Mongabay.co.id

Aksi Penyelundupan Lobster Terus Terjadi di Jambi, Mengapa?

Kapolda Jambi Irjen Pol Firman Shantyabudi menunjukkan anakan lobster sitaan Tim Petir Polres Tanjung Jabung Barat awal Juni lalu. Foto: Polres Tanjung Jabung Barat

 

 

 

 

Pandemi Virus Corona, tampaknya tak menyusutkan langkah jaringan perdagangan anakan lobster untuk beraksi. Jambi, salah satu jalur penyelundupan lobster ke luar negeri.  Awal Juni ini,  seorang warga Tungkal, Tanjung Jabung Barat, BE jadi buronan polisi setelah dua sopir mobil rental asal Kota Jambi ditangkap. BE diduga jadi panampung anakan lobster ilegal yang akan diselundupkan dari Banten, tujuan luar negeri.

“Satu warga Tungkal inisial HE kini jadi DPO (daftar pencarian orang-red). Perannya sebagai penampung dan fasilitator -menyiapkan alat traportasi dan menyiapkan jalur-untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri,” kata Kapolres Tanjung Jabung Barat, AKBP Guntur Saputro saat dihubungi via telepon.

Senin awal Juni lalu, tim petir Polres Tanjung Jabung Barat menangkap Tedi dan Maulana. Dua warga Kota Jambi itu diupah Rp 1 juta untuk mengantarkan 15 boks styrofoam berisi 95.750 ekoranakan lobster ke Kuala Tungkal. Nilai ditaksir mencapai Rp14,3 miliar lebih.

Baca juga: Penyelundupan Lobster Marak di Masa Pandemi

Guntur mengatakan, lobster diduga dari Banten, kemudian dikirim melalui sesorang di Lampung menuju Palembang hingga ke Kota Jambi untuk disegarkan.

“Ganti oksigen di Villa Kenali. Dari hasil penelusuran di lokasi, Kita temukan dua kamar (kontrakan) berisi perlengkapan peralatan untuk menyegarkan lobster sebelum dikemas kembali,” katanya.

Dari Kota Jambi, rencana lobster akan dikirim ke terminal AKDP di Desa Pembengis, Kecamatan Bram Itam, Kabupaten Tanjab Barat. Beberapa pelaku lain telah menunggu untuk membawa menuju Kuala Tungkal. “Jaringan ini terputus dan antara pelaku tidak saling kenal,” kata Guntur.

 

Anakan lobster sitaan tim Petir polisi di Jambi. Foto: Polres Tanjung Jabung Barat

 

Saat ini, kepolisian masih memburu kurir di Lampung dan BE, warga Tanjab Barat. “Kalau BE ketangkap, baru jelas dari mana barang itu. Dugaan kita dari Banten, tapi Kita belum punya bukti yang kuat untuk mengarah ke sana.”

Guntur bilang, telah berkoordinasi dengan kepolisian daerah yang jadi asal lobster dan wilayah jalur pengiriman yang dilewati para pelaku. “Kita sedang kembangkan untuk tersangka lain,” katanya.

Tak lama usai penangkapan, puluhan ribu lobster dilepasliarkan ke Pantai Mandre, Sumatera Barat.

Aksi penyelundupan lobster di Tanjab Barat, awal Juni lalu, katanya, jadi kasus kedua, dan pertama pada 2020. Selama ini, pengiriman benih lobster ilegal kerap lewat pelabuhan tikus di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Meski demikian, sepanjang Sungai Pengabuan di Desa Sungai Saren, Pulau Betara, terdapat banyak pelabuhan rakyat yang rawan sebagai jalur pengiriman lobster ke laut lepas. “Biasanya mereka pakai kapal rakyat, sampai ke laut lepas mereka ganti kapal.”

Perairan di Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur terhubung langsung dengan laut lepas, hingga rawan penyelundupan. Dari Sungai Pengabuan hanya perlu waktu 4-5 jam menggunakan kapal rakyat untuk sampai laut lepas.

Dari perairan Tanjung Jabung Timur, cukup enam jam sampai Batam menggunakan perahu cepat berkapasitas 200 PK dengan enam mesin. Untuk sampai Singapura hanya perlu delapan jam. Jambi juga didukung banyak pelabuhan tikus tersebar di puluhan desa di Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat.

