Mongabay.co.id

Kala Kondisi Kebun Binatang Sepi Berbuah Kepedulian Publik

 

Kesadaran publik berperan sangat besar pada kelangsungan hidup satwa di lembaga konservasi khusus seperti kebun binatang. Kepedulian mereka bisa saja turut memperjuangkan masa depan satwa menjadi lebih baik.

“Keok, keok, keok…!” teriakan lutung jawa (Trachypithecus auratus) menghentikan langkah Fikry Fauzan (21) di Bandung Zoo, Kota Bandung, Jawa Barat. Berbekal kamera digital yang menggantung di leher, mahasiswa Biologi ITB semester 7 itu mencari posisi untuk mengabadikan gambar primata endemik terancam punah tersebut.

“Bayi lutung jawa ini lahir saat pandemi korona,” kata petugas Bandung Zoo menerangkan pada Senin (1/6/2020).

baca : Krisis Pakan Satwa di Kebun Binatang Dampak Pandemi Corona

 

Seekor anakan lutung jawa (Trachypithecus auratus) dengan induknya, satwa koleksi Bandung Zoo, Kota Bandung, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Hari itu, Fauzan kebagian berkeliling Bandung Zoo. Ditemani Maria Adelia Widijanto dan dosen pendamping dari Kelompok Keilmuan Ekologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB Dian Rosleine, mereka diberi kesempatan untuk membuat virtual tour di kebun binatang yang memilik 835 koleksi satwa itu.

Ide itu muncul begitu saja, katanya. Bermula dari kecemasan terhadap nasib satwa. Menggerakkan mereka menghimpun donasi untuk membantu kebun bintang mencukupi kebutuhan pakannya. “Awalnya hanya untuk kebutuhan dokumentasi saja,” jawab Maria.

Sejak kabar kebun binatang kepayahan dihajar korona, banyak mengundang keprihatinan publik. Apalagi, demi bertahan. Sebagai skema terburuk, Bandung Zoo memilih mengorbankan satwa herbivora untuk pakan satwa karnivora. Selain menghemat ongkos, pilihan itu dianggap realistis mengurangi beban.

Kabar tersebut membuat Maria cemas, karena itu, “Membikin virtual tour setidaknya bisa memberikan gambaran tentang kondisi kebun binatang. Merekam cerita mereka bertahan selama wabah pandemi ini.”

Perawatan, pemberiaan pakan, tingkah laku dan kesehatan satwa menjadi bagian dari cerita itu. Butuh satu bulan untuk merampungkan itu semua, katanya.

baca juga : Mendesak.. Nasib Satwa di Kebun Binatang Butuh Kebijakan Negara

 

Sekelompok pengunjung di Bandung Zoo, Kota Bandung, Jabar, Senin (1/6/2020). Selama PSBB pandemi COVID-19, Bandung Zoo ditutup dan mempengaruhi pemasukan untuk pakan satwa. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Terlepas dari situasi sulit, dokter hewan Bandung Zoo, Dedi Tri Sasongko bilang bahwa ada hal menarik ketika pandemi singgah di kebun binatang. Berkurangnya intensitas kunjungan berdampak pada berkurangnya tingkat stres satwa-satwa koleksi di sana.

Maria pun menyaksikan dan merasakan beruang madu (Herarctos malayabus) maupun jenis satwa karnivora lainnya terlihat lebih tenang.

Sementara itu, Dian turut ambil bagian ketika melihat kepedulian mahasiswanya. Ia menjadi pembimbing mereka untuk memastikan kegiatan virtual tour kebun binatang ini tak sekedar dokumentasi saja. Tetapi memiliki bobot berbeda.

Kebun binatang pun dijadikan sebagai tempat untuk memahami pentingnya konservasi. Bobotnya menyesuaikan dengan cabang ilmu biologi, terutama, manajemen sumber daya hayati yang diajarkan di kampus yang bersebelahan dengan kebun binatang ini.

“Kegiatan ini juga jadi ajang pengabdian masyarakat,” papar Dian.

Ilmu dan amal semestinya selalu dalam satu rumpun agar makna pendidikan terpelihara. Maka, katanya, capaian kegiatan ini ialah seminar daring tentang konservasi kepada siswa menengah atas se-Kabupaten Bandung. Rencananya bakal berlangsung pada akhir Juni nanti.

Dian mendukung inisiatif mahasiswanya untuk berbagi pengetahuan dengan cara asyik, sehingga konservasi tak dipandang sebagai ilmu hafalan. Akan tetapi, mudah diterjemahkan oleh pikiran anak muda. Contohnya, butuh tindakan untuk menjaga keanekaragaman hayati.

Edukasi tentang konservasi memang tidak cukup dengan bahasa yang baik dan benar saja, tapi juga bahasa yang hidup, yaitu bahasa yang mampu menunjukkan empati, kesadaran dan kepedulian. Dengan kemasan yang beda, mungkin bisa membuat hal baru.

menarik dibaca :  Bersiasat Merawat Satwa yang Terancam Punah Saat Wabah Corona

 

Jerapah dan rusa, satwa koleksi Bandung Zoo, Kota Bandung, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Gerakan kolektif

Pandemi ini seolah memikat minat anak-anak muda terhadap konservasi. Di tempat yang sama, Naufal Ismail (23), pemuda yang baru menyelesaikan strata-1 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sibuk mengkoordinir teman-temannya. Mereka menjinjing kantung-kantung plastik berisikan buah dan sayaruan.

“Segera serahkan ke petugas pakan,” kata Ismail mengarahkan temannya. Bantuan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pakan kebun binatang.

