Mongabay.co.id

Empat Tahun Penjara bagi Pembunuh Induk Harimau dengan Empat Janin

Kulit harimau dan empat janin. Foto : Rafka Majjid untuk Mongabay Indonesia

Sebanyak satu kulit dan empat janin Harimau Sumatera diperlihatkan saat ekspos di Kantor Gakkum KLHK  Seksi Wilayah II, Pekanbaru, Sabtu (7/12/2019). Awalnya Tim Intel Polhut Pasopati, Siber Patrol Ditjen Gakkum KLHK, Badan Intelijen dan Keamanan Polri mengamankan tiga orang terduga pelaku pemburu MY, SS dan E di Desa Teluk Binjai, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Dari lokasi tim menemukan empat janin harimau Sumatera yang diletakkan dalam toples plastik. Selanjutnya berdasarkan informasi yang diperoleh, tim melakukan pengejaran pelaku lainnya ke Jalan Lintas Timur Sumatera dan mengamankan dua orang pelaku lainnya yang berinisial SS dan TS dengan barang bukti 1 lembar kulit harimau dewasa di Kelurahan Pangkalan Lesung, Kecamatan Pangkalan Lesung, Kabupaten Pelalawan. 

 

 

 

 

Masih ingat dengan kasus harimau betina terkena jerat dengan empat bayi di dalam perutnya? Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Palalawan sudah jatuhkan vonis hukum pada pelaku. Hakim memvonis tiga orang pembunuh dan pedagang harimau Sumatera, antara 2,6 tahun dan empat tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider empat bulan kurungan.

Terdakwa M Yusuf, Sakban dan Toni Setiawan duduk berderet di bangku Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru. Mereka kompak memakai kemeja putih dan penutup kepala. Ketiganya tampil di layar ruang sidang cakra, Pengadilan Negeri Pelalawan, Rabu 6 Mei 2020.

Baca juga: Sedihnya, Pemburu Setrum Harimau Hamil dengan Empat Janin

Selama pandemi Virus Corona para tak hadir di pengadilan dan sidang berlangsung lewat video conference. Kecuali jaksa dan penasehat hukum harus berhadapan langsung dengan majelis hakim.

Sore jelang buka puasa itu, Ketua Hakim Bambang Setyawan bersama anggotanya, Nurrahmi dan Rahmat Hidayat Batubara sudah mengagendakan pembacaan putusan terhadap pelaku pembunuh dan perdagangan satwa harimau Sumatera.

Hakim menghukum Yusuf empat tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan. Dia terbukti membunuh dan memperdagangankan harimau Sumatera.

Sedangkan Sakban dan Toni Setiawan masing-masing 2,6 tahun penjara, denda Rp 100 juta karena membantu memperdagangakan harimau Sumatera.

Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 40 Ayat (2) jo Pasal 21 Ayat (2) Huruf d UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, jo PP No 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Juga Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Para tersangka dan barang bukti berupa satu kulit dan empat janin harimau Sumatera diperlihatkan saat ekspos di Kantor Gakkum KLHK  Seksi Wilayah II, Pekanbaru, Sabtu (7/12/19). Foto: Rafka Majjid untuk Mongabay Indonesia

Selasa 28 April 2020, Jaksa Rahmat Hidayat menuntut para terdakwa lebih berat. M Yusuf enam tahun penjara, denda Rp100 juta subsider delapan bulan kurungan. Toni Setiawan dan Sakban dituntut tiga tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Ceritanya, M Yusuf memasang jerat sling di kebun kelapa miliknya, Mei 2019. Kawat sentrum sepanjang 600 meter dan tinggi 40 cm dari permukaan tanah itu sebenarnya hendak mengantisipasi hama babi dan beruk. Yang nyangkut justru harimau betina hingga tewas.

Yusuf mengeksekusi harimau dan mengambil taring, tulang-belulang, tengkorak serta kulit. Pria 50 tahun itu juga membedah perut harimau yang mengandung empat janin berumur 4-8 minggu. Janin-janin yang sudah mulai berbentuk sebangsa kucing besar itu disimpan dalam toples dengan tambahan cairan pengawet dan dikubur di samping rumah.

Lama Yusuf mengendap hasil jeratnya. Kamis 14 November 2019, dia menghubungi Sakban minta tolong carikan pembeli organ harimau Sumatera.

Sakban menyanggupi. Dia beritahu sekaligus minta uang Rp1 juta pada Toni Setiawan yang sudah sebulan tinggal di rumahnya. Toni setuju. Keesokan hari ditemani Ali Usman, mereka berangkat ke rumah Yusuf di Desa Teluk Binjai, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan sekitar pukul 10.00.