Kondisi ini, katanya, jadikan Jambi sebagai wilayah strategis untuk jalur perdagangan gelap lobster. Dia duga, anakan selundupan itu akan dikirim ke Singapura dan berakhir ke Vietnam.

Guntur mengimbau, nelayan di Tanjung Jabung Barat, terutama daerah Sungai Pengabuan bisa membantu petugas mengungkap para pelaku penyelundupan lobster ini.

“Kami memberikan ultimatum pada pemilik pelabuhan rakyat, apabila mereka membatu tindak kejahatan penyelundupan lobster tidak segan-segan kita akan lakukan tindakan. Kita juga akan memperkuat pengawasan laut,” katanya.

Guntur memprediksi, para mafia lobster akan mencari jalur pengiriman baru setelah beberapa kali aksi penyelundupan di Tanjab Timur dan Tanjab Barat, berhasil digagalkan.

“Misal, daerah Riau, Bengkulu, Palembang, karena di sini (Jambi) sudah rawan sudah ketat. Biasanya, para pelaku mencari lokasi baru yang belum terendus, yang masih aman.”

 

Lobster  hasil sitaan yang akan lepas liar. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Populasi melimpah?

Paiman, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian, Data dan Informasi Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jambi, memperkirakan, anakan lobster di alam sedang melimpah, hingga memicu penyelundupan. Saat musim hujan, lobster banyak kawin dan bertelur.

“Sebenarnya sepanjang tahun ada terus produksi, biasa musim hujan mulai Desember itu lebih banyak.”

Hingga Juni 2020, tertacatat lima kali aksi penyelundupan anakan lobster melalui Jambi berhasil digagalkan petugas, dengan nilai sekitar Rp30 miliar.

Pada 27 Mei 2020, Polda Jambi berhasil menggagalkan rencana penyelundupan 44.000 anakan lobster Rp6,9 miliar di rumah kontrakan di Sungai Gelam, Muaro Jambi. Pada 15 Mei lalu tim gabungan Ditreskrimum Polda Jambi bersama Satreskrim Polres Tanjung Jabung Timur juga berhasil menggagalkan penyeludupan enam boks benih lobster yang hendak dikirim ke Singapura.

Mobil Toyota Kijang Inova yang mengakut 20.067 lobster senilai Rp2,8 miliar berhasil dihentikan petugas di Jalan Lintas Jambi-Muaro Sabak, Zone V, Kecamatan Geragai, Tanjung Jabung Timur.

Awal April 2020, tim Subditgakkum Ditpolairud Polda Jambi juga berhasil menggagalkan rencana penyelundupan 30.431 anakan lobster Rp4,5 miliar lebih.

Pertengahan Februari lalu, Polres Sarolangun juga menangkap Wawan, warga Lesung Batu, Kecamatan Muara Rupit, Kabupaten Muaratara, Sumatera Selatan. Pria 30 tahun itu mencoba kabur saat Satlantas Polres Sarolangun menggelar razia.

Dari mobil Kijang Innova, petugas mendapati 29 kantong plastik berisi 6.925 lobster dari Bengkulu, perkiraan lebih Rp1 miliar.

Rocky Candra, Wakil Ketua DPRD Jambi mendorong petugas kepolisian dan pihak terkait memberantas sindikat penyelundupan anakan lobster di Jambi. Dia sudah meminta syahbandar untuk memantau pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada di Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat.

Para nelayan di Jambi diminta ikut memberikan informasi kalau mengetahui adanya praktik ilegal di wilayahya. “Temen-temen di daerah terutama dapil Tanjab Timur dan Tanjab Barat juga kita minta mengimbau warga agar tidak ikut terlibat praktik ilegal,” katanya.

 

Lobster sitaan polisi di Jambi. Foto: Polres Tanjung Jabung Barat

 

Harga tinggi

Kendati Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melonggarkan kran ekspor anakan lobster, nyatanya tak cukup menghentikan kasus penyelundupan ke luar negeri.

