Mongabay.co.id

Nasib Lima Lumba-lumba Ditengah Wabah Corona

 

Lima ekor lumba-lumba jantan hidung botol itu bernama Arafik, Emon, Suarez, Leo, dan Simba.

Sudah dua bulan kolamnya lebih sunyi karena perusahaan menutup usahanya, sejak instruksi karantina penanggulangan COVID-19 terjadi. Hanya ada sekitar 5 pelatih dan manajemen perusahaan PT. Bali Exotic Marine Park yang berlokasi di dekat Pelabuhan Benoa ini.

Perusahaan ini buka arena wisata kolam berisi lumba-lumba dengan izin Lembaga Konservasi (LK) akhir 2019 ini. Dalam prasasti pengesahan tertulis disahkan oleh Wiratno, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK) pada 19 September 2019.

Pada 28 April 2020 lalu, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali sedang melakukan kunjungan ke kolam kelima lumba-lumba itu. Bagian dari program One Day One Hour Live IG with BKSDA Bali bertajuk Satwa Kami Baik-baik Saja sejak 23 April hingga 30 April 2020 ini.

Sejauh mata memandang, ada tiga kolam, dua diantaranya berukuran kecil. Namun ketiganya terkoneksi. Nampak lima lumba-lumba sedang mendekati bibir kolam, dekat para pelatih yang bersiap menemani dan memberi makan pada pukul 10 pagi. Koordinator pelatih adalah Hariyadi, pelatih senior yang sedang mendampingi usai pelatihan jadi trainer lumba-lumba di PT. WSI.

baca : Begini Dampak Pandemi Bagi Masyarakat di Kawasan Konservasi Perairan Indonesia Timur

 

Lokasi Bali Exotic Marine Park yang baru dibuka akhir 2019 lalu ini berlokasi di dekat Pelabuhan Benoa, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kolam ini disebut seluas 1000 meter persegi dengan kedalaman maksimum 3 meter. Penurunan pengunjung sudah terjadi pada Januari sampai penutupan tengah Maret ini. “Mohon tidak terlalu dekat, droplet bisa jatuh ke kolam. Walau belum terbukti, perlu kehati-hatian,” ajak Sumarsono, Kasi Konservasi Wilayah I BKSDA Bali.

Karena lumba-lumba jenis mamalia menurutnya protokol penanganan sama, dan sejauh ini pemberian pakan dan perawatannya disebut sama seperti sebelum pandemi.

Ida Bagus Agastya, direktur utama perusahaan menemani proses kunjungan ini. Dari pintu masuk, kolam, ruang penyimpanan pakan, kolam karantina, laboratorium, sampai melihat pemberian pakan. Jenis ikan yang diberikan adalah yang sedang musim di antaranya ikan selar, lembung, dan layang.

Saat pemberian pakan, kelima trainer segera mencari lumba-lumba yang diurusnya. Membawa ember-ember berisi ikan, mereka berpencar ke sejumlah sudut kolam. Proses pemberian makan diikuti sentuhan dan latihan-latihan dengan peluit atau gerak tubuh. Misalnya kelima lumba-lumba menepuk siripnya seperti tepuk tangan, mencium trainer, dan melompat bersamaan.

Agastya mengatakan semua trainer direkrut lalu disekolahkan di Semarang, PT. WSI sampai lulus sekitar 3 bulan. “Sebelum diterima prinsipnya sayang satwa, punya kemampuan renang, saya kenalkan visual saja lalu kirim sekolah 3 bulan,” ujarnya. Setelah kembali, didampingi trainer WSI sampai 3 bulan berikutnya.

Apakah ada pembelajaran dari kasus kematian lumba-lumba di perusahaan lain misal Melka, Lovina? Ia menyebut tak mau coba-coba dan yang dijual ke turis adalah edukasi. “Kami tak ada atraksi hanya interaksi, murni edukasi. Pengunjung datang tak lihat main bola, interaksinya berenang bersama, peluk, cium,” jelsnya. Interaksi pengunjung dibagi 4 sesi dalam satu hari, durasinya sekitar 90 menit per sesi termasuk persiapan.

Soal kematian lumba-lumba di kolam perusahaan lain, Ia mengaku tergantung keseriusan pengelolaan. “Sudah konsekuensi kalau pelihara dan buka lembaga konservasi prinsipnya harus tahu tanggung jawab pengelolaan. Kesejahteraan, kelayakan satwa jadi yang utama,” lanjut Agastya.

baca juga : Tercatat Pertama Kali, Paus Orca Melintasi dan Terdampar di Perairan Flores Timur. Bagaimana Nasibnya?

 

Lima individu dolphin ini dilatih trainernya Bali Exotic Marine Park. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Indikator yang diterapkan perusahaan adalah luasan kolam, kedalaman, filter air agar tak ada unsur kimia. Ia menyebut memakai 12 mesin pompa yang mendorong sirkulasi, olah air laut, dan cek salinitasnya. Sementara soal pakan syaratnya tidak dalam kondisi busuk, ikan luka, dan segar. Jenisnya sesuai kandungan protein ikan dan tak ada sisik. Porsi makan sesuai berat tubuh, tiap satwa makan 8 kg yang dibagi dalam 4 sesi. Tiap sesi jeda 2 jam, dan mulai dibuka pukul 10 pagi sampai 4 sore.

