Mongabay.co.id

Belajar dari Kebun Binatang Gembira Loka Bertahan saat Pandemi

Beruang madu di Taman Satwa Taru Jurug di Solo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Empat becak mangkal tak jauh dari pintu masuk Gembira Loka Zoo sisi timur. Akses masuk terhalang spanduk berwarna mencolok. “Gembira Loka Zoo tutup sementara. Dibuka kembali sesuai kebijakan pemerintah.”

“Sejak satu setengah bulan lalu,” kata tukang becak di sana. “Mungkin sampai Corona hilang,” katanya mencoba menerangkan.

Halaman parkir terlihat hanya terisi beberapa sepeda motor dan mobil karyawan. Di hari biasa, tempat parkir penuh kendaraan pengunjung. Bahkan meluber sampai di jalan dan lahan-lahan parkir dadakan kelolaan warga.

“Kami menutup Gembira Loka sejak Minggu, 22 Maret lalu. Dengan batas waktu yang belum ditentukan. Kami akan mengingat dan mengindahkan kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah,” kata KMT A Tirtodiprojo, Direktur Utama Gembira Loka Zoo, Yogyakarta, saat ditanya Mongabay, Jumat, 8 Mei lalu.

Manajemen Gembira Loka Zoo sebelumnya memberi batas waktu penutupan hingga 31 Maret, diperpanjang 30 April dan perpanjangan ketiga sampai batas waktu belum ditentukan.

Baca juga: Krisis Pakan Satwa di Kebun Binatang Dampak Pandemi Corona

Gembira Loka Zoo bukan satu-satunya kebun binatang atau lembaga konservasi (LK) yang menutup kunjungan selama pandemi. Ada Taman Satwa Taru Jurug di Solo, Semarang Zoo, Wildlife Rescue Center Jogja di Kulonprogo.

Sebelumnya, Wiratno, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) memerintahkan Balai Besar KSDA untuk mengevaluasi dan mengantisipasi penutupan kunjungan ke lembaga konservasi umum, yaitu, kebun binatang, taman satwa dan penangkaran satwa liar.

Baca juga: Nasib Satwa di Kebun Binatang Perlu Kebijakan Negara

Penutupan itu memukul pemasukan dana operasional kebun binatang. Selama ini, kebun binatang mengandalkan biaya operasional dari tiket pengunjung, atraksi, parkir, dan merchandise. Imbasnya, pemberian pakan satwa juga terancam.

Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) belum lama ini merilis survei yang menyebutkan 90% anggota hanya bisa bertahan satu bulan dalam memberi pakan untuk satwa. Sebanyak 5,26% yang bisa bertahan menyediakan pakan selama satu hingga tiga bulan. Sisanya, mampu menyediakan pakan sampai lebih dari tiga bulan. Survei secara internal untuk 60 anggotanya.

 

Pintu masuk Kebun Binatang Gembira Loka, Solo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Sumbang pakan

Berbeda dengan kebanyakan kebun binatang lain di Indonesia, “ketahanan pangan satwa” Gembira Loka Zoo tergolong baik. Bahkan kebun binatang ini menyumbang pakan kepada kebun binatang dan lembaga konservasi lain yang memerlukan pakan.

“Kami membantu kebun binatang di Medan, Semarang Zoo, LK di Kulonprogo dan Sukabumi. Untuk Medan sampai dua kali,” kata Joko. “Bantuan kami itu seperti pancingan. Akhirnya pemerintah daerah Medan dan Semarang, masyarakat peduli hingga bulan berikutnya mereka sudah bisa kuat. Jadi kami senang.”

Berbeda pula dengan kebun binatang lain, kata Joko, selama pandemi ini mereka tidak menerima bantuan pemerintah daerah. Itu karena pihak manajemen mampu menyediakan dana talangan saat krisis terjadi seperti pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini.

“Kami merasa masih mampu. Prediksi kami krisis ini sampai Juli atau Agustus. Pakan masih aman, tidak akan diturunkan kualitas sampai kapanpun. Yang berubah hanya variasi. Kami jamin. Bagi kami pakan satwa adalah prioritas.”

Sementara dalam akun instagramnya, PKBSI mengunggah perolehan sementara donasi Food for Animals per 6 Mei kemarin mencapai lebih dari Rp527 juta. Dana itu akan disalurkan bagi kebun binatang anggota PKBSI yang tutup sejak pertengahan Maret lalu.

Dana dari masyarakat itu untuk pembelian pakan dan obat-obatan. Sebagai bentuk apresiasi, PKBSI akan menerbitkan sertifikat elektronik “Pahlawan Satwa” bagi para donatur.

Berbeda dengan PKBSI, permintaan donasi terbuka itu pun tidak dilakukan manajemen Gembira Loka Zoo.

“Secara umum kami tidak membuka donasi. Bukan kami menolak, tapi masyarakat dengan kesadaran sendiri sudah membantu Gembira Loka,” kata Joko, seraya mengucapkan terima kasih atas kepedulian masyarakat akan kehidupan satwa.

