Mongabay.co.id

Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Dideklarasikan sebagai Hope Spot. Apa Itu?

 

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida didapuk sebagai Hope Spot oleh Mission Blue, sebuah kampanye global mendukung pelestarian laut.

Hal ini dideklarasikan dan dibahas dalam sebuah seminar dalam jaringan (online) pada 22 Mei 2020 lalu. KKP Nusa Penida dinilai dibentuk secara kolaboratif dan dikelola melalui kerja sama antara masyarakat, pelaku bisnis, lembaga swadaya, dan pemerintah.

Mission Blue dipimpin oleh ahli kelautan Dr. Sylvia Earle, sebagai bentuk koalisi dunia untuk menggali kepedulian publik, akses dan dukungan terhadap jaringan KKP global. Tim Mission Blue membuat kampanye yang mengangkat Hope Spots melalui film dokumenter, media sosial, media tradisional, dan perangkat inovatif seperti Google Earth.

Dalam laman Hope Spots ini, Nusa Penida diperlihatkan sebagai pulau dengan tebing-tebingnya menjulang indah, gugusan atol, dan satwa unik bawah lautnya

Wilayah ini adalah rumah bagi 300 jenis karang dan lebih dari 500 jenis ikan karang, di antaranya terbilang baru bagi ilmu pengetahuan terkini. Menurut penelitian oleh Marine Megafauna Foundation, ada dua jenis pari manta, pari manta oseanik (Mobula birostris) dan pari manta karang (Mobula alfredi) ditemukan di KKP Nusa Penida. Manta jenis ini masuk ke dalam hewan yang rawan kepunahan dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) tentang spesies langka.

baca : Tantangan Mengelola Bentang Alam di Nusa Penida

 

Seorang turis memberanikan mendekati tebing untuk dapat dipotret bersama hempasan air laut di sekitarnya di Devil’s Tears, Nusa Lembongan, Klungkung, Bali. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Nengah Bagus Sugiarta, Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah KKP Provinsi Bali mengatakan aksi konservasi di wilayah ini dimulai dari membangun kerjasama dan patroli berkala. Unit pengelola mendukung KKP lewat sistem zonasi yang mengontrol aktivitas masyarakat di tujuh zona yang ada. Dua di antaranya mendukung industri pariwisata yang merupakan sumber pendapatan terbesar bagi masyarakat Nusa Penida saat ini.

Nusa Penida juga menerapkan tradisi unik, wujud penghargaan kepada laut yang disebut “Nyepi Segara.” Saat Nyepi laut ini, dalam satu hari penuh, semua aktivitas laut dilarang. Tidak ada kapal-kapal yang masuk maupun keluar, termasuk aktivitas lain di laut.

Brett Loveman, Direktur Komunikasi Mission Blue dan Rili Djohani, Direktur Eksekutif Coral Triangle Center dalam diskusi bersama media secara daring menjelaskan deklarasi Hope Spot baru ini tujuannya agar Nusa Penida dapat terus meningkatkan efektivitas pengelolaannya.

KKP Nusa Penida meraih penghargaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2013 dan 2015 atas efektivitas pengelolaannya. Bagi Coral Triangle Center, contoh capaian terukur bagi efektivitas pengelolaan meliputi tingkat kepatuhan terhadap peraturan yang ada, perkembangan sosial ekonomi, meningkatkan pengetahuan masyarakat disekitar sumber daya laut, dan membentuk peraturan-peraturan yang berkaitan dengan jumlah pengunjung KKP.

Dampak pandemi COVID-19 ini sangat menghantam pariwisata di Nusa Penida yang sedang berkembang pesat. Dampak lainnya, patroli bersama reguler yang memantau implementasi zonasi Nusa Penida untuk sementara ditunda. Kegiatan konservasi juga ditunda karena pemerintah daerah memiliki perjalanan terbatas masuk dan keluar dari KKP Nusa Penida. Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak besar bagi ekonomi lokal yang sangat bergantung pada pariwisata. Karena perlambatan kegiatan pariwisata, beberapa warga kembali ke pertanian rumput laut dan mencari ikan sebagai sumber pendapatan lain.

baca juga : Ritual Merehatkan Laut di Perairan Nusa Penida

 

Kapal berjejer di pantai Nusa Lembongan, Klungkung, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Apa perbedaan Hope Spots dengan KKP? Hope Spots disebut sebagai area ekologis yang unik di lautan yang dirancang untuk perlindungan dan kampanye konservasi global. Diprakarsai oleh Dr. Sylvia Earle pada tahun 2009, Hope Spots tentang mengenali, memberdayakan, dan mendukung individu dan komunitas di seluruh dunia dalam upaya mereka untuk melindungi lautan. Beberapa Hope Spots sudah dinyatakan sebagai MPA atau KKP. Sedangkan yang lainnya masih dalam proses untuk ditetapkan.

