman rumah tangga sebagai hal yang positif di masa pandemi COVID-19 ini.

“Saya melihat ada tren seperti ini di media sosial. Ini bagus sekali berkebun di pekarangan rumah, apalagi di masa pandemi kita ada keterbatasan ke mana-mana, padahal banyak kebutuhan konsumsi rumah tangga yang harus dipenuhi. Kalau punya lahan kecil di pekarangan rumah bisa dimanfaatkan untuk menanam, tanpa harus ditanam langsung di tanah, bisa keranjang-keranjang plastik yang diberi media tanam,” ungkapnya.

Berbagai tanaman yang bisa ditanam antara lain cabai, kangkung, bayam, sawi dan tanaman jangka pendek lainnya, yang hanya butuh waktu sebulan untuk panen.

“Pertanian organik ini juga tidak terlalu sulit yang bisa diusahakan sendiri tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Misalnya untuk kebutuhan pupuk bisa menggunakan kompos yang dibuat sendiri,” tambahnya.

perlu dibaca : Uniknya Kebun Hidroponik Tenaga Surya di Noja Bali

 

Di pekarangan rumah yang sempit bisa digunakan untuk menanam beragam macam sayuran organik, selain aman untuk dikonsumsi juga bisa menjadi solusi pemenuhan pangan skala rumah tangga. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Menurutnya, berkebun di pekarangan bisa menjadi solusi pangan keluarga, apalagi dengan susahnya memperoleh sayuran yang sehat dan terasa aman dalam konsumsinya.

“Dengan menanam sendiri sayuran untuk konsumsi keluarga juga memberi rasa aman karena jelas sumbernya dari kebun sendiri. Kalau beli dari luar biasanya dibersihkan baik-baik karena ketakutan tercemari virus. Apalagi sekarang juga susah mendapatkan sayuran karena adanya pembatasan, tak ada penjual sayuran yang biasa datang, mau ke pasar juga mungkin jauh dan berisiko,” katanya.

Berkebun di pekarangan juga mudah lakukan oleh siapa pun termasuk ibu rumah tangga, tak perlu pembelajaran khusus atau menjadi sarjana pertanian.

“Belajarnya kan sangat mudah sekarang, tak perlu belajar bertemu langsung. Banyak info panduan berkebun bisa diperoleh di Google atau Youtube.”

Menurut Sylvia, dalam skala yang lebih besar bertani sayuran di pekarangan atau kebun yang sempit memiliki potensi pendapatan baru bagi rumah tangga. Apalagi sayur-sayuran adalah tanaman yang telah menjadi kebutuhan utama sehari-hari ditambah kesadaran masyarakat perkotaan akan konsumsi makanan yang sehat tanpa residu bahan kimia.

“Perubahan gaya dan pola konsumsi ke arah pola konsumsi yang lebih sehat menyebabkan konsumen rumah tangga di perkotaan sangat peduli terhadap keamanan pangan pada budidaya produk sayur-sayuran,” tambahnya.

Hanya saja sebelum bertanam harus diperhatikan media tanam yang akan digunakan, yaitu menggunakan tanah yang memiliki unsur hara di dalamnya dengan campuran kompos ataupun pupuk organik yang cukup.

“Media tanam ini mudah kok diperoleh, banyak dijual dengan harga Rp25 ribu Rp30 ribu per karung. Jadi tak usah repot-repot bikin sendiri. Tinggal ditambah sekam dan pupuk cair sudah bisa digunakan. Itu bisa digunakan 2-3 kali panen, setelah itu ditambahkan nutrisi lagi untuk mengembalikan unsur haranya.”

baca juga : Dedikasi Jamaluddin Mencerdaskan Petani melalui Rumah Koran

 

Pupuk organik bisa dibuat sendiri menggunakan limbah rumah tangga yang diolah dalam wadah yang disebut komposter. Dari komposter ini akan dihasilkan dua macam pupuk, yaitu pupuk padat dan pupuk cair. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Untuk memenuhi kebutuhan pupuknya juga tergolong mudah, yaitu menggunakan sisa sayuran dan nasi serta kulit buah-buahan. Hanya butuh tempat penampungan khusus berupa tong sebagai komposter yang di dalamnya disusun dua lapis, lapisan atas untuk limbah sementara bagian bawah untuk menampung air sisa perasan limbah tersebut

“Semua sisa makanan bisa dimasukkan di tong tersebut, sisa makanan tinggal dibersihkan sebelum dimasukkan ke dalam tong, tapi jangan sampai berminyak ya. Supaya proses dekomposisinya cepat bisa gunakan maggot, sejenis ulat yang bisa dengan cepat mengurai limbah-limbah organik. Hanya butuh waktu sebulan prosesnya sebelum bisa digunakan.”

Menurut Sylvia, untuk mendapatkan maggot ini bisa dilakukan dengan cara ‘dipancing’ diambil dari alam, hanya saja jumlahnya terbatas. Untuk mendapatkan dalam jumlah besar bisa dengan cara budidaya sendiri menggunakan medium dedak.

Dari komposter tersebut nantinya menghasilkan dua produk, yaitu sisa limbah padat bagian atas yang bisa digunakan untuk kompos, sementara limbah cair untuk pupuk cair.

“Karena telah diberi maggot hasil pupuknya tidak berbau dan aman dibuat di dalam rumah,” tuturnya.

 

Exit mobile version