Dengan luas kolam 1000 meter persegi menurutnya kapasitas bisa 10 satwa. Selain itu perusahaan menyebut memiliki medical check, ambil darah, cek lab termasuk cek air. Sebelum COVID-19, pengunjung terbanyak adalah Timur Tengah, India, China, dan Rusia.

Agastya menyebut pihaknya tak menghitung sampai kapan mampu merawat kelima lumba-lumba selama penutupan dan karantina ini. “Kami harus kuat karena bagian komitmen, sangat diperhatikan juga oleh BKSDA. Mereka intens mengontrol, kerjasama kami sangat baik, sering mohon petunjuk,” sebutnya. Dampak pandemi selain penutupan usaha, karyawan Bali Exotic Marine Park sudah dirumahkan kecuali para trainer.

Usia lumba-lumba antara 8-12 tahun, beratnya rata-rata 80-an kg. Tantangannya adalah ketika masa birahi, mereka malas makan dan perilaku agak agresif, tak bisa dipaksa mengikuti pelatihan.

Rutinitas perawatan dilakukan trainer dengan memberikan laporan harian, satwa dicek kondisi dari mata, kotoran, lidah, kulit, perilaku, dan frekuensi bernafas ke permukaan. Ia menyontohkan jika mata sayu kemungkinan ada masalah. Kotorannya kalau sehat, berbentuk cair menyatu dengan air. Kalau menggumpal, kemungkinan dehidrasi. Salah satu upaya mengurangi dehidrasi, sebutnya, ikan yang akan diberikan ke lumba-lumba dinjeksi air tawar.

Bagaimana dengan meningkatnya kampanye mengurangi satwa lumba-lumba di kolam? Agastya berpendapat selama jadi standarisasi yang ditentukan pemerintah, kapasitas memadai, cara perawatan dan konsistensi kenyamanan memelihara lumba-lumba di kolam tak masalah. “Karena kita perlu bahan edukasi bukan semata dipertontonkan. Tujuan kita lembaga konservasi, berperan memberi pengalaman lebih pada dunia pendidikan dan orang awam yang belum tahu mamalia,” urainya.

Ada sejumlah regulasi terkait pedoman peragaan lumba-lumba ini, salah satunya Peraturan Dirjen PHKA No.P.16/IV-SET/2014 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Peragaan Lumba-lumba. Ada juga Peraturan Dirjen PHKA No.P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi.

Surat Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Nomor: S.989/KKH/AJ/KSA.2/9/2018 tanggal 10 September 2018 perihal Peragaan Satwa Lumba-Lumba menyebutkan yang dimaksud izin peragaan lumba-lumba yang berakhir masa berlakunya dan tidak dapat diperpanjang kembali adalah izin peragaan lumba-lumba di luar LK atau peragaan lumba-lumba keliling.

menarik dibaca : Sirkus Lumba-lumba, Edukasi atau Eksploitasi?

 

Wisata lumba-lumba di kolam makin mendapat perhatian pasca kematian salah lumba-lumba di Hotel Melka, Lovina, Buleleng. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Lumba-lumba Melka

Sementara itu, sisa lumba-lumba di kolam Melka Hotel, Lovina, Buleleng pasca evakuasi kini diawasi di Bali Dolphin Sanctuary, sebuah sea pen pesisir laut Taman Nasional Bali Barat.

Dikelola bersama antara pemerintah dan Dolphin Project, JAAN, dan lainnya. Tersisa tiga individu di sana. Pasca kejadian di Melka-Lovina itu, turis makin berhati-hati dengan wisata atau pertunjukan lumba-lumba, terlebih dengan makin banyaknya edukasi tentang perilaku mamalia ini di habitatnya.

Petisi yang dibuat Jakarta Animal Aid Network (JAAN) agar pemerintah menghentikan pertunjukan keliling atau sirkus lumba-lumba sudah ditandatangani lebih dari 340 ribu orang. Hasilnya, ada respon dari Wiratno, Dirjen KSDAE KLHK yang menyatakan pada 5 Februari 2020, semua lembaga konservasi yang memiliki izin peragaan keliling lumba-lumba, telah habis masa berlakunya.

Berdasarkan hasil kesepakatan seluruh pihak terkait, izin ini tidak diperpanjang lagi. Jadi, jika masih ada peragaan Lumba-Lumba keliling setelah izin peragaan habis, maka hal tersebut melanggar ketentuan yang berlaku. Warga bisa melaporkannya melalui call center Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat, atau menghubungi call center Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) di 081315003113.