Di balik keindahan alam terutama pesisir dan bawah lautnya, Nusa Penida juga menyimpan banyak masalah seperti minimnya pengelolaan sampah dan krisis air. Bagaimana Hope Spot ini bisa membantu masalah ini? CTC mengatakan Nusa Penida dapat memiliki akses ke mitra di seluruh dunia yang mendukung jaringan Hope Spots. Beberapa mitra ini mungkin dapat membantu mengatasi masalah-masalah lokal ini seperti pengelolaan limbah.

 

Perpindahan Kewenangan

Permana Yudiarso, Kepala BPSPL Denpasar yang juga menjadi narasumber menjelaskan kelestarian laut menciptakan lapangan kerja dan rumah bagi para nelayan dan desa-desa pesisir. Di Nusa Penida, sebagian penduduknya bergantung pada pariwisata bahari. “Pandemi COVID-19 mempengaruhi mata pencaharian mereka,” ujarnya.

Dalam kasus Nusa Penida, Yudiarso memaparkan ada 3 masalah, yaitu peraturan, manfaat bagi masyarakat, dan keefektifan KKP. Saat ini kewenangan pengelolaannya di pemerintah provinsi, dari sebelumnya pemerintah kabupaten. Proses ini memakan waktu cukup panjang sampai 4 tahun, dan wewenang tidak secara otomatis bisa dikelola dengan baik.

Sebagai salah satu pulau terluar, pulau Nusa Penida juga dinyatakan sebagai Kawasan Strategis Nasional, daerah strategis spesifik dengan fungsi untuk keamanan dan pertahanan serta ekonomi.

baca juga : Kebun Hidroponik di Atap Hotel, Siasat Pasok Pangan di Nusa Penida

 

Seekor pari manta di perairan Nusa Penida, Bali. Foto : Hope Spot

 

Perubahan struktur ekonomi dari sektor primer seperti pertanian, perikanan, rumput laut menjadi sektor tersier (bergantung pada wisata bahari), membuat Nusa Penida menumpukan pendapatannya ke wisata.

Namun, secara statistik lama tinggal turis sebagai indikator untuk pariwisata rendah, sekitar 2,5 hari per orang di wilayah Kabupaten Klungkung ini. Selain itu, pekerja wisata dinilai belum terampil, dan ada masalah kemiskinan.

Menurut Undang-Undang Perikanan No.31/2004 yang kemudian direvisi dengan UU No.45/2009, KKP memiliki 9 program mulai dari pembentukannya, penyediaan infrastruktur, pedoman, pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten, penyediaan data ekosistem dan perikanan, surveilan, mitigasi ancaman ekosistem, keterlibatan masyarakat, dan mekanisme keuangan berkelanjutan. KKP untuk perikanan memiliki 4 peran, di antaranya produksi telur ikan, peningkatan ukuran ikan, dan keanekaragaman hayati spesies laut.

BPSPL Denpasar adalah salah satu kantor regional yang bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya laut dan pesisir dengan mencakup 4 provinsi dan 62 kabupaten, yaitu Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, di bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Tata Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Salah satu fungsi BPSPL adalah menerapkan konservasi habitat, spesies dan genetika di Nusa Penida. KKP Nusa Penida didirikan 2014 dengan luas 20.057 hektar. Sebanyak 80% dari wilayah Indonesia adalah perairan di mana menyediakan hingga 7,9 juta ikan pada tahun 2019. Namun, tidak dapat menangkap ikan tanpa kontrol, misalnya pada ukuran ikan apa yang harus diambil, di mana kami dapat menangkapnya, dan selama musim apa.

perlu dibaca : Waspada.. Ini Alarm untuk Keberlanjutan Wisata Bawah Air Nusa Penida

 

Terumbu karang dan biota laut di perairan Nusa Penida, Bali. Foto : Marthen Welly/Hope Spot

 

Pada 2019, terdapat 189 KKP dengan luasan total 23.145.684 juta hektar terdiri dari 1.025.103.191 juta hektar terumbu karang di dalamnya. Ada juga area mangrove berfungsi yang sebagai penyimpan karbon dan area kegiatan budidaya laut.

Nusa Penida terkenal di kalangan pecinta bawah laut karena biota laut seperti pari manta, ikan mola dan penyu. KKP meliputi pulau utama Nusa Penida, dan dua pulau kecil lainnya yaitu Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan.

Pada 2008, area ini dinilai sebagai suatu wilayah dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya laut dan dinyatakan sebagai area penting bagi keanekaragaman laut lewat sebuah kajian ekologis cepat (rapid ecological assessment). Hasil kajian ini diperkuat dengan kenyataan bahwa lebih dari 48.000 warganya bergantung pada lautan sebagai sumber penghidupannya.

 

Exit mobile version