Mongabay.co.id

Banjir Rob Genangi Puluhan Rumah di Maumere. Apa Penyebabnya?

 

Hari beranjak siang. Kondisi laut Flores sedang pasang tinggi. Ratusan rumah warga yang berada persis di pesisir pantai pemukiman di Kampung Garam Kelurahan Kota Uneng, kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, NTT, mulai terendam air laut. Banjir rob setinggi 50 cm perlahan menggenangi perkampungan dan rumah warga.

Sebastianus Baktiar, warga RT 06 RW 04 Kelurahan Kota Uneng itu bersama keluarganya hanya pasrah rumahnya terendam rob, sambil memindahkan aneka perabotan ke atas tempat tidur.

“Sudah 4 hari banjir rob terjadi dan menggenangi rumah saya dan rumah warga di Kampung Garam. Banjir rob biasa terjadi, tapi tahun ini ketinggian air lebih dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Sebastianus saat ditemui Mongabay Indonesia, Sabtu (6/6/2020).

Kondisi serupa juga ditemui di Kampung Bebeng, Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Sikka, yang berjarak hampir satu kilometer arah barat Kampung Garam.

Warga RT 31 Kampung Bebeng Siti Rabiah Intan pun mengaku pasrah rumahnya terdampak banjir rob paling parah. Banjir rob memang rutin menghampiri saban tahun, kata Siti, tetapi namun tahun 2020 ketinggian air lebih parah menerjang rumahnya yang hanya berjarak ± 100 meter dari pantai.

“Air masuk hingga ke dalam rumah hingga selutut. kami berharap pemerintah memperhatikan kondisi kami dengan membuat tanggul penahan agar air laut tidak masuk ke perkampungan,” harapnya.

baca : Rob dan Gelombang Tinggi Akibatkan Bencana, Nelayan Juga Kian Terpuruk  

 

Tanah garapan berupa lahan kosong di Kampung Garam, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT digenangi banjir rob pada awal Juni 2020. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah sebenarnya telah membangun tanggul penahan gelombang laut setinggi satu meter diantara Kampung Garam dan Kampung Bebeng dengan hutan bakau. Juga dibangun saluran air sepanjang 100 meter di sebelah timur perkampungan untuk mengalirkan air saat pasang .

Kanisius Petrus, warga Kampung Garam mengakui adanya tanggul yang dibuat tiga tahun lalu itu cukup efektif menahan banjir rob dibanding tahun sebelumnya. “Tetapi tahun ini, banjir rob terjadi lebih tinggi dan menggenangi rumah warga,” sebutnya.

Banjir rob kali ini terjadi lebih tinggi dibanding saluran air, sehingga meluap dan menggenangi pemukiman warga Kampung Garam dan Bebeng. Sebagian rumah pondasinya sudah ditinggikan sehingga air tidak masuk ke dalam rumah.

baca juga : Ketika Rob Rendam Pesisir Utara Jawa Tengah

 

Dampak Tsunami

Ketua RT 06 RW 04 Kampung Garam Kelurahan Kota Uneng, Paulus Martinus Boi menyebutkan terjadi penurunan muka tanah sekitar 70 cm di kampungnya pascagempa dan tsunami besar yang melanda Flores pada 12 Desember 1992. Hal itu membuat pemukiman kondisinya sejajar dengan permukaan laut saat air laut pasang.

“Saat ada program Kotaku sekitar 3 tahun lalu baru dibangun jalan semen di kampung ini setelah menimbun tanah. Hampir semua rumah dibangun lebih tinggi dengan menimbun tanah terlebih dahulu,” ungkapnya.

Banjir rob, kata Boi, juga disebabkan karena pembukaan hutan mangrove untuk pemukiman di sebelah timur Kampung Garam.

Senada dengan Boi, Abdul Sukur, sesepuh Kampung Bebeng pascagempa tahun 1992, muka tanah turun sehingga pasang laut menggenangi rumah warga. “Masyarakat sering buang sampah di laut sehingga tertumpuk di hutan bakau dan menambah parah saat laut pasang dan banjir. Masyarakat di Kampung Wuring juga terus menimbun tanah dan membangun rumah ke laut sehingga air mengalir ke wilayah barat dan timur,” ungkapnya.

perlu dibaca : Berkat Aplikasi Cuaca, Nelayan Malang Bisa Antisipasi Gelombang Pasang dan Banjir Rob

 

Banjir rob menggenangi perumahan warga di Kampung Bebeng, Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary

 

Dewan Daerah WALHI NTT, Carolus Winfridus Keupung saat ditanyai Mongabay Indonesia, Sabtu (7/6/2020) menyebutkan kondisi banjir rob akan semakin parah setiap tahunnya bila Pemerintah Kabupaten Sikka tidak mengambil langkah tegas.

Winfridus mengatakan banyak perumahan warga di kelurahan Kota Uneng yang dibangun dengan membuka hutan bakau. Bahkan pasar Wuring, dulunya merupakan hutan bakau.

“Pembangunan perumahan dilakukan sudah tidak sesuai aturan lagi dan melanggar jalur hijau. Seharusnya perumahan dibangun 100 meter dari garis pantai,” ungkapnya.

Masyarakat seperti mengklaim wilayah pesisir dan laut menjadi hak miliknya. Padahal, lanjutnya, hal itu bertentangan dengan peraturan zonasi pesisir. Pemerintah dimintanya menindak tegas dan melakukan penataan ulang.

 

Hutan Bakau Berkurang

Sepanjang tanggul di Kampung Bebeng dan Kampung Garam terlihat sampah plastik menumpuk, bahkan tersangkut di akar-akar tanaman bakau.

Abdul mengatakan lebatnya hutan mangrove di Kampung Bebeng merupakan buah karyanya dari penanaman biji bakau yang diambil dari Kampung Wuring sejak 2001. “Saya tanam  sekitar 3 ribu pohon lebih agar bisa melindungi kampung ini dari terjangan ombak dan bila terjadi tsunami,” ujarnya.

Setiap pohon ditanam berjarak 3 meter, terang Abdul, agar tidak terlalau rapat dan ada celah untuk bisa melihat ke arah laut. Sehingga saat air pasang atau gelombang tinggi pihaknya bisa waspada.

Abdul menyesalkan banyak hutan bakau di pesisir pantai yang sudah ditebang warga. Selain mengambil kayunya untuk kayu bakar, penebangan bakau dilakukan karena ada pembangunan rumah.

baca juga : Bangun Industri Garam, PT IDK Digugat Merusak Hutan Mangrove di Malaka

 

Sampah yang menumpuk di hutan bakau di sebelah utara Kampung Bebeng, Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT pada awal Juni 2020. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Martinus Boi menjelaskan lebar hutan mangrove mencapai 100 meter lebih. Dahulu bakau tumbuh secara alami, tetapi pascagempa tahun 1992, dirinya siapkan puluhan ribu bibit dan melakukan reboisasi.

“Kalau tidak ada hutan bakau, kampung kami sudah hancur diterjang tsunami dan gelombang pasang.Makanya saya larang warga tebang bakau dan ajak mereka dan komunitas lain untuk tanam bakau disini,” tuturnya.

Warga, tidak ada yang berani merusak hutan bakau, lanjutnya karena bakal diseretnya ke ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sikka guna diproses hukum.

“Lahan kosong,tanah di depan ini dahulu merupakan tanah lapang dan warga ambil tanahnya untuk masak garam. Saat ini sudah terendam air laut dan menyerupai kolam akibat banjir rob setiap tahunnya,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version