Mongabay.co.id

Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah

Foto: BNPB

 

 

 

Dampak krisis iklim nyata terlihat di pesisir pantai utara Jawa Tengah. Sejak awal Juni lalu, banjir air laut atau laut pasang (rob) masih menggenangi sebagian besar wilayah kabupaten dan kota di Pekalongan dan  Tegal, Jawa Tengah. Para petugas dibantu warga berusaha menyelamatkan warga yang terjebak rob dan mengungsikan ke tempat aman.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan menyebut sedikitnya 150 orang diungsikan dampak banjir air laut. Ada tujuh kelurahan di empat kecamatan terdampak banjir setinggi hingga 75 cm. Keempat kecamatan itu adalah Pekalongan Utara, Pekalongan Barat dan sebagian Pekalongan Timur.

Di Kabupaten Pekalongan, sedikitnya ada 11 desa di empat kecamatan terdampak yaitu Desa Depok dan Boyoteluk di Kecamatan Siwalan; Desa Semut, Pacakaran, dan Woker Kulon di Kecamatan Wonokerto. Lalu, Desa Mulyorejo, Jeruksari, Tegaldowo, Pacar, Karangjompo, dan Samborejo di Kecamatan Tirto.

Bud Rahardjo, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pekalongan, dikutip dalam siaran pers BNPB menyebutkan, sedikitnya ada 17 orang mengungsi di Gedung TPS Desa Semut, Wonokerto.

Petugas di lapangan terdiri dari aparat TNI dan Polri, BPBD, dan masyarakat membuat tanggul-tanggul darurat di beberapa titik untuk mengantisipasi luapan banjir.

Tim gabungan itu juga membantu mengevakuasi warga dusun Simonet ke tempat pengungsian di Gedung Pengelola TPS Desa Semut. BPBD Kabupaten Pekalongan juga menyalurkan bantuan logistik bagi para pengungsi dan mendirikan dapur umum di Desa Semut.

Menurut BPBD Kabupaten Pekalongan, banjir dipicu peristiwa air laut pasang yang membuat empat sungai, masing-masing Sungai Silempeng, Sungai Sengkarang, Sungai Meduri dan Sungai Bremi meluap dan membanjiri permukiman warga di 11 desa itu.

Terkait pencegahan penularan Virus Corona (COVID-19) di tempat pengungsian, BPBD membuat protokol kesehatan dengan menjaga jarak aman tempat tidur dan menyediakan masker, sarana cuci tangan dan hand sanitizer di beberapa titik.

“Untuk tidur kita atur tidak terlalu rapat, kemudian masker, hand sanitizer dan sabun cuci tangan kita siapkan,” katanya, sebagaimana dikutip Raditya Jati, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dalam pernyataan ke media.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau, masyarakat mengantisipasi agar terhindar dari bencana yang dipicu gelombang pasang air laut, terutama untuk pesisir utara laut Jawa.

Gelombang pasang diketahui terjadi sejak Senin, 1 Juni lalu. Peristiwa itu menyebabkan wilayah di sekitar pesisir pantai utara Jawa seperti Demak, Semarang, Pekalongan, Tegal dan Brebes terendam banjir rob.

“BNPB juga mengimbau kepada seluruh pemangku kebijakan di tiap-tiap daerah agar terus meningkatkan kapasitas untuk menanggulangi bencana,” tulis Raditya.

Dukuh Simonet, Desa Semut tercatat kerap tergenang rob. Pemerintah Kabupaten Pekalongan, telah menawarkan relokasi untuk warga terdampak untuk pindah.

Dalam kunjungan ke lokasi pada Februari lalu, Bupati Pekalongan Asip Kholbihi menjelaskan, kepada awak media bahwa tempat relokasi berada dekat permukiman warga lain, namun tidak jauh dari lokasi mata pencaharian semula.

Setidaknya, hampir sebulan warga Simonet yang terdiri dari 64 keluarga dan 56 rumah itu pada Februari lalu terendam rob. Kalau permukaan laut makin meninggi, dusun itu terjebak rob.

“Pemkab punya alternatif untuk pemukiman aman tanpa masyarakat meninggalkan basis mata pencaharian yaitu nelayan,” katanya. “Mereka kalau siang bisa di sini, tapi kalau malam lebih aman di desa.”