Sejauh ini beberapa pihak yang membantu Gembira Loka antara lain Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang memberikan kelinci, tikus putih. Beberapa supermarket di Jogja memberikan buah, sayur, dan daging, sementara dari peternak ikan antara lain memberikan lele.

Kemampuan Gembira Loka Zoo dalam menjamin pakan satwa itu disebutkan oleh Joko hasil dari tempaan pengalaman selama ini dalam menghadapi berbagai krisis dan bencana.

Pada kurun waktu 2003-2005, Gembira Loka Zoo juga pernah alami penurunan jumlah pengunjung. Kenaikan bahan bakar mimyak (BBM) pada 2005, dilanjutkan inflasi 2005-2006, gempa bumi 2006, lalu lahar dingin 2007, dan erupsi Merapi 2010 juga berpengaruh terhadap operasional kebun binatang.

“Pada saat itu kami terseok-seok. Tekanan sebenarnya lebih berat sekarang. Itulah yang menempa kami hingga kami memutuskan menabung untuk berjaga-jaga saat krisis datang.”

 

Kasuari di Taman Satwa Taru Jurug di Solo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Untuk menghemat biaya operasional, dibanding mengurangi jatah pakan satwa, manajemen memilih merumahkan karyawan. Itupun mereka masih mendapat gaji meski tidak penuh.

“Mereka masuk atau tidak masuk tetap kami gaji, meski tidak utuh. Mereka yang betul-betul tinggal di rumah tidak bekerja, kami gaji 40%. Take home pay. Mereka yang bekerja dari rumah saya kasih 50%. Bagi karyawan yang masuk 50% plus uang transport.”

Informasi dari humas Gembira Loka Zoo menyebutkan, kebijakan tanpa PHK meski pandemi mendera itu menjamin karyawan tetap mendapat penghasilan, tanpa harus mengorbankan anggaran pakan satwa. Dari 287 karyawan, 65 orang dirumahkan, 43 orang bekerja dari rumah, dan masih di lapangan 179 orang.

Untuk pakan, gajah menjadi satwa yang paling banyak menghabiskan anggaran. Joko bilang, satu gajah perlu pakan sepersepuluh berat badan. Andai berat 2,5 ton, pakan sebanyak 250 kilohgram. Saat ini, mereka memiliki delapan gajah dewasa dan satu anakan baru lahir, 25 Maret lalu.

Paramitha Adelia, Kepala Unit Nutrisi Gembira Loka Zoo, mengatakan, seluruh biaya pakan gajah Rp10 juta-Rp11 juta per minggu. Kebun binatang ini mengoleksi sekitar 1.200 individu. Untuk seluruh satwa itu keperluan pakan Rp70 juta-Rp 80 juta per minggu.

Beberapa pakan satwa diusahakan sendiri, meski terbatas, misal, tikus putih untuk makanan burung dan reptil. Dedaunan untuk primata kecil, seperti rusa juga dipenuhi sendiri.

“Pakan impor ada, untuk pakan pinguin. Tapi setok masih cukup. Beberapa bulan lalu kita sudah campur dengan ikan lokal. Bisa. Daging beberapa impor, juga bisa dicampur daging lokal,” katanya.

Dengan cara itu manajemen bisa menghemat biaya tanpa mengorbankan kualitas nutrsi pakan bagi satwa.

Perhari rata-rata kebun binatang yang terletak di sebelah barat Sungai Winongo ini dikunjungi 1.000 orang, dengan harga tiket paling rendah Rp30.000.

 

Pengunjung berinteraksi dengan gajah di Gembira Loka Zoo, sebelum pandemi. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Adopsi satwa

Surakarta sebagai kota pertama di Indonesia yang menerapkan kejadian luar biasa (KLB) COVID-19, pun melakukan sejumlah pembatasan. Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo sejak Senin, 16 Maret sudah penutupan.

Bimo Wahyu, Direktur utama TSTJ Solo mengatakan, penutupan itu justru memberi kesempatan kepada satwa untuk beristirahat dan mendapat perawatan lebih banyak mengingat tak ada pengunjung. Dia bilang, tak ada pengaruh pada pemberian pakan untuk satwa.

“Tidak ada pengaruh, justru kita lebih fokus perawatan satwa karena pelayanan pengunjung tidak ada,” katanya menjawab pertanyaan Mongabay melalui pesan tertulis, pada Kamis, 7 Mei lalu.

Penutupan memang berimbas kepada pemasukan, karena selama ini TSTJ masih mengandalkan penjualan tiket sebagai sumber dana. Akibatnya, manajemen harus memeras otak agar operasional kebun binatang yang terletak di tepi Bengawan Solo ini tetap berjalan.

Dalam sehari kebun binatang ini rata-rata dikunjungi 500 orang. Harga tiket Rp20.000. Jumlah kunjungan akan meningkat tajam pada masa liburan. Tahun lalu, kunjungan mendekati angka 600.000.

“Kami bisa bertahan sampai Juli.”

Untuk itu, sejumlah langkah pihak manajemen ambil, seperti mengajukan bantuan dana ke Pemerintah Kota Solo. “Kami mendapatkan bantuan senilai Rp300 juta dari Pemkot Solo untuk kebutuhan pakan tiga bulan,” katanya, kepada sejumlah awak media, waktu itu.

