Mongabay.co.id

Sampah Kota Padang Berkurang saat Wabah Corona?

Tempat pembuangan sampah di Kota Padang. Foto: Jaka Hendra Baittri/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Puluhan tahun sudah Yal tinggal di Kota Padang, Sumatera Barat, tetapi tak juga melihat pengelolan sampah beres. Sampah di pantai dan di beberapa sudut Kota Padang jadi sorotan nasional.

“Dulu pernah ada kebijakan diadakan TPS per kelurahan dan sebagainya, tapi berubah-ubah terus. Sampah juga tetap dibuang ke TPA kalau tidak berserakan di jalan,” katanya.

Bau tak sedap kadang ditemui di tiap titik kota. Inilah juga jadi keluhan Yal.

Selama masa pandemi Virus Corona, beberapa kota diberitakan mengalami penurunan intensitas produksi sampah. Bagaimana di Kota Padang?

Kota Padang biasa memproduksi 450 ton sampah per hari dan meningkat 5% setiap hari libur besar. Bila dibagi per warga Padang, ada 0,60 kg produksi sampah per hari dan per orang.

Baca juga: Sampah Rumah Tangga Meningkat di Masa Corona, Kok Bisa?

Mairizon, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang mengatakan, produksi sampah menurun di wilayahnya. “Rata-rata penurunan 100 ton per hari. Itu dari limbah domestik,” katanya, seraya bilang, produksi sampai jadi sekitar 350 ton.

Sampah ini, katanya, sebagian dikirim ke sekitar 32 bank sampah. Sebagian daur ulang dan ada sampah plastik dicacah dan kirim ke Medan. Sisanya, dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Dingin.

“Pada penghasil limbah agar sampah-sampah yang masih bernilai ekonmi tidak semua ditaruh di TPS, ada yang dikumpulkan dan dijual ke bank sampah,” katanya.

Dari 33 hektar lahan TPA Air Dingin Kota Padang, baru 17 hektar dikuasai pemerintah kota. “Yang terpakai sudah 13-14 hektar, sistemnya berlapis,” katanya.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang masih berharap pada pengurangan produksi sampah dari masyarakat. “Yang harus kita kejar itu pengurangan. Sebab pada 2018 bisa mengurangi 18%. Harapannya, nanti bisa 21%,” katanya.

Mairizon mengatakan, upaya dinas dengan edukasi masyarakat agar lebih disiplin menangani sampah. “Sampah pagi diambil, nanti jam 8.00 atau jam 9.00 ditaruhnya lagi di median jalan seperti di Anduring. Padahal, jemput sampah jam 5.00 sore sampai jam 5.00 pagi. Terpaksalah disisir,” katanya seraya bilang, mereka kurang armada sekitar 50 kontainer dan 29 dump truck maupun pick up.

Baca juga : Bagaimana Pengelolaan Limbah Penanganan Corona? Ini Aturannya

Menurut Mairizon, kalau tidak ada musibah Corona, dinas akan menganggarkan sarana prasarana Rp100 miliar untuk 2021. Berhubung ada pandemi Corona, banyak anggaran dikurangi dan fokus penanganan wabah ini.

DLH Kota Padang juga sempat menerapkan insentif bagi orang yang melaporkan warga yang membuang sampah sembarangan dan ada sanksi denda.

 

Ilustrasi. Sampah, selain menumpuk di darat, sebagian juga dibuang ke laut. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

***

Syaifudin Islami, pengurus Asosiasi Bank Sampah Indonesia (Asobsi) di Sumbar mengatakan, pengurangan sampah perlu dilihat lagi. Dia bilang, hanya ada perpindahan aktivitas dari publik ke rumah.

“Kalau memang ada berkurang karena aktivitas berkurang umpama perdagangan berkurang iya, perkantoran kurang iya, cuma, kalau aktivitas di rumah saya pikir tidak berkurang,” katanya.

Kalau bicara sampah, katanya, pemerintah ada di bagian penanganan dan bank sampah pada bagian pengurangan. Dalam posisi pengurangan, katanya, masa pandemi ini justru sedikit sekali. Sebab, Sumbar sudah masuk zona merah dan ada instruksi kerja dari rumah.

“Saya kasih contoh kalau satu bank sampah bisa satu kali menimbang. Sebulan itu bisa dua sampai tiga kali,” katanya.

Satu bank sampah bisa mengurangi satu ton dalam satu bulan. “Bank sampah aktif hanya sekitar 20. Sisanya aktif kalau ada acara saja.”

