Mongabay.co.id

Komunitas Lintas Iman Berkebun, Siapkan Pangan saat Pandemi

 

 

 

Tampak 10 pemuda lintas iman, tekun memindahkan bibit sayuran ke media tanam di dalam polybag. Satu persatu mereka pindahkan, tak lupa juga menyirami bibit sayur yang telah disemai sepekan lalu.

Egidius Gantang Sakrita Retmanu, mahasiswa Politeknik Negeri Malang ini menata bibit sayuran di tepi gedung sanggar anak di Kelurahan Bandulan, Kota Malang, Jawa Timur.

Total 30 pemuda terlibat bertani sayuran ini. Mereka ada mahasiswa, pekerja swasta dan pelajar. Saban hari, mereka bergiliran meluangkan waktu merawat aneka sayuran ini.

Selama ini, mereka cukup belajar budidaya sayuran di polybag dan secara hidroponik. Sayuran ini bakal mereka bagikan untuk kelompok masyarakat marginal, dan menyiapkan ketahanan pangan selama masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Lahan seluas 1.000 meter milik Gereja Katolik Paroki St Vincentius A Paulo Malang ini disediakan untuk menebar benih. Ada sawi, kacang panjang, tomat, cabai, dan kangkung. Lahan ini berada di permukiman padat dan pinggiran Kota Malang. Tepat berhimpitan dengan aliran Kali Metro, anak Sungai Brantas.

Penduduk yang bermukim di sekitar sanggar, merupakan kelompok masyarat marjinal, dari keluarga miskin, pekerja informal, berpendidikan rendah dan memiliki lahan terbatas. Rumah berjajar dan behimpitan. Para pemuda juga melibatkan warga sekitar untuk budidaya tanaman sayuran.

“Kami belajar menanam sayuran hingga siap panen,” kata Egidius. Mereka dilatih menanam sayuran oleh Komunitas Lindungi Hutanmu. Sejumlah kendala mereka hadapi, mereka tak memiliki latar belakang pengetahuan pertanian. Tahap awal, mereka menghadapi kendala sejumlah bibit sayur mati atau benih tak tumbuh. Mereka tetap semangat budidaya tanaman dan berbagi untuk sesama.

Masyarakat yang terlibat bertanggungjawab memelihara sayuran dan memanen. Hasilnya, untuk kebutuhan makan setiap hari. Kalau panen sayur berlebih akan siapkan skema bisnis dan pasar agar harga sayur tetap terjaga dan stabil.

 

Awal mula

Para pemuda lintas iman ini awalnya tergabung dalam posko saling jaga. Sebuah posko yang didirikan komunitas lintas iman, terdiri atas Gusdurian dan Orang Muda Katolik (OMK) Kota Malang. Mereka membagikan paket bahan pokok bagi kelompok miskin terdampak COVID-19 di Kota Malang awal Maret.

“Kemarin mereka dapat bantuan, sekarang waktunya membantu orang lain,” katanya. Harapan mereka juga ada penghasilan tambahan lantaran banyak masyarakat sekitar minim secara ekonomi.

Para pemuda ini meluangkan waktu di antara kesibukan kuliah dan aktivitas kerohanian di masing-masing agama.. “Ketahanan pangan bisa diciptakan di kawasan urban seperti sini,” katanya.

Aditya Triatmaja dari Gusdurian Malang mengatakan, posko saling jaga merupakan bantuan pangan yang melibatkan komunitas lintas iman. Gusdurian telah membangun komunikasi lintas iman sejak lama. Awalnya, bahan pokok disediakan Sekretaris Nasional Gusdurian. Sedangkan posko di Malang mendata dan menyalurkan kepada masyarakat miskin yang memerlukan.

“Tanggapan masyarakat antusias. Bahkan, berdatangan donasi dari berbagai pihak,” katanya.

 

 

Menyemai sayur mayur. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Paket bahan pokok terdiri beras 20 kilogram, satu kardus mi instans, dua liter minyak, kecap, gula, sabun, detergen, masker dan antiseptik tersalur 200 paket. Disusul 400 paket menghimpun donasi dari para donator di Malang.

Paket bantuan bahan pangan dibagikan di warga pinggiran yang memerlukan. Mereka juga menyediakan makan siang gratis bagi warga yang memerlukan.

