Mongabay.co.id

Begini Tren Pariwisata di Labuan Bajo Pasca Pandemi

 

Labuan Bajo sudah ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata Superprioritas. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat juga telah mengeluarkan Perda No.3 tahun 2014 tentang Riparda.

Kunjungan wisatawan ke Manggarai Barat pada tahun 2010 mencapai 41.000 kunjungan dan meningkat tahun 2019 sebanyak 187.128 kunjungan atau mencapai hingga 355%.

“Wisatawan lokal meningkat 100 persen, wisatawan nusantara meningkat 2.677 persen dan wisatawan mancanegara meningkat 174 persen,” jelas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat, Gusti Rinus,dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia,Rabu (27/5/2020).

Kunjungan tertinggi wisatawan, kata Gusti, yakni ke Pulau Rinca-Pulau Komodo-Batu Cermin-Gua Rangko dan Cunca Ulang. Pada tahun 2014 rata-rata lama tinggal 6,9 hari sementara tahun 2019 menigkat 0.04 %.

PAD Kabupaten Manggarai Barat, jelasnya, sebesar Rp.17,4 miliar pada 2010 dan tahun 2019 meningkat menjadi Rp.169,9 miliar atau terjadi peningkatan 874%. Dari total PAD tersebut sektor pariwisata menyumbang 38%.

“PAD dari sektor pariwisata pada tahun 2010 mencapai Rp.2,3 miliar, tahun 2019 mencapai Rp.40,57 miliar atau meningkat 2.478 persen,” jelasnya.

Tenaga kerja yang berasal dari industri pariwisata, beber Gusti, berjumlah 4.412 orang pada tahun 2019, dimana 45% perempuan dan 55% laki-laki.
Hingga saat ini sudah 106 orang tenaga kerja yang di PHK akibat terdampak COVID-19.

baca : Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Ditetapkan Presiden, Apa yang Harus Dibenahi?

 

Pemandangan gugusan pulau di wilayah Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Kusnanto/WWF Indonesia

 

Standar Pelayanan Kesehatan

DPC Asita Manggarai Barat, Servasius Irawan Budi Setiawan dalam zoom meeting Sabtu (16/5/2020) memaparkan beberapa tantangan pariwisata Manggarai Barat pasca COVID-19 dari wisatawan mancanegara dan nusantara.

Servasius menjelaskan tren pariwisata pasca pandemi diantaranya mewajibkan destinasi untuk memiliki standar pelayanan kesehatan tinggi, melakukan kegiatan perjalanan dalam kelompok kecil serta menghindari  perjalanan tergabung dengan individu lain yang tidak diketahui latar belakangnya.

Sedangkan pelayanan infrastuktur kesehatan di Labuan Bajo menjadi tantangan pemerintah kabupaten dan dunia usaha. Pemerintan daerah mesti mampu meningkatkan standar pelayanan kesehatan medis.

Wisatawan juga sebutnya akan menghindari share trip serta staycation dan tourism buble menjadi tantangan bagi kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia.

“Negara yamg terpapar tingggi COVID-19, adalah negara top ten kunjungan wisatawan di Labuan Bajo. Industri Pariwisata harus menerapkan layanan usaha berbasis berstandar pencegahan COVID-19,” ungkapnya.

Servasius juga memperkirakan tingkat kunjungan wisatawan menurun, sehingga pemerintah daerah harus mampu menciptakan regulasi terkait manta rantai manfaat kunjungan wisatawan.

Misalnya sebut dia, penjemputan dan pengantaran tamu diserahkan ke penyedia jasa transportasi darat dan sebagainya, agar manfaat pariwisata dapat dirasakan oleh semua level baik yang bermodal besar maupun kecil.

baca juga : Demi Konservasi, Pulau Komodo tetap Dibuka dengan Pembatasan Wisatawan. Seperti Apa?

 

Kapal-kapal pesiar yang bersandar di dermaga Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Dua tahun kedepan ungkapnya, kemungkinan wisatawan nusantara akan banyak datang di Labuan Bajo dimana tourism buble adalah Jakarta. Hal ini terjadi kata dia, sebab masih ada kelas menegah di Jakarta yang bisa mengisi minimnya kunjungan di Labuan Bajo.

“Wisatawan luar negeri akan menurun karena adan beberapa pertimbangan dimana mereka akan mengujungi negara yang mampu menangani penyebaran virus. Layanan usaha juga harus mengikuti protap COVID-19,” tuturnya.

Servasius berharap perlu ada diskusi dengan bisnis lokal agar dapat mengurangi harga jual, untuk menarik wisatawan berkunjung ke Labuan Bajo. Sementara untuk Asita, paparnya, kemungkinan yang menjadi pemenang adalah travel agent yang sudah lama beroperasi, memiliki jaringan luas dan branding yang bagus.

Hal ini sebutnya akan menjadi tantangan tersendiri bagi travel agent pemula agar bisa bersaing. Pemerintah juga lanjutnya, memiliki pekerjaan rumah membenahi aturan-aturan hukum yang mengatur tentang bagaimana pariwisata itu dijalankan kedepannya.

 

Dukung Konservasi

Country Manager Indonesia, Divers Alert Network (DAN) Rendra Hertiadi juga mengulas berbagai tantangan pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat khususnya di Labuan Bajo pasca pandemi dan pemberlakuan new normal.

Kapasitas daya tampung, misalnya kapasitas kapal atau kapasitas land based sebut Rendra harus diturunkan agar physical distancing tetap terjaga. Perlu disinfektanisasi peralatan selam dan dive center dimana ini ucapnya, menjadi tantangan bagi dive center karena akan menjadi beban tambahan.

