Mongabay.co.id

Kebun Raya dan Pentingnya Pelestarian Keanekaragaman Hayati

Hari ini, Senin (18/5), Kebun Raya Bogor genap berusia 203 tahun. Kebun raya tertua di Asia Tenggara ini berdiri pada  tanggal 18 Mei 1817. Ia diresmikan oleh Gubernur Jenderal Baron van der Capellen, dengan nama Lands Plantentuin te Buitenzorg.

Laman krbogor.lipi.go.id menulis antara lain bahwa di awal berdirinya, Kebun Raya Bogor hanya difungsikan sebagai sebuah kebun percobaan bagi tanaman-tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan di kawasan Hindia-Belanda waktu itu.

Namun, dalam perkembangan selanjutnya, fungsi kebun percobaan itu diperluas dengan lahirnya beberapa institusi ilmu pengetahuan seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Laboratorium Treub (1884), dan Museum serta Laboratorium Zoologi (1894).

Kebun Raya Bogor sendiri bisa dibilang sebagai nenek moyangnya kebun raya di negeri ini. Dari Kebun Raya Bogor inilah kemudian lahir sejumlah kebun raya lainnya seperti Kebun Raya Cibodas di Cimacan, Jawa Barat, Kebun Raya Purwodadi di Pasuruan, Jawa Timur, dan Kebun Raya Bedugul di Tabanan,  Bali.

Dalam perkembangannya, Kebun Raya Bogor saat ini mempunyai koleksi yang cukup lengkap. Tercatat dalam situs Pusat Konservasi Kebun Raya LIPI, Kebun Raya Bogor memiliki kekayaan flora, dengan perincian 213 famili, 1202 genus, 3156 spesies, dan 12.141 spesimen tumbuhan.

Baca juga: Benarkah Kebun Raya Bogor Kebun Raya Tertua di Dunia?

 

Sebuah spot di Kebun Raya Bogor yang biasa digunakan pengunjung untuk berfoto. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan historisnya, keberadaan kebun raya di masa silam tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kemunculan ilmu tentang tumbuh-tumbuhan (botani) di Era Renaissance. Hingga sebelum abad ke-16, mayoritas kebun raya di Eropa didirikan dengan tujuan utama untuk keperluan obat-obatan. Jadi, kurang-lebih semacam apotek hidup.

Hampir semua kebun raya kuna di dunia didirikan di lingkungan kampus-kampus universitas, atau setidaknya memiliki kaitan erat dengan sebuah universitas. Orto Botanico di Pisa, Italia, disebut-sebut sebagai Kebun Raya tertua di dunia. Ia berdiri pada tahun 1544 dan dimiliki oleh Universitas Pisa.

Di zaman modern sekarang ini, kebun raya pada dasarnya merupakan taman alam yang dipelihara untuk maksud-maksud ilmiah, pendidikan dan rekreasi (wisata). Lazimnya pula, sebuah kebun raya berdiri berdampingan dengan sebuah balai penelitian mengenai flora. Sejauh ini, terdapat sekitar 1.800 kebun raya yang tersebar di 150 negara.

Kebun raya mempunyai fungsi penting sebagai bank (plasma nutfah) aneka jenis spesies tanaman, mulai dari tanaman yang umum, tanaman langka hingga tanaman yang nyaris punah. Kita cukup beruntung karena telah memiliki sejumlah kebun raya, yang menyimpan aneka tanaman, baik yang khas asli Indonesia maupun yang dari luar Indonesia.

Selain menjadi bank aneka jenis spesies tanaman, kebun raya memiliki fungsi penting lainnya yakni menjadi zona penyeimbang temperatur dan pembersih udara bagi wilayah di sekitarnya. Dengan koleksi aneka tumbuhan yang ada di dalamnya, kebun raya yang ada di suatu daerah berfungsi pula sebagai paru-paru untuk daerah itu.

Terkait dengan kelestarian keanekaragaman hayati, kebun raya juga dapat menjadi habitat sejumlah fauna yang membentuk sebuah ekosistem yang saling bergantung, dan saling mendukung.

 

Kebun Raya Bogor juga dimanfaatkan sebagai lokasi bermain dan melakukan pendidikan lingkungan bagi anak-anak usia sekolah. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Dengan demikian, keberadaan kebun raya  memiliki peran krusial dalam ikut mempertahankan kenekaragaman hayati yang sangat penting artinya bagi kehidupan umat manusia.

Sebagaimana kita ketahui, Indonesia termasuk ke dalam salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia. Dewasa ini, Indonesia menempati posisi kedua setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati.

Ditaksir, negara kita memiliki sekurangnya 5.131.100 keanekaragaman hayati. Sekitar 15,3% keanekaragaman hayati dunia ada di Indonesia. Akan tetapi, Indonesia juga menghadapi keterancaman keanekaragaman hayati yang paling tinggi (Kompas, Senin, 1 April 2013).

Di samping ikut mempertahankan keanekaragaman hayati, kebun raya juga memiliki fungsi edukatif dan rekreatif. Dalam hal pendidikan, keberadaan kebun raya dapat menjadi wahana bagi terselenggaranya pendidikan lingkungan, baik secara formal maupun informal, bagi masyarakat luas.

Botanic Gardens Conservation International (BGCI), yang merupakan organisasi jejaring internasional yang mewadahi seluruh kebun raya di dunia,  telah berkomitmen untuk terus mempromosikan pendidikan dan kesadaran terkait keanekaragaman hayati dan perlunya upaya konservasi.

Sementara itu, yang terkait dengan aspek rekreasi, kehadiran kebun raya dapat menjadi tempat wisata alternatif yang lebih menyehatkan fisik dan psikis. Kita tahu dengan aneka tumbuhan yang dimilikinya, lingkungan kebun raya memiliki udara yang lebih bersih daripada tempat-tempat rekreasi lainnya.  Melakukan rekreasi ke kebun raya dapat membuat badan dan pikiran lebih bugar dan segar.

 

Setiap provinsi

Menilik manfaatnya yang demikian besar, sungguh tepat apabila Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggaungkan gagasan untuk semakin memperbanyak pembangunan kebun raya di berbagai daerah di negeri ini. Baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat luas perlu bersama-sama mendukung dan mewujudkan gagasan ini.

Kita berharap minimal di setiap provinsi di negeri ini terdapat dua atau tiga kebun raya. Hanya saja, mengingat masing-masing daerah mempunyai kekhasan floranya sendiri-sendiri, alangkah baiknya setiap pembangunan dan pengembangan kebun raya diupayakan untuk lebih menonjolkan aspek tematik dari tiap-tiap daerah, sehingga masing-masing kebun raya memiliki kekhasan dan karakteristiknya sendiri-sendiri.

Semakin banyak kebun raya yang berdiri di negeri ini, maka semakin besar kesempatan yang kita miliki untuk melakukan konservasi flora, baik yang ex-situ maupun yang in-situ. Di samping itu, kebun raya-kebun raya yang ada diharapkan akan kian memicu meningkatnya kesadaran, pengetahuan, dan apresiasi masyarakat kita terhadap peran penting tumbuhan dan lingkungan bagi kehidupan umat manusia di muka Bumi ini.

  

* Rejeki Wulandari,  penulis lepas, ibu rumah tangga, dan peminat masalah lingkungan. Tinggal di Bandung.

 

Exit mobile version