Achmad Mustofa, Capture Fisheries Coordinator WWF Indonesia menyebut, harga anakan lobster di pasar gelap sangat menggiurkan. Dalam catatan WWF, 2020 ini, harga satu benur jenis pasir dari nelayan hanya dihargai Rp5.000-Rp8.000, sampai di pasar gelap akan melonjak hingga Rp55.000.

Sedang harga anak lobster mutiara, para pengepul membeli Rp15.000-Rp20.000 per ekor dari nelayan. Di pasar gelap, bisa Rp 145.000.

“Ini juga bisa jadi penyebab tingginya kasus penyelundupan benih lobster di Indonesia,” katanya.

Indonesia, yang beriklim tropis dan memiliki laut berkarang serta berpasir jadi habitat lobster paling ideal, terutama untuk jenis panulirus spp. Perairan laut di Sukabumi, Garut Selatan, Banten bagian selatan, Jember, Banyuwangi, Bali, Lombok, Bima, termasuk Laut Jawa bagian selatan, Lampung dan Bengkulu, bagian barat merupakan habitat lobster.

Vietnam jadi salah satu negara tujuan ekspor anakan lobster dari Indonesia. Anehnya, Vietman tercatat sebagai salah satu negara pengekspor lobster terbesar di dunia.

Mulai 15 Mei 2020, KKP melalui keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 51/KEP-DJPT/2020 menetapkan kuota ekspor benih lobster atau puerelus 139.475.000 ekor setahun. Kuota ini dibagi untuk 11 wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia (WPPNRI).

Mustofa menjelaskan, untuk Selat Malaka dan Laut Andaman mendapat jatah 8,7 juta ekor. WPPNRI Samudra Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda memperoleh kuota 18,5 juta ekor.

WPPNRI Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat memperoleh kuota 12,1 juta ekor. Dan WPPNRI perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan sebesar 17,7 juta ekor.

Kemudian, WPPNRI Laut Jawa mendapatkan kuota 12,3 juta ekor dan WPPNRI Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, serta Laut Bali 11,5 juta ekor. Sementara WPPNRI perairan Teluk Tolo dan Laut Banda sebesar 9,05 juta ekor. Selanjutnya, WPPNRI Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau sebesar 10,5 juta ekor.

WPNNRI Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera mendapatkan kuota 11,1 juta ekor. Sedangkan WPPNRI Teluk Cendrawasih dan Samudra Pasifik memperoleh kuota 13,05 juta ekor. Terakhir, WPPNRI Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian timur mendapatkan kuota sebesar 14,8 juta ekor.

Ada sembilan perusahaan eksportir benih lobster yang ditunjuk pemerintah. Dilansir dari Kompas, kesembilan perusahaan ini, yakni PT Samudra Bahari Sukses (Jakarta Barat), PT Indotama Putra Wahana (Jakarta Timur), PT Natuna Prima Kultur (Jakarta Barat), PT Royal Samudera Nusantara (Tanggerang Selatan). Lalu, PT Tania Asia Marina (Pandeglang, Banten), PT Grahafoods Indo Pasifik (Kabupaten Berau, Kalimantan Timur), CV Setia Widara (Kabupaten Buleleng, Bali) PT Aquatic Sslautan Rejeki (Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara) dan PT Bahtera Damai Internasional (Tanggerang, Banten).

Menurut Mustofa, perusahaan punya kewajiban melakukan budidaya lobster di tanah air. Dua persen dari panen harus dilepasliarkan guna menjaga populasi lobster di alam tetap stabil.

Dia mengingatkan, saat keran ekspor benih lobster diperlonggar, pemerintah perlu pengawasan ketat dan penindakan tegas agar aksi penyelundupan tidak terus terjadi.

Mustofa menduga, perdagangan anakan lobster di pasar gelap melibatkan sindikat mafia, hingga perlu pengawasan serius.

“Kalau tidak dikendalikan, otomatis lama-lama lobster di alam akan habis,” katanya.

 

 

Keterangan foto utama: Kapolda Jambi Irjen Pol Firman Shantyabudi menunjukkan anakan lobster sitaan Tim Petir Polres Tanjung Jabung Barat awal Juni lalu. Foto: Polres Tanjung Jabung Barat

 

Exit mobile version