“Pemerintah telah berkomitmen bahwa dalam pengelolaan satwa harus mengedepankan aspek kesejahteraan satwa. Mari kita jaga bersama kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.” tulisnya pada kolom tanggapan di laman yang sama dengan petisi ini.

baca juga : Dua Dolphin Terakhir Akhirnya Bebas dari Kolam Hotel Melka

 

Dewa dan Johny, dua lumba-lumba yang diselamatkan dari Hotel Melka, Lovina, Buleleng, beradaptasi di sea pen, “kolam” laut lepas di sebuah teluk kawasan Taman Nasional Bali Barat. Foto: BKSDA Bali/Mongabay Indonesia

 

Donasi Pakan dan Dukungan Pemerintah

Penutupan seluruh Lembaga Konservasi di Indonesia bagi pengunjung sebagai dampak penerapan kebijakan PSBB di beberapa daerah untuk meminimalisasi penyebaran COVID19 telah memunculkan isu satwa kelaparan akibat kehabisan pakan. Sebagai dampak tidak adanya pemasukan dana di LK.

Meski ditutup, LK tetap melakukan pemeliharaan terhadap satwa, mulai dari pemberian pakan, pemeriksaan kesehatan hingga menjaga kebersihan lingkungannya.

Ketua Umum Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) Rahmat Shah mengatakan pihaknya mendukung upaya pemerintah memutus mata rantai penyebaran virus COVID19, dengan menutup kegiatan operasional seluruh LK di Indonesia sejak Maret 2020.

“Penutupan ini jelas berdampak bagi pengelola LK. Apalagi selama ini LK mengandalkan biaya pengelolaan satwa dan karyawan dari tiket masuk pengunjung. Mudah mudahan pandemi ini tidak berkepanjangan karena sebagian LK hanya mampu bertahan hingga bulan Juli 2020. Namun selama penutupan, keeper satwa masih tetap bekerja seperti biasa merawat satwa. Begitu pula dokter hewan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan satwa untuk menjamin kesejahteraannya,” kata Rahmat dalam siaran pers KLHK, Jumat (15/5/2020).

Oleh karena itu Rahmat Shah berharap perhatian dan dukungan dari KLHK untuk membantu LK, sebagaimana yang telah dilakukan pada saat ini. Selain itu, PKBSI juga berinisiatif mengajak masyarakat luas untuk ikut peduli satwa di LK dengan membantu program donasi “Food for Animal.” Seluruh hasilnya akan disalurkan kepada LK yang benar – benar membutuhkan pembiayaan pakan satwa dan obat obatan selama masa pandemic COVID19 ini.

“Tentu kami akan mempertanggungjawabkan seluruh donasi masyarakat secara transparan. Termasuk menyeleksi LK yang sangat membutuhkan bantuan. Baik selama masa pandemi maupun masa recovery pasca pandemi ini,” tambah Rahmat.

Sedangkan Direktur Jenderal KSDAE KLHK Wiratno mengatakan Lembaga Konservasi umum di Indonesia seperti Kebun Binatang, Taman Satwa dan Taman Safari yang telah mendapatkan ijin pemerintah cq KLHK sebanyak 81 unit. Pengelolanya mulai dari badan usaha milik Pemerintah Daerah maupun BUMS.

“Dengan jumlah koleksi satwa lebih dari 66.845 individu baik karnivora, herbivora, burung dan ikan, penutupan LK mempengaruhi operasional dalam mencukupi kebutuhan pakan dan obat obatan. Untuk membantu mereka, KLHK telah mengalokasikan pakan dan obat obatan bagi LK yang membutuhkan,” katanya.

 

Mata Rocky buta, untungnya lumba-lumba bergerak mengandalkan suara. Kemampuan navigasi dengan sonar inilah yang hilang jika dalam kolam beton. Rocky merupakan lumba-lumba yang dievakuasi dari Hotel Melka, Lovina, Buleleng Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Selain dukungan pakan dan obat obatan, KLHK juga memberikan dukungan melalui kebijakan, seperti

  1. Surat Menteri LHK ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S.210/ MENLHK/PHPL/HPL.3/4/2020 tanggal 3 April 2020, tentang Permohonan Relaksasi Kebijakan Ekonomi Sektor Kehutanan termasuk didalamnya diusulkan stimulus keringanan perpanjangan masa pembayaran pajak serta kebijakan tertentu terkait pembatasan pergerakan dalam hal penyediaan pakan satwa.
  2. Surat Menteri LHK ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S.280/ MENLHK/SETJEN/OTL.0/4/2020 tanggal 23 April 2020, tentang Permohonan Relaksasi Pajak bagi Lembaga Konservasi.
  3. Surat Menteri LHK ke Menteri Keuangan Nomor S. 279/MENLHK/SETJEN/ OTL.0/4/2020 tanggal 23 April 2020 tentang Permohonan Relaksasi Pajak Bagi Lembaga Konservasi.
  4. Surat Menteri LHK ke Menteri Dalam Negeri Nomor S.277/MENLHK/SETJEN/ OTL.0/4/2020 tanggal 23 April 2020 tentang Permohonan Relaksasi Pajak Bagi Lembaga Konservasi.
  5. Surat Direktur Jenderal KSDAE ke Korlantas POLRI dan Dirjen Perhubungan Darat Nomor S.211/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tanggal 6 Mei 2020 tentang Permohonan Pengecualian Transportasi Penyediaan Pakan Satwa di Kebun Binatang.

 

Exit mobile version