Mongabay.co.id

Jaring Alat Tangkap Ikan Nelayan, Harga Naik Tapi Kualitas Turun

 

Alunan musik dangdut koplo terdengar nyaring di atas perahu yang berlabuh di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Seperti sudah menjadi syarat wajib bagi nelayan setempat, musik dangdut koplo sudah biasa menemani aktivitas mereka. Salah satunya seperti aktivitas menyulam jaring. Selain menangkap ikan, memperbaiki jaring merupakan keahlian yang harus dimiliki nelayan setempat.

Hal ini terlihat dari jari-jari sejumlah nelayan yang lincah menyulam, menyaling-nyilang benang jaring yang sobek. “Kalau di kami proses penyulaman seperti ini dinamakan ngayum,” kata Sutomo, nelayan setempat kepada Mongabay Indonesia disela-sela aktivitasnya menyulam jaring, Sabtu (13/06/2020).

baca : Pelegalan Cantrang Jadi Bukti Negara Berpihak kepada Investor

 

Nelayan saat memperbaiki jaring di kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Lebih lanjut pria berusia 42 menjelaskan, secara manual, alat yang digunakan untuk memperbaiki ini hampir sama dengan alat untuk membuat jaring. Diantaranya seperti kedapang, gunting, coban dan benang nilon.

Alat-alat ini memiliki fungsi masing-masing. Kedapang misalnya, digunakan untuk menentukan besar kecil mata jaring yang akan dibuat. Supaya mata jaring bisa teratur dan rapi. Lazimnya alat ini terbuat dari kayu dan bambu.

Kemudian coban digunakan untuk menyulam jaring. Bentuknya seperti jarum, gunanya untuk menyimpan atau menggulung benang yang akan digunakan membuat jaring. Ukuran dan bentuknya, kata Tomo, berbeda-beda sesuai dengan penggunaan. Tergantung pada ukuran benang dan ukuran mata jaring yang akan dibuat.

Berikutnya adalah benang nilon yang dipilih dengan ukuran tertentu. Disesuaikan dengan jaring yang akan disulam atau dibuat. Sedangkan gunting digunakan untuk memotong bekas benang nilon.

baca juga : Terdampak COVID-19, Nelayan Harus Diberi Perhatian Khusus

 

Seorang nelayan sedang memperbaiki jaring dengan disulam. Dalam bahasa lokal proses penyulaman ini disebut dengan “ngayom”. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Butuh Ketelitian

Disaat memperbaiki jaring, hal utama yang perlu dimiliki nelayan yaitu kesabaran dan ketelitian. Zainal Abidin (47), nelayan lain mengatakan, memperbaiki jaring ikan adalah kombinasi dari memotong dan menyambung jaring ikan.

Melihat jaring yang rusak dibutuhkan ketelitian, karena jaring yang digunakan untuk menangkap ikan mempunyai ukuran panjang sekitar 600 meter. Sementara lebarnya sekitar 80 meter. Ukuran kerusakannya juga relatif berbeda-beda antara 10-30 meter.

Untuk itu selain ketelitian juga diperlukan kesabaran saat membentuk kembali pola jaring. Hal ini dilakukan agar bisa sesuai dengan jaring yang tidak sobek. Saat memperbaiki jaring terkadang lebih sulit daripada membuat jaring yang baru.

perlu dibaca : Pandemi COVID-19 Menurunkan Pendapatan Nelayan di NTT. Apa Solusinya?

 

Nelayan saat pulang melaut. Selain menangkap ikan, memperbaiki jaring merupakan keahlian yang harus dimiliki nelayan setempat. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Waktu memperbaiki, lanjutnya, tergantung kerusakan. Jika jaring rusak parah, tingkat perbaikanya semakin lama, antara 3-5 hari. Sistem perbaikannya gotong royong sesama Anak Buah Kapal (ABK) dengan jumlah 25-30 orang. Sementara itu, untuk perbaikan jaring ini menghabiskan biaya antara Rp5-10 juta.

“Berat jaring paling tidak 3 ton untuk satu perahu. Jaring dengan ukuran 100 meter per biji harganya Rp2,4 juta,” ujar pria berkulit sawo matang ini. Lanjutnya, untuk sisa jaring yang tidak bisa diperbaiki dijual dengan harga murah sekitar Rp6 ribu/kg.

Zainal, panggilan akrabnya, membeberkan, masing-masing mata jaring ikan ini juga mempunyai ukuran sendiri, tergantung jenis ikan yang akan ditangkap. Kalau di TPI Kranji tangkapan utamanya yaitu ikan tongkol dan ikan kembung. Jika beruntung ada juga yang dapat ikan ajahan.

Mata jaring yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol ukuranya antara 2-3 in. Sementara ikan kembung ukuran mata jaringnya 1 in.

Tangkapan ikan ini juga tergantung arah angin. Kalau musim angin timur ikan hasil tangkapannya yaitu ikan kembung atau dengan nama latin Rastrelliger. Pada bulan 10-11 musim angin barat, ikan hasil tangkapannya yaitu tongkol atau nama latinya Euthynnus affinis.

baca : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19

 

Nelayan memindahkan ikan hasil tangkapan dari perahu ke Tempat Pelelangan Ikan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Faktor Kerusakan

Fianto (40), nelayan lain bercerita, setiap kali melaut jaring pasti ada yang rusak. Penyebab kerusakannya pun beragam, ada yang rusak karena tersangkut karang, tersangkut bangkai kapal atau tertancap di dalam lumpur. Kemudian, kapasitas ikan terlalu banyak juga bisa menyebabkan jaring jebol.

“Setiap kali melaut pasti ada jaring yang rusak, hanya tingkat kerusakannya berbeda-beda. Parahnya lagi jika jaring hilang, kerugiannya minimal Rp100 juta,” kata pria bertopi ini.

Kerusakan atau kehilangan jaring membuat nelayan semakin rugi. Apalagi saat ini biaya operasional dan pendapatan tidak sebanding. Harga jaring selalu mengalami kenaikan. Sementara, kualitasnya semakin menurun.

“Dulu jaring yang digunakan nelayan masih kuat bertahan 4-5 tahun. Sekarang ini bisa bertahan 3 tahun saja sudah bagus,” imbuh Fianto. Nelayan setempat, kata dia, sekali melaut untuk biaya perbekalannya paling tidak Rp1 juta.

baca juga : Perjuangan Industri Perikanan Tangkap Keluar dari Jurang COVID-19

 

Nelayan di Lamongan sedang menangkap ikan. Selain ikan tongkol, jaring ini juga digunakan untuk menangkap ikan kembung. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Nelayan biasanya berangkat melaut mulai jam 07.00 WIB, pulang jam 17.00 WIB. Jika tangkapan beruntung bisa sampai jam 20.00 WIB. Hasil tangkapan beragam antara 3-5 ton. Sedikitnya 1 ton. Bahkan, kadang juga pulang hanya membawa ikan cukup buat makan.

Sementara itu, perahu yang digunakan mempunyai ukuran 21 Gross tonnage. Alat tangkap yang dipakai para nelayan ini disebut dengan pukat cincin atau purse seine. Pukat cincin ini, lanjut Fianto, dioperasikan dengan cara melingkari jaring terhadap gerombolan ikan.

Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya pula menarik purse line diantara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring ini akan membentuk seperti mangkok. Saat menarik, dibutuhkan kecepatan yang tinggi agar ikan-ikan yang sudah terperangkap tidak bisa lolos.

 

Perahu nelayan saat akan bersandar di di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jatim. Perahu yang digunakan nelayan ini mempunyai ukuran 21 gross tonnage. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version