- Tiga bulan pandemi COVID-19 melanda Indonesia, dampak buruk semakin dirasakan pada sektor kelautan dan perikanan. Di tengah situasi tersebut, nelayan banyak yang menghentikan aktivitas menangkap ikan mengikuti anjuran Pemerintah Indonesia untuk tidak beraktivitas sementara
- Dari semua wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI), tercatat ada empat WPP yang terdampak paling parah. Kondisi itu membuat aktivitas berhenti dan ekonomi nelayan seketika menurun
- Saat laut sedang sepi dari aktivitas nelayan, kapal ikan asing (KIA) datang untuk menangkap ikan secara ilegal. Kapal-kapal tersebut sebagian besar berasal dari negara seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia dan mencuri ikan dengan memanfaatkan situasi
- Salah satu modus operandi yang digunakan KIA agar bisa mencuri ikan, adalah dengan mematikan alat pendeteksi otomatis yang biasa dipasang pada kapal perikanan berukuran besar. Alat tersebut di antaranya adalah automatic identification system (AIS) dan vessel monitoring system (VMS)
Masa pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia ternyata memang berdampak secara signifikan di empat wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) yang mencakup 711, 712, 713, dan 714. Akibat situasi tersebut, aktivitas perikanan menurun dengan cepat selama kurun waktu tiga bulan terakhir.
Indonesia Fisheries Analyst dari Global Fishing Watch (GFW) Imam Prakoso menjelaskan, penurunan aktivitas yang terjadi pada empat WPP-NRI tersebut pada satu sisi memang memicu dampak yang baik, karena memberi kesempatan kepada sumber daya perikanan bisa melakukan pemulihan stok.
“Tetapi, di saat yang sama kondisi tersebut akan memicu dampak yang buruk terhadap aktivitas ekonomi nelayan,” ucap pria yang juga berprofesi sebagai data engineer GFW itu saat memaparkan kondisi terkini kapal perikanan Indonesia melalui diskusi virtual yang digelar Mongabay, Rabu (20/5/2020).
baca : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19
Menurut dia, walau ada pengaruh signifikan di empat WPP tersebut, tetapi secara keseluruhan pandemi COVID-19 tidak berdampak di WPP yang lain, terutama empat WPP seperti 715, 716, 718, dan 573. Sementara, tiga WPP lainnya diketahui sudah terkena dampak dari COVID-19, namun itu dirasa tidak terlalu signifikan.
Empat WPP yang tidak terkena dampak secara langsung dengan adanya wabah COVID-19 tersebut, diketahui masih terus berlangsung sampai sekarang, atau tiga bulan setelah Indonesia menetapkan status darurat kesehatan karena COVID-19. Itu berarti, aktivitas perikanan di empat WPP tersebut sampai sekarang masih berjalan dengan normal.
Imam menyebutkan, secara keseluruhan wabah COVID-19 memang tidak mengganggu aktivitas produksi perikanan di Indonesia, walaupun seluruh provinsi sudah terpapar virus tersebut. Kapal-kapal perikanan lokal juga masih terus melakukan aktivitas penangkapan ikan ke laut lepas, walaupun ada kebijakan penutupan wilayah perbatasan di masing-masing provinsi.
“Bahkan tahun 2020 ini (produksi) meningkat dibanding 2019, secara konsisten,” jelas dia.
baca juga : Begini Kondisi Nyata Nelayan NTT di Tengah Pandemi COVID-19
Pemetaan
Adapun, empat WPP-NRI yang terkena dampak signifikan akibat wabah COVID-19 tersebut adalah:
- 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara;
- 712 yang meliputi perairan Laut Jawa;
- 713 yang meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; dan
- 714 yang meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda.
Kemudian, empat WPP-NRI yang tidak terkena dampak wabah COVID-19 adalah:
- 715 yang meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau;
- 716 yang meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera;
- 718 yang meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur; dan
- 573 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat.
Sementara, tiga WPP-NRI yang terkena dampak namun tidak signifikan, adalah:
- 571 yang meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman;
- 572 yang meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; dan
- 717 yang meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik.
baca : Perlindungan Laut Indonesia di Tengah Wabah COVID-19
Dengan fakta yang disebutkan di atas, Imam Prakoso mengatakan bahwa saat ini Pemerintah Indonesia ataupun masyarakat secara umum tidak perlu mengkhawatirkan produksi perikanan, baik dari sub sektor perikanan tangkap ataupun perikanan budi daya. Terutama, karena kawasan Indonesia Timur tidak terkena dampak dari wabah COVID-19.
“Justru potensinya semakin meningkat. Jadi itu bisa menjaga distribusi,” tutur dia.
Menurut Imam, hal yang perlu diperhatikan di tengah situasi pandemi COVID-19 adalah sepinya wilayah perairan laut dari aktivitas penangkapan ikan oleh kapal ikan nelayan. Situasi yang terjadi di empat WPP-NRI itu, dimanfaatkan oleh kapal ikan asing (KIA) untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal.
Dia menyebutkan, beberapa wilayah perairan di Indonesia selama ini selalu menjadi kawasan yang rentan terhadap aktivitas pencurian ikan oleh KIA. Situasi tersebut selalu terjadi jauh sebelum wabah COVID-19 berlangsung di Indonesia. Ditambah dengan adanya wabah COVID-19, kerentanan beberapa wilayah perairan laut menjadi semakin tinggi.
Di antara wilayah perairan laut yang dinilai rentan itu, adalah Selat Malaka, Laut Natuna dan Natuna Utara, dan Laut Sulawesi. Wilayah-wilayah perairan tersebut selama ini selalu menjadi langganan untuk dijadikan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal oleh KIA.
