Mongabay.co.id

Pandemi Corona Menghambat Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur

Harapan, badak sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007. Sejak 2 November 2015, ia berada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Aceh merupakan provinsi yang ambil bagian dalam aksi darurat penyelamatan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis]. Bagaimana perkembangannya?

Saat ini, konsorsium yang tergabung dalam upaya perlindungan badak sumatera tengah mengerjakan pembangunan Suaka Rhino Sumatera [SRS] di Kabupaten Aceh Timur.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Irianto pada Rabu, [13/5/2020] mengatakan, lembaga yang tergabung dalam konsorsium tersebut sedang melakukan tugasnya masing-masing. Sekarang, sudah pada tahap pengurusan izin tempat atau lokasi.

“Pembangunan SRS berada di kawasan hutan berstatus hutan produksi, area penggunaan lain, dan hak guna usaha [HGU] perusahaan kelapa sawit,” terangnya.

Agus menyebutkan, izin lokasi di hutan produksi dan area penggunaan lain hampir selesai. Sementara, lokasi di HGU masih terus dilakukan pembahasan dengan perusahaan pemegang izin.

“Kemungkinan besar, HGU tersebut akan dimasukkan dalam wilayah konservasi oleh perusahaan,” ujarnya.

Agus menambahkan, pandemi virus corona [COVID-19] membuat beberapa kegiatan pendukung pembangunan terganggu. Misal, pertemuan langsung dengan sejumlah pihak yang terlibat, tidak bisa dilakukan. “Tentu saja berdampak pada aktivitas dan waktu yang telah ditentukan,” ujarnya.

Baca: Cara Ini Dilakukan untuk Menjaga Badak Sumatera dari Kepunahan

 

Harapan, badak sumatera kelahiran Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika, 27 Mei 2007. Sejak 2 November 2015, ia berada di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dalam Rencana Aksi Darurat [RAD] Badak Sumatera atau Emergency Action Plan [EAP] yang ditetapkan Dirjen KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018, satu hal penting yang ditekankan adalah menyatukan populasi badak sumatera yang berada di Kawasan Ekositem Leuser [KEL] dan Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL] ke habitat yang luasnya lebih dari 100.000 hektar.

Keputusan itu diambil setelah sejumlah ahli badak perpendapat, badak-badak yang telah terfragmentasi di Leuser harus dikumpulkan di satu tempat untuk bisa berkembang biak.

Lokasi pendirian SRS telah dipilih di Aceh Timur. Tempat ini terhubung langsung dengan hutan alami Kawasan Ekosistem Leuser hingga ke Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL]. Sebagai gambaran, luas KEL yang berada di Provinsi Aceh luasnya mencapai 2,25 juta hektar.

Baca: Tindakan Darurat Penyelamatan Badak Sumatera Harus Dilakukan

 

Badak Harapan yang perkembangannya selalu diperhatikan di SRS Way Kambas, Lampung. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kegiatan tertunda akibat pandemi

Dedi Yansyah, Koordinator Perlindungan Satwa Liar Forum Konservasi Leuser [FKL] mengatakan hal yang sama. Akibat corona, beberapa kegiatan yang mendukung pembangunan SRS tertunda.

Saat ini, prosesnya pada pengurusan perizinaan, finalisasi Detail Engineering Design [DED], serta studi kelayakan dan kajian lingkungan. “Terkait DED, jika tidak ada pandemi, kegiatan ini seharusnya selesai Maret 2020,” terangnya.

FKL bersama Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL], Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [LHK] Aceh dan Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] telah mengoperasikan 26 tim patroli untuk mencegah perburuan satwa di hutan Leuser.

“Tim ini patroli tiap bulan. Sejauh ini, kondisi badak sumatera relatif aman dari perburuan, tetapi bermasalah dengan populasi kecil. terangnya. Diperkirakan, jumlah individu yang terisolasi di habitat terpisah itu sekitar 5 hingga 10 individu,” urainya.

Dedi mengatakan, populasi yang terfragmentasi ini harus segera diselamatkan. Meski dijaga ketat dari perburuan dan pengrusakan habitat, namun karena tidak bisa berkembang biak, dikhawatirkan akan punah sendirinya.

“Badak sangat berbeda dengan satwa lain yang bisa hidup dekat permukiman penduduk. Badak butuh alam yang benar-benar aman dan sunyi dari kegiatan manusia,” jelasnya.

Baca juga: Menolak Punah Badak Sumatera, Aceh Terapkan Qanun Perlindungan Satwa [Bagian 4]

 

Suaka Rhino Sumatera, Way Kambas, Lampung, yang dipagar dan dialiri listrik. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Apakah selama pandemi corona ada perburuan satwa di Kawasan Ekosistem Leuser? Dedi mengaku, sejauh ini ada temuan tim perlindungan satwa liar FKL. Namun, perburuan banyak ditemukan di pinggir hutan atau hutan yang dekat permukiman warga.

“Umumnya, tim banyak menemukan jerat rusa dan itu tidak dipasang oleh pemburu profesional. Kami perkirakan, jerat-jerat tersebut dipasang masyarakat yang aktivitasnya terganggu karena corona.”

Dedi mengaku, selama pandemi, banyak kegiatan perlindungan satwa liar terganggu. Ini disebabkan masyarakat menutup akses ke desa mereka secara mandiri. Akibatnya, tim tidak bisa melewati atau mendatangi lokasi-lokasi tersebut.

“Banyak kendala perlindungan satwa liar saat ini. Tim juga tidak bisa dimobilasi dari satu daerah ke daerah lain,” tegasnya.

Badak sumatera merupakan satwa langka yang berdasarkan IUCN statusnya Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Keberadaannya tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, dan Kutai Barat, Kalimantan Timur. Jumlahnya diperkirakan tidak lebih 100 individu.

 

 

Exit mobile version