Selama ini, kebutuhan untuk pakan dan vitamin mencapai Rp120 juta per bulan, untuk sekitar 400-an satwa koleksi TSTJ. Hingga pengelola masih harus mencari kekurangan sekitar Rp20 juta lagi per bulan.

Untuk itu, TSTJ menghidupkan program adopsi satwa dengan mengajak publik terutama pecinta satwa untuk lebih peduli satwa saat pandemi. Program itu sudah ada sebelumnya, yang dikenalkan pada 2015.

Caranya, mereka yang ingin mengadopsi satwa bisa memberikan bantuan pakan tanpa harus membawa pulang satwa. Bantuan bisa berupa makanan ataupun sejumlah dana, tanpa batasan nominal. Bantuan bahan bangunan pun diterima yang nanti dipergunakan untuk perbaikan kandang.

Kebutuhan satwa itu akan diumumkan terbuka melalui media sosial hingga masyarakat bisa memantau apa saja yang bisa disumbangkan untuk kelangsungan hidup satwa.

Untuk menjaga kesehatan satwa selama pandemi, mereka belum memeriksa tambahan kepada satwa dan masih menjalankan sesuai standar. Hanya saja, dokter hewan kini bertambah, dari dua jadi tiga orang.

Saat disinggung menghadapi kemungkian terburuk yang mungkin terjadi, misal, tidak kunjung dibuka atau pencegahan satwa tertular, Bimo akan berkoordinasi dengan pemkot sebagai pemilik perusahaan.

“Selain itu, juga dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu wakil negara yang menintipkan satwa di TSTJ. Pencegahan satwa tertular dengan prosedur yang sudah ditetapkan Dirjen KSDAE, kita tinggal menjalankan seperti menyediakan disinfektan, pemakaian sarung tangan, sepatu booth.”

Terkait pandemi, memang ada instruksi BKSDA Jawa Tengah untuk menutup operasional lembaga konservasi. Budi Santoso, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Jateng menjelaskan itu saat dihubungi Mongabay, 7 Mei lalu.

“Hal itu penting untuk menghindari penularan COVID-19 dari manusia ke manusia dan kemungkinan transfer virus dari manusia ke satwa. Mengingat jenis satwa terutama primata sangat rentan dengan virus ini,” katanya.

Dia juga menerangkan, pengelola lembaga konservasi harus selalu memperhatikan kesehatan satwa peliharaan maupun para penjaga yang menangani satwa peliharaan. Hal ini, katanya, sangat penting untuk menjaga kesehatan interaksi antara keduanya.

“Kepada seluruh manajemen lembaga konservasi, BKSDA Jateng selalu mewanti-wanti atau menginstruksikan untuk selalu desinfeksi secara rutin di dalam area lembaga konservasi.”

BKSDA Jateng, katanya, juga meminta manajemen lembaga konservasi untuk memperhatikan asupan makan hewan peliharaan di samping memeriksa kesehatan satwa peliharaan secara rutin. “Sampai saat ini belum ada laporan terkait satwa yang terinfeksi atau positif COVID-19.”

BKSDA Jateng bersama Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kota Surakarta pada 14 Maret lalu memusnahkan sejumlah kelelawar yang diperjualbelikan di Pasar Depok, Solo. Pasar Depok merupakan pasar burung terbesar di Jawa Tengah. Langkah itu sebagai antisipasi mutasi virus dan menyebar ke manusia.

“Kejadian di beberapa tempat di Jateng terkait kelelawar dipastikan bukan terinfeksi COVID-19. BKSDA Jateng meminta para pedagang tetap waspada.”

Untuk sementara waktu, katanya, tidak memperdagangkan kelelawar sampai pemerintah mengumumkan resmi situasi keamanan terkait pandemi COVID-19.

 

Nikmati kebun binatang via online

Meski ditutup dari kunjungan, para pecinta satwa masih bisa melihat tingkah laku satwa Gembira Loka Zoo secara langsung melalui internet. Pada streaming perdana, ditampilkan tingkah polah bayi gajah betina baru lahir. Langkah itu jadi bagian dari inovasi selama pandemi.

Pada Sabtu, 9 Mei itu, selama sekitar 30 menit netizen bisa menyaksikan tingkah lucu bayi gajah lahir dari induk bernama Sinta dan pejantan Argo. Menurut rencana tayangan langsung itu dilakukan seminggu sekali.

“Kami membuat Jendela GL Zoo. Bisa diakses di Instragram dan YouTube. Mereka bisa melihat kondisi kami seperti apa. Itu salah satu bentuk layanan untuk masyarakat, kalau rindu pada Gembira Loka bisa melihat di situ,” kata Joko.

Ke depan, bukan hanya gajah yang ditampilkan secara langsung juga satwa-satwa lain seperti harimau, orang utan, atau ular. Dia bilang, akan ada perangkat CCTV yang merekam perilaku satwa yang tersambung ke internet dan bisa diakses secara bebas.

 

 

Keterangan foto utama:    Beruang madu di Taman Satwa Taru Jurug di Solo. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version