Mongabay.co.id

Langganan Banjir, Samarinda Harus Serius Perbaiki Lingkungan

 

 

Gema takbir berkumandang, pukulan beduk di hari kemenangan terdengar riang. Namun, tidak semua warga Kota Samarinda, Kalimantan Timur ikut merayakan kegembiraan. Sebagian mereka harus menahan tangis, karena terdampak musibah banjir sejak malam Lebaran.

Banjir ini mengulang kisah sebelumnya. Saat Idul Fitri 2019 lalu, Kota Samarinda juga diterjang banjir selama dua pekan.

Jumat 22 Mei 2020, Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang, telah menetapkan status tanggap darurat banjir dan tanah longsor. Jaang menyebut, situasi ini dilakukan setelah ada peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika [BMKG] Samarinda. Waktu tanggap darurat ditetapkan 14 hari, terhitung 22 Mei hingga 4 Juni 2020.

“Kita mengantisipasi bencana alam sejak dini, musibah harus segera ditangani. Kita juga harus gotong-royong, saling membantu warga terdampak,” katanya.

Titik luapan banjir tertinggi berada di Kecamatan Samarinda Utara. Beberapa kawasan lain yang juga terendam, yakni Jalan Dr. Sutomo, Jalan A. Yani, Jalan DI Panjaitan, Jalan Pangeran Antasari, Jalan Remaja, Jalan Gerilya, Sempaja, Lempake dan Bengkuring. Bantuan makanan dan kebutuhan warga, terus dipasok. Pemerintah Kota samarinda sudah mendirikan posko, dapur umum, serta tempat pengungsian yang layak.

“Kepada semua pihak, pengusaha dan LSM yang ada di lingkungan Pemkot Samarinda diharapkan membantu warga terdampak banjir,” terangnya.

Baca: Samarinda Banjir Lagi, Agenda Tahunan?

 

Banjir yang merendam Samarinda ini berdampak pada 45 ribu jiwa. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Kondisi terkini, memasuki pekan pertama, luapan air mulai berkurang. Jika sebelumnya kawasan Jalan Dr. Soetomo tidak bisa dilewati, sekarang sudah ramai. “Kami kira akan seperti tahun lalu, dua minggu air tidak surut. Genangan tinggal sedikit,” Kata Arifin, warga Jalan Dr. Soetomo, Jumat [29/5/2020].

Tidak hanya Idul Fitri, bahkan lebaran ketupat pun tak dapat dinikmati Farisda bersama keluarga. Warga Bengkuring Samarinda ini, terpaksa melewatkan momen lebaran tanpa makan bersama saudara. “Waktu hujan di malam lebaran, kami sudah paham air tidak akan surut. Mau bagaimana lagi,” katanya.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Kota Samarinda mencatat, hingga 29 Mei 2020, sebanyak 4 orang meninggal dunia dalam peristiwa banjir ini. Penyebab kematiannya berbeda, satu orang karena sakit, dua orang tersengat istrik dan seorang lagi tenggelam saat main banjir. Keseluruhan, jumlah warga terdampak mencapai 45.610 jiwa atau 13.691 kepala keluarga [KK].

Baca: Banjir Rendam Samarinda, Rusaknya Lingkungan Jadi Sorotan

 

Samarinda yang lagi-lagi direndam banjir, bahkan saat Lebaran Idul Fitri ini. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Banjir akibat lingkungan rusak

Jaringan Advokasi Tambang Kaltim menilai, persoalan banjir di Samarinda tidak akan usai, sebelum masalah lingkungan pulih. Jatam menyebut, faktor utama penyebabnya adalah kerusakan alam, salah satunya disumbang dari masalah tambang batubara.

“Banjir adalah buah dari kebijakan menerbitkan izin tambang tanpa henti. Kerusakan alam terjadi karena pembukaan lahan di wilayah tangkapan air oleh ratusan perusahaan tambang,” kata Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang.

Menurut Rupang, ada ribuan lubang tambang yang dibiarkan menganga, tanpa reklamasi. Lubang-lubang tersebut bahkan telah menimbulkan puluhan korban jiwa, mulai anak-anak hingga orang dewasa. “Seharusnya pemerintah melihat ini, jangan dibiarkan. Faktor kerusakan lingkungan itu sudah jelas,” katanya.

Rupang menyayangkan sikap pemerintah yang tidak bisa melindungi warganya. Alih-alih menutup, malah kini lubang-lubang diberdayakan untuk masyarakat.

“Airnya malah dimanfaatkan untuk masyarakat. Padahal, air itu mengandung konsentrasi aluminium, besi, mangan, juga tingkat pH yang tidak sehat. Kota Samarinda akan semakin rentan mendapat bencana alam selama aktivitas pengrusakan tidak dihentikan,” ujarnya.

Baca juga: Sampah yang Membuat Sungai Karang Mumus Tak Lagi Indah

 

Banjir yang merendam Samarinda terjadi akibat rusaknya lingkungan. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Keruk Sungai Karang Mumus

Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi, pada Selasa (26/5/2020], menyambangi lokasi banjir di Jalan Sejahtera Temindung. Hadi memantau posko-posko pengungsian warga.

Dijelaskan Hadi, masalah banjir di Kota Samarinda disebabkan Sungai Karang Mumus [SKM] yang menjadi drainase induk tidak berfungsi. Sungai ini mengalami pendangkalan dan sedimentasi akut. “Sungai Karang Mumus yang membelah Kota Samarinda sudah terlalu dangkal. Seharusnya, SKM menjadi drainase induk yang menampung air hujan,” katanya.

Hadi menyebut, upaya penanggulangan banjir yang dapat dilakukan segera adalah pengerukan kedalaman SKM. Sehingga, air langsung terserap dan tidak menggenang. “Tapi, kita tidak bisa sendirian. Kita butuh dukungan pemerintah pusat untuk rehabilitasi,” jelasnya.

 

Masyarakat memanfaatkan air Sungai Karang Mumus untuk kebutuhan sehari-hari. Foto: Yustinus S. Hardjanto

 

Hadi mengatakan, pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR] belum lama ini. “saya minta pengerukan SKM diprioritaskan,” terangnya.

Pemprov Kaltim telah merespon banjir di Samarinda dengan mendirikan tiga posko penampungan korban banjir dan tiga dapur umum. Tiga posko ini berada berada di Jalan DI Panjaitan, PSBR Indovice, dan Sekretariat Korpri Kaltim di Jalan Bhayangkara Samarinda. Sementara, dapur umum ada di Kelurahan Temindung, Griya Mukti dan Gunung Lingai, serta Bengkuring.

 

 

Exit mobile version