Menurut dia, pemerintah desa sudah menyiapkan lahan. Nantinya, pemerintah kabupaten akan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pusat untuk menentukan mekanisme pembiayaan.

Pada akhir bulan Januari lalu, Kota Pekalongan dilanda banjir yang menyebabkan ribuan warga mengungsi ke tempat lebih aman. Hujan sejak Sabtu, 25 Januari hingga Minggu, 26 Januari itu menyebabkan dua per tiga wilayah Kota Pakelongan terendam air.

Kelurahan Tirto menjadi wilayah terdampak banjir paling parah karena berlokasi di antara Sungai Meduri dan Bremi.

Jumlah pengungsi tercatat 3.183 jiwa, tersebar di 19 lokasi. Sejumlah mesjid, aula kantor, juga stadion untuk tempat pengungsian.

Pada Februari, Kota Pekalongan kembali banjir. Sedikitnya 1.776 warga terpaksa mengungsi. Luasan genangan hampir sama dengan yang terjadi akhir Januari. Dikutip dari antara, menyebutkan, banjir menyentuh RSUD Kraton Pekalongan dengan ketinggian 50 cm. Akibatnya, sejumlah pasien harus evakuasi.

Banjir rob juga menggenangi Kota Tegal. Sedikitnya 187 rumah warga dihuni 267 ˚eluarga, Rabu, 3 Juni terdampak. Selain dampak air laut pasang, banjir juga dipengaruhi permukaan tanah di permukiman warga rendah.

 

Kondisi kawasan mangrove di Pesisir Pantai Utara, Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Abrasi dan banjir rob merupakan persoalan yang dihadapi masyarakat pesisir. Akibat degradasi hutan mangrove telah menimbulkan perubahan lingkungan. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Laporan BPBD Kota Tegal, banjir rob merendam di dua kelurahan yakni Muarareja dan Tegal Sari. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Kota Tegal Andri Yudi mengatakan, hingga Rabu itu tidak ada warga mengungsi.

“Sampai saat ini tidak ada pengungsi, warga bertahan di rumah masing-masing. Ketinggian air rob masuk ke rumah penduduk kisaran 20-25 cm. Saat ini, sudah mulai surut,” kata Andri.

Dalam keterangan dari BNPB juga menjelaskan, berdasarkan laporan dan hasil asesmen awal dari Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kota Tegal, sebelumnya genangan rob terjadi pada Senin, 1 Juni dengan tinggi muka air 10-25 cm. Genangan rob di sepanjang pesisir utara laut Jawa dengan panjang kurang lebih 700 meter, dari Kecamatan Tegal Timur sampai Tegal Barat.

Sejauh ini, TRC Penanggulangan Bencana BPBD Kota Tegal telah monitoring berkala air rob dan penilaian serta mengambil langkah guna mengantisipasi banjir susulan.

BPBD Jawa Tengah melaporkan genangan rob juga terjadi di Demak pada Kamis, 4 Juni. Rob melanda Kecamatan Sayung, Karangtengah, Bonang, dan Wedung dengan ketinggian berkisar antara 10-110 cm. Ribuan rumah, sekolah, makam, dan tempat ibadah terdampak genangan itu.

 

Peringatan BMKG

Awal Juni menjadi periode bulan yang harus diwaspadai terutama untuk warga di pesisir utara Jawa. BMKG merilis keterangan 4 Juni bahwa, awal Juni potensi rob akan kembali terjadi khusus perairan utara Jawa. BUMG menyatakan, fase bulan purnama akan menyebabkan pasang air laut cukup tinggi di beberapa wilayah Indonesia.

Selain faktor astronomis itu, faktor meteorologis berupa potensi gelombang tinggi diprakirakan bisa mencapai 2,5- 4 meter di laut Jawa. Kondisi ini, katanya, dampak embusan angin kuat dan persisten yang mencapai kecepatan hingga 25 knot atau 46 km per jam.

Potensi gelombang tinggi di Laut Jawa dan rob di pesisir utara Jawa akan berlangsung hingga 6 Juni dan memiliki kecenderungan menurun seiring dengan penurunan kecepatan angin.

