Mongabay.co.id

Ingat Harimau Batua yang Kena Jerat Pemburu? Begini Kondisinya

Batua, meski kaki kanan depannya diamputasi tetap buas. Foto: Pengendali Ekosistem Hutan [PEH] SKW III Lampung BKSDA Bengkulu

 

 

Perburuan harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] di kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] masih terjadi. Kasus terakhir yang menyeruak ke publik adalah terjeratnya seekor harimau di Batu Ampar, Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat, Lampung, Selasa [02/7/2019] lalu.

Harimau jantan, umur 4 tahun itu pun harus kehilangan empat jari kaki kanan depan, karena membusuk akibat jerat pemburuh. Jari-jarinya harus diamputasi.

Harimau ini dipanggil Batua. Nama yang diberikan untuk menunjukkan tempat ia ditemukan, di Desa Batu Ampar, Lampung. Batua dirawat intensif di Taman Satwa Lembah Hijau, Lampung.

Genap 10 bulan, bagaimana kondisi Batua sekarang? Drh. Sugeng Dwi Hastono menuturkan, setelah melewati rangkaian pemeriksaan dan pengobatan, kondisi Batua sudah sehat. Sugeng adalah salah satu dokter hewan yang merawat Batua. Menurut dia, kaki kanan Batua telah bisa digunakan kembali untuk menapak dan berjalan seperti harimau normal. Bahkan, perilaku liarnya sedikit pun tak berkurang sebagaimana mestinya.

“Batua normal saja ketika mencakar pohon, berenang di air. Untuk berlari juga tak ada masalah. Yang mencolok, paling ketika dia berjalan pelan, karena langkahnya tampak pincang,” Jelas Sugeng kepada Mongabay Indonesia, Senin [11/5/2020].

Baca: Cukup Batua, Korban Terakhir Jerat Pemburu

 

Batua, meski kaki kanan depannya diamputasi tetap buas. Foto: Pengendali Ekosistem Hutan [PEH] SKW III Lampung BKSDA Bengkulu

 

Di lain tempat, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung, Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Bengkulu-Lampung, Hifzon Zawahiri, menjelaskan pihaknya berharap nasib harimau di TNBBS aman dari perburuan.

“Maunya kami, Harimau Batua adalah tragedi terakhir dari cerita buruk perburuan harimau sumatera,” terangnya melalui telepon, Senin [11/5/2020].

Batua, kata Hifzon, telah melewati proses pengobatan kaki kanan depan. Bahkan pada Sabtu [08/2/2020], telah dilakukan general chec up dan koleksi sampel darah atau serum. Juga, pemeriksaan feces, swab trachea dan oesophagus, blood smear untuk mengetahui kesehatannya, serta genetic sampling dan semen [spermatozoa] collection, ISG, dan lainnya. “Hasilnya sudah bagus dan kembali normal,” jelas dia.

Dengan demikian, walau cacat kaki kanan depan, Batua sudah siap dilepasliarkan ke habitatnya. “Namun, kebijakan pelepasan tergantung Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [Dirjen KSDAE] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” jelas Hifzon.

Baca: Jerat yang Membuat Harimau Sumatera Sekarat

 

Batua yang tetap liar meski dalam perawatan. Foto: Pengendali Ekosistem Hutan [PEH] SKW III Lampung BKSDA Bengkulu – Lampung

 

TNBBS kembangkan sistem pemantauan

Kepala Bagian Tata Usaha Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], Heru Rudiharto menjelaskan, untuk mengamankan harimau sumatera di TNBBS dari perburuan pemburu, pihaknya didukung proyek sumatran tiger dan mitra sejak 2017 mulai merapikan data kamera jebak dari hasil berbagai kegiatan.

“Kami coba kembangkan sistem, tujuannya agar mudah memantau keberadaan harimau,” kata Heru kepada Mongabay Indonesia, akhir Maret 2020 lalu melalui pesan WhatsApp.

Secara spesifik, sistem pengamatan harimau sumatera merujuk pada perkembangan pengelolaan pusat data [database] kamera jebak, dengan fokus individu harimau.

Kamera jebak sering digunakan sebagai alat survei pendugaan populasi harimau. Data dasar yang akan diperoleh berupa gambar atau video. Keuntungan lainnya, diketahui ciri-ciri individu harimau dan lokasinya dan dari sini informasi populasi [kepadatan] harimau dalam waktu tertentu diketahui.

Berdasarkan database foto dan video, sistem pemantauan menggunakan perangkat lunak bernama Extractcompare dibuat, dipakai untuk identifikasi individu harimau. Perangkat lunak tersebut diintegrasikan dengan Microsoft Accces sebagai sebagai sistem manajemen data untuk menyimpan informasi foto yang diproses.

Hasil proses analisis semua data TNBBS dan mitra hingga Maret 2019 menunjukkan ada 425 foto harimau. Riciannya, 151 foto sisi kiri dan 154 foto sisi kanan. Sedangkan 120 foto tidak diekstrak karena foto dari kejadian yang sama namun buram.

Dikutip dari laman resmi Sumatran Tiger, data yang diolah itu dari tahun 2010 hingga 2018. Hasilnya, terindentifikasi 106 individu [43 betina, 16 jantan, dan 47 individu tidak diketahui jenis kelaminnya]. Data ini juga menunjukkan, 31 individu memiliki pola loreng lengkap di kedua tubuhnya.

Namun, 106 individu ini bukan jumlah harimau yang ada di TNBBS saat ini, melainkan jumlah individu yang ada di pangkalan data foto harimau TNBBS.

“Hasil analisis data kamera jebak menunjukkan harimau jantan memiliki ruang jelajah, rata-rata 3.795 hektar. Ini lebih luas ketimbang harimau betina yang rata-rata 787 hektar,” tulis tim Sumatran Tiger.

Baca juga: Konflik Manusia dengan Harimau, Harmoni Kehidupan yang Perlahan Hilang

 

Batua, harimau sumatera saat ditemukan kena jerat kawat pemburu di kawasan hutan TNBBS, Kabupaten Lampung Barat, Lampung, 2 Juli 2019. Foto: BKSDA Bengkulu-Lampung/WCS IP

 

TNBBS berada di Provinsi Lampung dan Bengkulu dengan luas 355.511 hektar. Taman nasional ini merupakan bentang alami tempat hidupnya harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], gajah sumatera [Elephas maximus sumatrensis], dan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis].

TNBBS bersama Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL] dan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS], merupakan taman nasional di Sumatera yang ditetapkan UNESCO pada 2004, sebagai Tropical Rainforest Heritage of Sumatera [TRHS]. Penghargaan bergengsi sebagai Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera.

 

 

Exit mobile version