Mongabay.co.id

Hancurnya Industri Wisata Selam Indonesia di Tengah Wabah Corona

Seorang penyelam sedang menikmati keindahan bawah laut perairan Padangbai, Karangasem, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pandemi COVID-19 masih saja melanda dunia. Bahkan jumlah korbannya bertambah dari waktu ke waktu. Hanya beberapa negara saja yang menyatakan trend menurun perkembangan COVID-19. Sebagian besar negara lainnya masih berjuang keras menghadapinya pandemi dengan jumlah penderita yang besar.

Indonesia pun masuk dalam kategori negara yang masih berjuang keras menghadapi COVID-19. Beberapa daerah di Indonesia dinyatakan masuk dalam zona merah dan diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pemberlakuan PSBB demi mengendalikan penularan pandemi mengakibatkan lumpuhnya banyak sektor ekonomi, termasuk sektor pariwisata.

Pariwisata di Indonesia termasuk yang terkena imbasnya. Dan sektor ini mempunyai imbas berganda atau multiple effect terhadap sektor yang lainnya. Dari laporan kinerja Kementerian Pariwisata pada 2018 seperti dikutip dari CNN Indonesia, realisasi investasi sektor pariwisata mencapai USD1,6 miliar atau 80,43 persen dari target yang dicanangkan pemerintah, yaitu USD2 miliar. Sedangkan devisa sektor pariwisata mencapai Rp229,5 triliun. Bisa dibayangkan berapa penerimaan negara yang hilang akibat pandemi ini.

baca : Nasib Wisata Selam Kabupaten Sikka saat Pandemi COVID-19

 

Seorang penyelam sedang menikmati bangkai kapal (shipwreck) di perairan Tulamben, Bali. Foto : wandernesia.com

 

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai, mempunyai potensi kelautan yang sangat luarbiasa. Termasuk potensi bawah lautnya. Banyak spot diving di Indonesia merupakan destinasi selam kelas dunia yang menjadi favorit kunjungan bagi pehobi selam di seluruh dunia. Tercatat seperti Sulawesi Utara, Raja Ampat, Bali, Wakatobi, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Pemerintah memang telah menutup aktivitas wisata selam di berbagai destinasi wisata, termasuk di kawasan Indonesia timur.

 

Hancurnya Wisata Selam Indonesia

Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Ikram M. Sangadji, mengatakan pihaknya menutup delapan kawasan perairan di Indonesia timur yang dikelola oleh BKKPN Kupang. Termasuk didalamnya beberapa spot diving favorit penyelam wisatawan domestik maupun mancanegara.

Kawasan tersebut  meliputi Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu, Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra, TWP Kepulauan Kapoposang, TWP Laut Banda, TWP Padaido, Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat, SAP Waigeo Sebelah Barat, dan SAP Aru Bagian Tenggara.

baca juga : Begini Dampak Pandemi Bagi Masyarakat di Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Timur

 

Banyaknya wisatawan menyebabkan kian besarnya- ekanan pada kondisi lingkungan Gili Matra, NTB. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Ikram mengatakan hasil pemantauan BKKPN Kupang di KKPN TWP Gili Matra pada minggu ke empat bulan Maret telah berada pada zero activity. Sementara pada bulan Januari hingga minggu ketiga Maret, aktivitas wisata snorkeling dan diving mencapai 20.974 wisatawan mancanegara. Terjadi penurunan pendapatan dari pariwisata alam perairan yang dialami oleh pelaku wisata di Gili Matra mencapai 100%.

“Pemerintah daerah Lombok Utara telah mengambil kebijakan memberikan insentif pajak selama 3 bulan ke depan. Sementara BKKPN Kupang telah menghentikan sementara pelayanan PNBP sampai dengan kondisi normal,” ujarnya kepada Mongabay Indonesia, Minggu (26/4/2020).

Hal serupa terjadi di Raja Ampat. Pada bulan April 2020, seluruh aktivitas wisata diving telah dihentikan. Padahal bulan Januari hingga Maret 2020 jumlah kunjungan mencapai 7.690 wisatawan.

perlu dibaca : Begini Tantangan Konservasi Terumbu Karang di Saat Pandemi

 

Salah satu jenis terumbu karang yang ada di perairan Tulamben, Karangasem, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Seorang penyelam di perairan di Sulawesi utara Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Ketua Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI) Ricky Ismail Soerapoetra mengatakan wisata selam ini merupakan industri wisata dengan minat khusus yang memerlukan usaha lebih untuk melakukannya.

“Dan wisata selam ini mulai berkembang dengan baik beberapa tahun belakangan ini. Tetapi di masa pandemi ini, semuanya jatuh ke titik nol. Karena orang-orang berhenti travelling. Karena kebijakan pemerintah saat ini semuanya mendukung untuk usaha menghentikan penyebaran virus corona,“ katanya saat dihubungi Mongabay, Senin (4/5/2020).