Posko berdiri di samping gereja.

Romo Yohanes Gani, Pimpinan Gereja Katolik Paroki St Vincentius A Paulo, mendampingi para pemuda. Aktivitas pemuda selain menjaga ketahanan pangan masyarakat urban juga menjaga persaudaraan lintas iman yang terjaga selama ini.

“Posko saling jaga didirikan bersama untuk membagi sembako selama pandemi,”

Selama ini, mereka terlibat mendata dan membagikan bantuan kepada masyarakat. Namun, COVID-19 berkepanjangan tak tahu kapan bakal selesai. Donatur, katanya, juga tak bakal terus memberikan bantuan hingga mereka berinisiatif membangun gerakan bersama untuk ketahanan pangan dan menyiapkan bahan pangan lokal.

Untuk menyesuaikan dengan kondisi perkampungan warga yang lahan sempit untuk budidaya sayuran, dan budidaya ikan air tawar. Gagasan melakukan pemberdayaan masyarakat marginal menyiapkan ketahanan pangan saat bertemu sebuah keluarga penerima bantuan sembako. “Mereka tak memiliki lauk untuk dimakan. Akhirnya mengolah daun pepaya,” kata Romo Gani.

Lantas, dia tergerak mengajak masyarakat marjinal menanam sayuran dan budidaya ikan air tawar demi ketahanan pangan dengan memanfaatkan lahan tersisa di sekitar rumah.

Saat pandemi, sebagian besar pendapatan berkurang dan mengancam ketahanan pangan keluarga.

Ujicoba di sanggar pendidikan milik gereja. Lahan seluas 1.000 meter disulap jadi kebun pertanian, terdiri atas lahan menyemai, budidaya sayur dalam skala polybag dan kolam untuk budidaya lele.

Sanggar anak, awalnya tempat belajar anak-anak dan memberi beasiswa pendidikan hingga Sekolah Menegah Kejuruan.

Ketersediaan air juga melimpah, ada sudut lahan yang menyediakan sumber air. Saat kemarau, kata Gani, bisa ambil air dari Kali Metro yang berjarak selemparan batu. Selain pemberdayaan, juga turut menumbuhkan kecintaan para pemuda terhadap dunia pertanian.

Tak harus membeli polybag, masyarakat juga bisa memanfaatkan kantung plastik sebagai pengganti. Juga dikembangkan dengan media hidroponik, cukup memanfaatkan botol bekas minuman menjadi media tanam. Apalagi, banyak warga jadi pemulung mengumpulkan botol bekas dan kantong plastik.

Awalnya, melibatkan 100 rumah tangga sasaran dan mengajak pemuda putus sekolah.

Ari Prayudi, pegiat pertanian hidroponik turut membantu budidaya sayuran dengan hidroponik. Media tanam berimprovisasi dengan barang bekas yang tersedia melimpah seperti botol bekas minuman, stereoform bekas kotak makanan. Dia mulai mengidentifikasi rumah tangga yang bersedia merawat sayuran.

“Perawatan mudah dan tak butuh lahan luas,” kata Ari.

Bibit tanaman dan pupuk bakal disediakan gratis. Pertanian hidroponik ini jadi solusi alternatif budidaya sayuran di perkampungan padat seperti Kota Malang. Cukup sediakan air dan pupuk cair, hidroponik bisa ditempelkan di tembok dan halaman sempit.

 

***

Setelah pangan terpenuhi, masyarakat bisa mengembangkan pertanian sayur mayur untuk mendapat manfaat ekonomi. Gani menyiapkan pasar dengan melibatkan jemaat gereja dan seminari yang rutin memerlukan sayuran. “Ada mahasiswa yang menyiapkan aplikasi. Dijual online,” katanya.

Kalau pasar ada, mereka tak perlu khawatir sayuran tak terjual. “Jika berlebih setelah konsumsi, bisa dijual ke kami,” katanya.

Dasar aktivitas ini, katanya, membangun persaudaraan lintas iman. Benih persaudaraan harus disemai dan dirawat untuk membangun toleransi dan kebersamaan.

 

 

Keterangan foto utama: Romo Yohanes Gani menyiapkan bibit tanaman sayuran untuk kelompok masyarakat marjinal di pinggiran Kota  Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version