Selain itu tambahnya, akan muncul New Culture di industri wisata selam di Indonesia. Dia mencontohkan, kemungkinan premium service tidak ada lagi, pada new culture dalam industry selam nanti setiap tamu akan mempersiapkan sendiri peralatan, membawa, memakai dan mencuci sendiri peralatannya.

“Ini akan menjadi tantangan tersendiri pada wisatawan nusantara yang terbiasa dengan pelayanan.Kesiapan Pemda Manggarai Barat untuk menangani seandainya terjadi penularan COVID-19 sangat diperlukan,” tegasnya.

baca juga : Demi Konservasi dan Wisata, Jokowi Minta Taman Nasional Komodo Ditata, Akankah Terlaksana?

 

Kapal-kapal pesiar yang melego jangkar di perairan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT yang berpotensi merusak terumbu karang. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pada meeting yang pernah diikutinya sebut Rendra, 90% peserta yang merupakan wisatawan nusantara mempertanyakan apakah daerah destinasi Manggarai Barat  siap seandainya terjadi penularan COVID1-19.

CEO Spice Island Dive Resort Ambon ini menambahkan wisatawan juga ingin kepastian bahwa operator selam siap beroperasi dengan protokol dan prosedur kesehatan yang tepat.

DAN tegas Rendra, akan berupaya semaksimal mungkin agar protokol kesehatan dapat terpenuhi sehingga wisata selam dapat berjalan lagi.

“Butuh komitmen dari seluruh operator selam dalam mengikuti protokol kesehatan.Panduan bagaimana memulai bisnis wisata selam pasca pandemic sudah dibuat oleh DAN dan sudah diadaptasi oleh agency,” jelasnya.

Ketua Harian Gabungan Pengusaha Pariwisata Tirta dan Bahari (Gahawisri) Labuan Bajo, Aprita Prima Yuda meminta agar perpanjangan surat kapal secara otomatis dan penundaan retribusi lokal bagi para pelaku bisnis di sektor pariwisata.

Aprita juga berharap ada pembebasan pajak pada saat pandemi dan masa pemulihan bagi para pelaku bisnis di sektor pariwisata.Juga sarannya, ada kemudahan dalam melakukan usaha di Labuan Bajo, khususnya tentang perizinan usaha, surat kapal, retribusi dan pajak.

“Sistem pembayaran tiket dan retribusi bagi pengunjung harus dilakukan secara online dan satu pintu. Pemerintah dapat bekerja sama dengan penyedia layanan yang sudah ada seperti GoPay atau OVO,” sarannya.

Pelatihan profesional dan bersertifikat pinta Aprita, perlu dilakukan bagi para penyelam untuk dapat melakukan survey berkala terkait kesehatan laut dan biotanya (koral, karang, ikan, dan lain-lain).

Hal ini sangat penting kata dia, karena Taman Nasional Komodo juga terkenal sebagai salah satu tempat penyelaman terbaik di dunia. Selain itu tegasnya, mooring buoy di perairan Taman Nasional dapat mendukung upaya konservasi.

“Kapal-kapal wisata yang beroperasi di wilayah ini tidak perlu melemparkan jangkar dan menyebabkan kerusakan koral dan biota laut,” tegasnya.

 

Pemandangan coral dan biota laut di perairan Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Kusnanto/WWF Indonesia

 

Sebagai destinasi wisata premium maka hal-hal yang berhubungan dengan keramahan lingkungan, sebut Aprita, menjadi hal yang mendesak seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai (botol air minum, kantong plastik, dan lain-lain).

Tidak hanya terbatas pada pengeluaran peraturan daerah ataupun nasional terkait hal tersebut, pintanya, tetapi juga edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat sekitarnya.

“Peningkatan kapasitas sumber daya manusia, khususnya di sektor pariwisata, hospitality dan penyediaan jasa. Pelatihan dapat dilaksanakan dengan mengundang para praktisi atau profesional,” pesannya.

 

Tiga Tahapan

Terkait berbagai permasalahan yang harus dibenahi, Pemda Manggarai Barat tegas Gusti, akan fokus pada protokol kesehatan.

Kementrian Pariwisata dan Badan Otoritas Pariwisata (BOP) Labuan Bajo ungkapnya, telah mepersiapkan 3 tahapan. Tahap pertama sebutnya,  masa sekarang ini atau masa tanggap darurat.

Tahap kedua paparnya, pada akhir Juni atau awal Juli sampai Desember 2020  yang merupakan tahap pemulihan. Sementara bulan Januari sampai Desember 2021 ucapnya, merupakan tahap penataan kembali destinasi.

“Pemda Manggarai Barat berharap tidak hanya booking online tapi juga ticketing online karena Pemda sudah menandatangani MOU dengan Bank NTT terkait sistem e-ticketing,” jelasnya.

Pemda Manggarai Barat juga tambah Gusti, sudah mengeluarkan surat keputusan bupati tentang pembebasan pajak hotel dan restoran untuk bulan Maret hingga bulan Juni 2020.

 

Seekor pari manta yang berenang diantara gerombolan ikan di dasar laut perairan Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Foto : Kusnanto/WWF Indonesia

 

Gahawisri tambah Aprita, akan mengurangi kontak fisik dan menyediakan banyak layanan online. Juga menyiapkan protokol phisycal distancing dan pengurangan kapasitas.

Pihaknya akan melakukan disinfektan terhadap peralatan selam dan boat crew akan disipkan perlegkapan kesehatan seperti masker, sarung tangan dan lainnya.

“Perlu ada kesepakatan bersama untuk menyetujui protokol-protokol, dan jika dapat maka ditetapkan sebagai peraturan daerah,” sarannya.

 

Exit mobile version