Syaifudin mengatakan, pengantaran sampah ke bank sampah oleh warga berkurang. “Sekarang, karena physical distancing jadi kurang orang mengantar ke bank sampah,” katanya yang sudah mengurusi bank sampah sejak 2010.

Masa pandemi, katanya, yang datang banyak pengurus bank sampah. Operasi bank sampah pun mereka kurangi, biasa dua sampai tiga kali sebulan, sekarang hanya sekali.

“Kita tidak memaksakan masyarakat datang. Kalau takut keluar bisa memilah di rumah. Kita bilang, tolong ditabung di rumah dulu,” kata Syaifudin.

Yoni, Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar mengatakan, pengelolaan sampah Kota Padang harus dibenahi serius.

“Sejak dulu kalau alasan kekurangan sarana prasarana, ya harusnya dilengkapi, diajukan anggaran dan diisi kekurangan itu,” katanya.

Seingat Yoni pada 2007, ada gerakan setiap kelurahan punya bak sampah. “Tapi bak ini juga tidak maksimal, karena kecenderungan orang membuang sampah kadang tidak hanya sampah, bahkan kotoran juga dibuang hingga petugas agak kewalahan,” katanya.

Meski begitu, katanya, sarana dan tenaga memang kurang. “Jadi, Walhi melihat banyak ditemukan sampah-sampah menumpuk di TPS. Kadang ada dua sampai tiga hari. Kalau jatuh dari bak sampah seringkali petugas membakar di lokasi.”

Yoni mencontohkan, di Air Tawar TPS sudah seperti TPA, sampah menumpuk sepanjang jalan. “Itu bukan cuma [di] satu TPS.”

Yoni juga menyinggung perilaku masyarakat soal sampah di lingkungan mereka.“Masih lemah, walau sudah ada pembagian sampah organik dan anorganik tapi pembuangan masih disamakan,” katanya sambil menyatakan, warga juga sering jadikan lahan kosong sebagai tempat penumpukan sampah.

Bukan itu saja, sampah banyak buang ke laut. “Ada yang bakar di tebing terus buang ke laut,” kata Yoni.

Menurut Walhi, sosialisasi harus massif, tak hanya pada tataran elit, juga level RT/RW.

 

Sampah botol plastik sekali pakai. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

 

***

Pada 2007, Pemerintah Kota Padang membuat gerakan setiap kelurahan punya bak sampah. Setiap kelurahan dibangun bak sampah.

Pada 2010-2011, warga diimbau memasukkan sampah dalam plastik dan menggantung di beberapa titik yang disediakan. Sampah itu akan dijemput bentor atau becak motor.

Sekitar 2014-2015, Pemerintah Padang, mengadakan tenaga angkutan penjemputan per TPS, tetapi lama kelamaan karena tenaga kurang hanya cukup untuk per kelurahan.

Indang Dewata, Ketua Pusat Studi Lingkungan Hidup dan Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang (UNP) mengatakan, pembenahan kelola sampah Kota Padang sudah mendesak. “[Perlu rencana matang untuk solusi ke depan,” katanya.

Dia mengatakan, volume sampah makin bertambah seiring pertambahan penduduk dan areal makin menyempit.”Komposisi sampah juga makin beragam dan butuh beragam penanganan,” katanya.

Penanganan saat ini, katanya,  masih semi konvensional dan cenderung merusak lingkungan. Dia bilang, air lindi yaitu air yang merembes dari sampah cenderung mempengaruhi badan air karena bisa mengandung bakteri dan virus maupun bahan-bahan kimia berbahaya. Selain itu, katanya, polusi udara sering menimbulkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan mengundang lalat. “Ini juga berdampak pada estetika kota,” katanya.

Kondisi ini, katanya, bisa menyebabkan konflik sosial karena TPA juga makin dekat dengan kota. Pemerintah, katanya, tak cukup kalau hanya mengandalkan pendekatan ke masyarakat tanpa sentuhan teknologi modern atau mesin.

“Misal, konversi sampah jadi energi listrik, jadi biogas, pupuk maka TPA sudah dipikirkan sebagai tempat industri bukan TPA saja untuk mempercepat waktu urai sampah, memperkecil volume hingga memperpanjang waktu penggunaan TPA.” Hal-hal seperti itu, katanya, harus ada dukungan pemerintah, dukungan politik, dan kerjasama dalam maupun luar negeri.

 

 

Keterangan foto utama: Tempat pembuangan sampah di Kota Padang. Foto: Jaka Hendra Baittri/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version