PUWSI mencatat pemasukan dari wisata selam secara keseluruhan, termasuk dari hotel, kuliner dan sektor penunjang lainnya berkisar Rp77 triliun. ”Memang jumlah yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak, ketika orang menyelam, pasti banyak sektor-sektor lain yang mengikuti. Seperti transportasi, penginapan, makanan, sewa kapal, dan lain sebagainya,” katanya.

Saat ini memang bisa dikatakan tidak ada lagi orang yang melakukan travelling ke daerah-daerah untuk melakukan penyelaman. Banyak kerugian yang di derita oleh para pelaku wisata selam ini.

baca juga : Begini Kondisi Nyata Nelayan NTT di Tengah Pandemi COVID-19

 

Keramaian pasar tradisional Kubu, Tulamben, Karangasem, Bali, sebelum wabah corona melanda. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Untuk mengetahui dampak pandemi terhadap bisnis wisata selam, PUWSI melakukan jejak pendapat sampai per April 2020, dengan hasilnya adalah :

Illegal fishing dan eksplorasi ikan hias yang berlebihan oleh nelayan sekitar destinasi selam, bahkan termasuk di kawasan konservasi, marak dilakukan karena tidak adanya aktivitas selam, yang biasanya juga menjadi kontrol bagi kedua kegiatan itu.

 

Seorang penyelam sedang menikmati keindahan terumbu karang di perairan Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Kondisi pesisir Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara yang sepi karena wabah corona. Foto : Reinhard Garang

 

Pekerjaan Alternatif

Beberapa penggiat usaha wisata selam pun pada akhirnya berusaha untuk kreatif demi memenuhi kebutuhan dapur mereka. Setidaknya itu yang diceritakan Staff Khusus Bupati Bidang Pariwisata Bolaang Mongondow Selatan Sulawesi Utara Reinhart Garang,

”Kita sekarang mulai menggerakkan dan menghimbau teman-teman pemandu selam untuk sementara mengalihkan kerjaannya ke bidang yang lainnya, seperti bertani dan menjadi nelayan. Ini karena dari usaha selam sudah tidak ada lagi pemasukan. Jangankan menyelam, pantai-pantai pun sudah ditutup dari pengunjung, demi memutus mata rantai penyebaran covid-19,” kata Reinhart yang juga pemilik Minanga Diver Manado, ketika dihubungi Mongabay, Minggu (3/5/20200).

Hal yang sama juga dikeluhkan oleh para penyelam di Tulamben, Bali. Tulamben dengan spot diving-nya yang terkenal di seluruh manca negara, sea wreck USAT Liberty, yang bisa dikatakan tidak pernah sepi pengunjung, sekarang seakan menjadi desa mati. Tidak ada lagi wisatawan selam yang hilir mudik di sepanjang jalan raya Tulamben. Tidak ada lagi porter-porter pengangkut alat selam yang tiap harinya selalu sibuk melakukan tugasnya membantu ratusan penyelam. Semuanya menghilang, ekonomi Tulamben jatuh pada titik terendah.

 

Spot diving kapal USAT Liberty di perairan Tulamben, Karangasem, BaliFoto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

I Nengah Putu, Ketua Organisasi Pemandu Selam Tulamben dan Ketua Harian Paguyuban Pengusaha Pariwisata Tulamben dan juga sekaligus Ketua SATGAS COVID-19 Desa Tulamben mengatakan pandemi COVID-19 sebagai pertanda untuk merehatkan alam.

“Alam seakan sudah mengingatkan kita dengan adanya kejadian ini. kalau tidak, kita mungkin agak susah menjaga alam seperti sekarang ini. Saat ini alam tidak tersentuh dengan kegiatan penyelaman yang berjumlah ratusan setiap harinya,” katanya ketika dihubungi Mongabay, Jumat (1/5/2020).

Saat ini kegiatan penyelaman di Desa Tulamben ditutup untuk semua orang, termasuk orang-orang setempat. Usaha penyelaman Tulamben yang biasanya menjadi tiang penyangga utama ekonomi desa Tulamben hancur didera wabah corona. Banyak sudah para karyawan hotel dan yang lainnya dirumahkan karena tidak adanya pemasukan.

“Jika nanti keadaan membaik, dan sudah dimungkinkan untuk membuka penyelaman di Tulamben, yang pertama kami akan lakukan adalah melakukan monitoring bawah air. Melihat keadaan dan perubahannya selama wabah berlangsung,” kata Putu.

Pandemi COVID-19 begitu dahsyat menghajar segala sendi kehidupan masyarakat dunia. Kemampuan ekonomi negara seakan terjun bebas, semua berpikir dan berusaha keras bagaimana bertahan di tengah situasi yang tidak pasti ini. Tetapi dibalik semua itu, alam justru diberikan kesempatan oleh Sang Ilahi untuk menyembuhkan dirinya yang selama ini sakit karena ulah manusia.

 

Kondisi pesisir lokasi penyelaman USAT Liberty di Tulamben yang sepi karena wabah corona. Foto : I Nengah Putu

***

 

Keterangan foto utama : Seorang penyelam sedang menikmati keindahan bawah laut perairan Padangbai, Karangasem, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version