Mereka mengenalkan diri sebagai ReZoo, komunitas berisikan anak muda berlatarbelakang beragam ini disatukan kesamaan selera, sama-sama tertarik pada satwa. Meski lahir saat pandemi, mereka sudah unjuk gigi.

Agaknya, kiprah mereka cukup serius. Selama satu bulan terakhir, mereka berhasil mengumpulkan dana Rp100 juta untuk didonasikan ke Bandung Zoo.

Mereka juga punya pandangan baru tentang kebun binatang, bahwa fungsi kebun binatang tak hanya sebatas tempat wisata semata, tetapi lebih hauh dari itu sebagai tempat perlindungan sekaligus keberlangsungan hidup satwa. Apalagi, satwa endemik terancam punah.

“Kami merasa perlu membantu kebun bintang karena kebun binatang ini hidup dari orang yang datang ke sini. Artinya, perlu orang datang dan membeli tiket untuk menghidupi satwanya. Pendeknya, tak ada kunjungan tak ada pakan,” ujarnya. Maka, “kami berinisiatif membantu karena merasa peduli terhadap nasib satwa.”

Di komunitas, dijadikan ajang berbagi pengetahuan. Ismail, misalnya. Ia pernah melakukan penelitian skripsinya tentang kebun binatang. Berdasarkan pengamatannya, rata-rata orang berkunjung ke kebun binatang minimalnya dua kali dalam hidupnya.

“Pertama, sewaktu kecil karena diajak orang tua atau sekolahnya. Dan kedua, mereka akan datang lagi ketika sudah punya anak,” katanya.

Oleh karena keterikatan historis itu, Ismail dan kawannya ingin memproklamirkan cara pandang baru tentang kebun binatang. Sesungguhnya, katanya, berkunjung ke lembaga konservasi eks situ berarti berkontribusi menyelamatkan satwa.

baca : Nasib Primata di Tengah Pandemi COVID-19

 

Seorang petugas memberi pakan jerapah, satwa koleksi Bandung Zoo, Kota Bandung, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Meningkatkan mutu

Ditemui terpisah, Sekertaris Jenderal Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI), Tony Sumampau mengatakan, pandemi membuat orang peduli terhadap keberadaan satwa dikebun binatang. Ia senang. Keikutsertaan publik, menurutnya, bukan saja membantu tetapi juga mendorong perbaikan pada kebun binatang. Dengan demikian, kebun binatang tak bisa lagi monoton.

Ia setuju jika kepedulian itu menelurkan kritikan. “Dulu orang apatis ketika melihat kebun binatang yang kondisi buruk. Mereka memilih tidak datang ketimbang mengkritisi,” kata Tony. Sikap kritis publik inilah perlu dijaga oleh pengelola kebun binatang. Supaya mengedepankan mutu.

Setelah gusar memikirkan nasib satwa saat dalam situasi besar pasak daripada tiang, Marketing Communication Bandung Zoo, Sulhan Syafi’i bisa tersenyum. Setidaknya, dengan banyaknya donasi, cadangan pakan selama 4 bulan bisa disimpan. “Kami berterimakasih. Banyak yang bantu dan peduli,” ucapnya.

Pemerintah memang belum menetapkan jadwal pembukaan kembali kebun binatang. Kendati begitu, Sulhan mengaku sudah melakukan persiapan. Seandainya, pemerintah memberi izin buka.

“Kita mah nurut saja aturan pemerintah sembari menyiapkan prosedur dan protokol kesehatan yang baru untuk masuk ke kebun bintang,” imbuhnya.

baca juga : Penyelamatan Satwa di Tengah Pandemi Corona

 

Seekor harimau sumatera koleksi Bandung Zoo. Selama pandemi COVID-19, satwa pun terpaksa berubah pola makannya untuk menghemat keuangan kebun binatang Bandung. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Kebun binatang konservasi

Headkeeper Pusat Rehabiliasti Primata Aspinall, Sigit Ibrahim berpendapat pola dukungan publik terhadap satwa di kebun binatang menjadi indikator penting. Mulai ada kesadaran. Itu menunjukkan bahwa banyak yang mulai memahami bahwa konservasi satwa dibutuhkan.

Kendati demikian, Sigit mengingatkan, evaluasi dibutuhkan. Pandemi mengajarkan kebun binatang untung berhitung. Semisal, kemampuan menyediakan pakan 4 bulan. Seharusnya mereka mulai mengkaji jumlah kuota satwa yang mampu dihidupi.

“Kelebihan kuota ini dapat dimanfaatkan, misalnya, primata endemik sudah melebihi kemampuan pemberian pakan. Mereka mesti memulai bikin program pelepasliaran sebagai pertimbangan,” katanya.

Toh, ketika pelepasliaran kebun binatang juga mendapat keuntungan. Bisa saja berupa pengurangan ongkos operasional. Tetapi, katanya, yang lebih penting kebun bintang itu menjadi kebun binatang konservatif. Karena memungkinkan bagi satwa memiliki kesempatan hidup kedua.

Kerja lembaga konservasi sama halnya dengan kerja lain yang menuntut kelestarian. Untuk itu, Sigit membuka kolaborasi rehabilitasi satwa khusus primata. Tujuannya, agar satwa yang lestari memperpanjang umur bumi. Tentunya Negara wajib hadir memastikan keanekaragam hayati tetap terpelihara.

 

Petugas memberi makan tapir koleksi Bandung Zoo pasca penutupan selama wabah korona di Taman Sari, Kota Bandung. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version