“Negara-negara yang tercatat sering melakukan illegal fishing di Indonesia adalah kapal ikan yang berasal dari Vietnam, Filipina, ataupun Malaysia. Komitmen Pemerintah untuk intensif berpatroli di wilayah rawan tersebut selama masa pandemi patut diapresiasi,” ungkap dia.
Perikanan Ilegal
Dari data yang bisa dilihat pada situs web GFW pada alamat https://globalfishingwatch.org/, diketahui kalau KIA dari Vietnam sudah mulai masuk ke wilayah perairan Indonesia pada Maret atau tepat saat Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama warga yang positif terpapar COVID-19.
Kapal Vietnam tersebut bisa terdeteksi dari sinyal automatic identification system (AIS), yakni teknologi sistem pelacakan otomatis yang terpasang pada kapal ikan. Pergerakan kapal-kapal Vietnam tersebut, diketahui sudah berulang kali ada di perairan Indonesia dan selalu dengan sistem pendampingan kapal.
“Jadi, kapal Vietnam itu semuanya berlayar berdampingan dua kapal. Itu dilakukan karena mereka menggunakan alat tangkap yang hanya bisa dilakukan dengan bantuan kapal lain,” jelas dia.
Di sisi lain, saat kapal ikan Vietnam masuk ke perairan Indonesia, aktivitas penangkapan ikan secara ilegal juga dilakukan kapal-kapal ikan yang sedang melakukan perjalanan pulang dari area penangkapan ikan (fishing ground) di Samudera Pasifik. Kapal tersebut di antaranya ada yang berasal dari Taiwan yaitu Sheng Teng Qun 66.
Menurut Imam, kapal Taiwan tersebut bisa terdeteksi dari sinyal AIS dan diketahui menangkap ikan di Laut Sulawesi dengan alat tangkap longline yang biasa digunakan untuk menangkap ikan Tuna. Kapal tersebut diketahui berulang kali masuk ke Laut Sulawesi setelah kembali dari Samudera Pasifik.
Pada Juli 2019, kapal Taiwan tersebut terdeteksi sinyal AIS sedang berada di Laut Sulawesi dan enam bulan kemudian, tepatnya pada April 2020 kapal tersebut juga terdeteksi sinyal AIS sedang berada di lokasi perairan yang sama.
“Tapi pada 21 April 2020 berhasil ditangkap oleh PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) dan dibawa ke Bitung (Sulawesi Utara),” papar dia.
Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja belum lama ini menyebutkan bahwa kapal ikan asing pelaku penangkapan ikan secara ilegal, tidak terlapor, dan tidak sesuai regulasi (IUUF) selalu ada yang menggunakan alat pendeteksi otomatis sebagai modus operandi.
Alat yang dimaksud, selain AIS, juga adalah vessel monitoring system (VMS) yang biasa digunakan oleh pelabuhan untuk mendeteksi keberadaan kapal di sekitar lokasi pelabuhan. Kedua alat tersebut, biasanya wajib diaktifkan untuk kapal perikanan yang memiliki ukuran tonasi yang besar.
“Contohnya adalah kapal yang berukuran di atas 300 gros ton. Tetapi, kewajiban tersebut malah tidak dilaksanakan, dan justru sengaja mematikan alat pendeteksi kapal saat berada di wilayah perairan Indonesia. Dengan demikian kapal tidak bisa dimonitor pergerakannya,” jelas dia.
Penangkapan Kapal
Kapal Pengawas Perikanan KKP kembali melakukan penangkapan terhadap 2 Kapal Ikan Asing (KIA) ilegal di WPP-NRI 711 Laut Natuna Utara pada Rabu (20/05).
”Tepat di hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2020, Kami mengkonfirmasi penangkapan 2 KIA berbendera Vietnam di laut Natuna Utara,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dalam Rapat Koordinasi Awal Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing (Satgas 115) di kantor KKP, Rabu (20/5/2020) malam.
Edhy menjelaskan dua KIA tersebut yaitu adalah KG 94094 TS dan KG 90746 TS dilumpuhkan oleh KP. ORCA 03 yang dinakhodai oleh Capt. Mohammad Ma’ruf. Sebanyak 22 awak kapal berkewarganegaraan Vietnam turut diamankan.
”Berdasarkan hasil henrikhan (proses penghentian, pemeriksaan dan penahanan), kapal-kapal tersebut beserta seluruh awak kapalnya akan diproses lebih lanjut oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan di Pangkalan PSDKP Batam”, jelas Edhy.
Dengan penangkapan 2 KIA sebanyak 35 KIA ilegal telah ditangkap selama periode kepemimpinan Edhy Prabowo di KKP. 35 KIA ilegal tersebut terdiri dari 17 kapal berbendera Vietnam, 9 kapal berbendera Filipina, 8 kapal berbendera Malaysia dan 1 kapal berbendera Taiwan.
Sedangkan untuk Satgas 115 sendiri, Edhy mengatakan keberadaannya akan dilanjutkan. Hal itu setelah keberadaan dan keberlangsungan Satgas 115 telah dievaluasi oleh Kemenkopolhukam. Hasilnya, rakortas setingkat menteri yang dipimpin Menko Polhukam 23 Januari 2020, sepakat bahwa Satgas 115 telah menunjukkan kinerja yang sangat positif. Selain itu, Edhy juga memastikan bahwa Presiden juga memberikan arahan agar Satgas 115 diperkuat.
“Presiden telah memberikan arahan agar Satgas 115 ini diperkuat dan menjadi bagian penting dalam upaya pemberantasan illegal fishing di Indonesia baik yang berskala nasional maupun melibatkan jaringan internasional,” tambahnya.