Sebagai tanda jadi, Sakban terlebih dahulu menyerahkan Rp500.000 pada Yusuf. Separuhnya sudah untuk ongkos perjalanan. Yusuf tak keberatan. Dibantu Roni, dia mengemas tulang-belulang, tengkorak serta kulit harimau dalam tiga karung untuk dimuat dalam mobil yang dikendara Sakban dan kawan-kawannya.

Sakban bergegas bawa organ harimau itu dan menyimpan dalam kandang ayam belakang rumahnya, Desa Pangkalan Lesung, Kecamatan Pangkalan Lesung, Pelalawan. Jelang malam, Yusuf menyusul Sakban untuk menyerahkan empat taring harimau. Dia minta barang itu juga dijual.

Sakban baru menemukan pembeli satu minggu kemudian. Dia terhubung dengan Novri di Padang. Novri beritahu ada orang Solok Selatan hendak beli tengkorak, taring dan tulang-belulang harimau Rp25 juta.. Novri minta barang-barang itu dikirim lewat travel disertai nomor seluler.

 

 

Empat jjanin yang dibelah dari perut sang induk harimau. Foto: Foto : Rafka Majjid untuk Mongabay Indonesia

 

Setelah menerima barang-barang itu, Novri mengabari Sakban, bahwa taring harimau sedikit rusak hingga harga berkurang jadi Rp18 juta. Yusuf tidak keberatan. Novri mentransfer uang hasil penjualan ke rekening Sakban.

Sakban menyerahkan Rp13, 8 juta pada Yusuf. Sisanya, dibagi ke Toni Setiawan, Ali Usman dan Roni. Novri juga kebagian Rp1 juta karena berhasil menemukan pembeli.

Pada 7 Desember 2019, Tim Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPHLHK) Seksi II Wilayah Sumatera, Pekanbaru mengetahui kejahatan itu. Mereka mendatangi rumah Yusuf dan mengamankan janin harimau dalam toples.

Selanjutnya, mereka membawa Yusuf ke rumah Sakban saat itu duduk di teras bersama Toni Setiawan. Tim juga mengamankan kulit harimau yang dijemur di tripleks bekas belakang rumah Sakban. Petugas membawa ketiganya dan barang bukti ke Pekanbaru. Tiga hari kemudian, mereka jadi tersangka.

Pada 5 Februari 2020, penyidik melimpahkan tersangka dan selembar kulit harimau serta empat janin ke Kejaksaan Negeri Pelalawan. Akhir Februari tiga terdakwa jalani sidang perdana mendengar dakwaan penuntut umum.

Sampai majelis hakim memvonis ketiganya, Novri, Ali Usman dan Roni masih berstatus daftar pencarian orang (DPO). Sedangkan kulit harimau dan janin akan dimusnahkan, sesuai putusan majelis hakim.

Jaksa Rahmat, mengatakan, belum menentukan jadwal pemusnahan.

Sufriadi, koordinator Penyidik PPHLHK Seksi II Wilayah Sumatera menyebut, Ali Usman, Roni, Toni Setiawan dan Sakban bersahabat lama bahkan kerap tidur di rumah Sakban. Mereka hanya bantu Sakban dan Yusuf mengemas organ-organ harimau yang hendak dijual.

Osmantri, Wildlife Crime Team WWF Sumatera bagian tengah mengatakan, penyidik harus introgasi Yusuf lebih mendalam. Dia meyakini, Yusuf sudah lama berhubungan dengan para pembeli atau pemesan organ harimau Sumatera.

“Kita minta aksi penyidik untuk menjangkau pembeli atau pemain akhir dalam kejahatan ini. Penyelesaian masalah tidak sebatas pada penjerat juga pemodal dan pasarnya,” katanya.

Yusuf, bukan penjerat biasa. Dia duga sudah berulangkali bahkan sangat sadis dengan menyentrum harimau.

Osmantri mengapresiasi penegak hukum yang memvonis maksimal pelaku. “Setidaknya daerah perburuan itu lebih terjamin keamanannya dengan jeda panjang Yusuf dalam penjara.”

Apresiasi serupa juga diutarakan Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau Suharyono. Dia menghormati upaya penegak hukum meski vonis terhadap terdakwa tak sampai maksimal lima tahun.

Vonis itu dianggap cukup beri efek jera. Suharyono juga berterimakasih pada Polda Riau yang beri dukungan luar biasa dalam penanganan kejahatan satwa. “Sinergi antar pihak sangat diperlukan dan harus ditingkatkan.”

 

 

Keterangan foto utama: Kulit harimau dan empat janin. Foto : Rafka Majjid untuk Mongabay Indonesia

Exit mobile version