Untuk itu, BMKG mengimbau, masyarakat yang bermata pencaharian dan beraktivitas di pesisir atau pelabuhan waspada sebagai upaya mitigasi terhadap potensi bencana rob. Imbauan itu tertama untuk warga di wilayah dengan pantai berelevasi rendah seperti pesisir utara Jakarta, Pekalongan, Cirebon dan Semarang.

 

Kondisi pesisir Kabupaten Indramayau, Jabar. Walhi Jabar mencatat, pembabatan hutan bakau pasca era reformasi 1998 – 2003. Akibatnya, abrasi di sepanjang 365 kilometer pantai utara dari Cirebon di timur hingga Bekasi di barat mencapai 370,3 hektar per tahun. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Tekanan lingkungan

Penyebab rob di Pekalongan, antara lain, karena penyedotan air bawah tanah berlebih. Mila Karmilah, pakar perencanaan kota dosen di Universitas Islam Sultan Agung Semarang mengatakan, harus dipikirkan mengurangi kegiatan ekonomi eksploitatif di pesisir termasuk Pekalongan.

“Masalah banjir rob itu bisa dibilang faktor alam, tapi kan bisa dikendalikan. Selama kita bisa pembatasan kegiatan di daerah tepi pantai. Jadi, harus ada pembatasan, tidak ekspansif,” katanya saat dihubungi Mongabay.

Soal penurunan muka tanah (land subsidence), Mila berharap industri yang menguras air bawah tanah setop. Laju penurunan muka tanah untuk pulau Jawa, katanya, cukup besar, 5-10 cm per tahun dan sudah membahayakan.

“Itukan (rob) tidak disebabkan dari satu unsur. Itu gabungan dari beberapa sebab. Bisa karena perubahan iklim, abrasi, land subsidence. Penurunan muka tanah ini karena ada bangunan di atasnya, juga karena ada pengambilan air bawah tanah yang berlebihan di sana,” katanya.

Bagi Mila, pembanguan di tepi pantai harus diminimalisir, dan pengambilan air bawah tanah rakus harus dikurangi. Dia usul, bisa mulai dengan penyusunan rencana tata ruang yang benar, dan memastikan perencanaan berjalan secara bertanggung jawab.

“Berarti ada beban di atasnya, artinya harus dikurangi. Jangan sampai, misal karena view bagus lalu dibangun hotel tanpa mengindahkan beban terhadap lingkungan.”

Menurut dia, alam sesungguhnya sudah menciptakan tatanan sendiri supaya seimbang. Sayangnya, manusia kerap kali beraktivitas yang eksploitatif, hingga menghancurkan keseimbangan itu.

“Karena ada lahan, lalu ada demand. Dibuatlah pembangunan di tepi pantai tanpa memperhatikan kondisi lingkungan yang mungkin sudah sangat rentan terhadap aktivitas manusia. Pantai itu rentan untuk kegiatan yang sangat ekspansif. Kegiatan ya harus dipilih-pilih, apa yang bisa dilakukan di daerah sempadan pantai.”

Terkait tanggul penahan rob yang dibangun di Pekalongan, katanya, bukan solusi kalau hanya di sebagian lokasi.

“Kalau tanggul dibangun, yang ditutup yang di Pekalongan, sebenarnya dampak malah ke Pemalang, sekarang. Banjir berpindah. Sekarang teman-teman di Pemalang minta dibangunkan tanggul juga.”

Mengingat masalah rob dialami lintas wilayah dengan beragam sebab, katanya, perlu kerja sama berbagai pihak. Pemerintah provinsi harus mengambil tanggung jawab untuk menangani masalah rob, bukan hanya jadi masalah di tingkat lokal. Selain itu, harus mengubah pandangan bahwa rob adalah masalah biasa.

“Karena dialami sehari-hari, sudah biasa, banjir dan rob dianggap bukan bencana. Harus ditangani serius sebagaimana kita menangani pandemi COVID-19. Jangan kita cuma sibuk dengan COVID-10 lalu yang kena banjir dan rob tidak mendapat perhatian. Ini bencana.”

 

Keterangan foto utama: petugas menyiapkan perahu karet untuk evakuasi warga terdampak rob di Tegal, Jawa Tengah. Foto: BNPB

Exit mobile version