Sejak 2018, para pengguna, penggemar, pencinta dan aktivis sepeda memiliki hari istimewa, yang jatuh setiap tanggal 3 Juni. Hari yang dimaksud adalah Hari Sepeda Sedunia, ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB].
Penetapan ini dicapai melalui konsensus 193 negara anggota PBB pada sesi rutin pertemuan Majelis Umum PBB di markas besar mereka, di New York, Amerika Serikat, pada 12 April 2018.
Melalui Hari Sepeda Sedunia, PBB mendorong negara-negara anggotanya serta para pemangku kepentingan untuk menekankan dan mempromosikan penggunaan sepeda sebagai sarana mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Termasuk juga, memperkuat pendidikan, termasuk jasmani, khususnya anak-anak dan kaum muda. Selain itu, bersepeda bertujuan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, mempromosikan toleransi dan saling pengertian, serta menghormati dan memfasilitasi inklusi sosial dan pengembangan budaya damai.
PBB juga mendorong negara-negara anggota untuk mencurahkan perhatian khusus pada penggunaan sepeda dalam strategi pembangunan lintas sektoral. Sekaligus, memasukkan sepeda dalam kebijakan pembangunan di level internasional, regional, nasional, maupun lokal.
Baca: Jatnika dan Keinginannya Membangun Peradaban dari Bambu
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia [WHO], infrastruktur yang aman untuk berjalan dan bersepeda merupakan upaya untuk mencapai kesetaraan kesehatan yang lebih besar.
Untuk sektor masyarakat perkotaan miskin, yang seringkali tidak mampu membeli kendaraan pribadi, berjalan kaki dan bersepeda merupakan bentuk transportasi mengurangi risiko penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, dan bahkan kematian. Bersepada tidak hanya sehat tetapi juga hemat biaya.
Sepeda adalah alat transportasi sederhana, terjangkau, andal, bersih, dan ramah lingkungan. Sepeda dapat berfungsi pula sebagai alat pengembangan dan sarana yang tidak hanya sebagai transportasi, tetapi juga akses ke pendidikan, perawatan kesehatan, dan olahraga.
Sepeda adalah simbol transportasi berkelanjutan, menyampaikan pesan positif untuk mendorong konsumsi dan produksi berkelanjutan, yang tentunya memiliki dampak positif pada kondisi iklim saat ini.
“Kami sangat senang dengan Hari Sepeda Sedunia,” kata Bernhard Esink, Sekretaris Jenderal WCA [World Cycling Alliance] dan ECF [European Cyclists’ Federation], dikutip dari portal khusus sepeda, bike-eu.com. Bernard Esink telah mengkampanyekan perlunya ada Hari Sepeda Sedunia sejak 2016.
Baca: Cerita Sepeda Bambu yang Dikayuh Jokowi
Bahagia dan produktif
Penggunaan sepeda untuk berbagai kepentingan bukan hanya memberikan manfaat besar bagi kesehatan pribadi, tetapi juga untuk kesehatan lingkungan dan secara global untuk Bumi yang kita huni. Kita tahu, miliaran ton gas beracun terus dilepaskan ke udara tanpa henti, menjadikan udara di sekeliling kita tercemar dan berbahaya.
Salah satu sumber gas beracun yang mengotori udara bersumber dari kendaraan bermotor. Dengan demikian, apabila kita giat bersepeda, sedikit-banyak kita ikut menyelamatkan Bumi.
Tatkala sepeda digunakan secara masif untuk menggantikan kendaraan bermotor, tingkat pencemaran udara bakal menurun signifikan, yang pada gilirannya berdampak pada meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat. Jika kualitas kesehatan masyarakat meningkat, mereka bakal bahagia dan produktif karena ditunjang lingkungan yang asri.
Dalam konteks kemacetan lalu-lintas yang telah menjadi fenomena keseharian sejumlah kota besar di Indonesia, sepeda dapat dijadikan solusi. Kemacetan, selain memicu stres dan depresi, juga berdampak sangat buruk pada kegiatan bisnis dan ekonomi masyarakat.
Sebuah kajian yang dilakukan beberapa waktu lalu menyimpulkan, kerugian finansial yang disebabkan kemacetan lalu-lintas di Jakarta mencapai Rp67 triliun per tahun. Adapun kerugian finansial yang diakibatkan kemacetan lalu-lintas di Bandung mencapai Rp4 triliun per tahun.
Dalam ikhtiar mengatasi problem kemacetan dan polusi kawasan perkotaan kita, selain upaya mendesain ulang sistem transportasi umum, promosi penggunaan sepeda harus menjadi hal penting yang diupayakan.
Baca juga: Bersepeda ke Berbagai Negara, Hakam Mabruri Kampanye Damai dan Lingkungan
Memang, tidak mudah mendorong masyarakat negeri ini untuk segera berpaling ke sepeda, sarana transportasi alternatif sehari-hari. Dibutuhkan upaya terpadu untuk mendorong, mendidik, dan membujuk warga negeri agar lebih sering berpergian dengan mengayuh sepeda ketimbang mengendarai kendaraan bermotor.
Para pejabat publik, mulai dari level lokal hingga nasional, mesti bisa menjadi teladan nyata, membangun tumbuhnya kultur bersepeda di masyarakat kita.
Langkah krusial lainnya, kebijakan pembangunan berupa penyediaan infrastruktur seperti jalur khusus sepeda, tempat parkir, pusat penyewaan, ruang/bagasi khusus sepeda di transportasi umum serta fasilitas lainnya, harus ada. Insentif untuk penggunaan sepeda dan disinsentif untuk kendaraan bermotor harus terlihat.
Apakah bersepeda akan semakin marak kedepannya, saat kita memasuki era new normal? Mengutip Tempo edisi 29 Mei 2020, pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, mengatakan penggunaan sepeda bisa menjadi alternatif transportasi saat menghadapi kenormalan baru di tengah berkecamuknya virus corona [COVID-19]. Banyak negara kini telah menggunakan sepeda untuk mobilitas jarak pendek.
Menurut Djoko, bersepeda akan menjadi pilihan, karena selain menghindari kerumunan dalam ruang tertutup dan menghindari antrian, bersepeda membuat kesehatan tubuh terjaga. Manfaat lain, bersepeda dapat mengurangi polusi udara.
Bila sudah begini, niscaya kota-kota kita bakal semakin bersih. Lingkungan sehat dan nyaman, masyarakat juga tetap produktif bekerja.
Djoko Subinarto, kolumnis dan bloger, tinggal di Bandung [Jawa Barat]. Tulisan ini opini penulis.