Mongabay.co.id

Dampak COVID-19, Makam Sunan Bonang Tuban Bersih dari Sampah Plastik

 

Sektor pariwisata sejak adanya intruksi menjaga jarak sosial dan beraktivitas di rumah saja menjadi lesu, tidak terkecuali wisata religi makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Wisata ini merupakan salah satu daya tarik pengunjung wisatawan lokal, dengan letaknya yang strategis berada di tengah kota dan pesisir jalan Deandels.

Namun semenjak merebaknya pandemi COVID-19, makam salah satu sunan yang berpengaruh dalam penyebaran agama islam di tanah Jawa ini menjadi sepi.

Dengan begitu, anak-anak yang berada di lingkungan sekitar bisa bermain dengan leluasa. “Tidak biasanya anak-anak ini bisa bermain di sekitar makam. Karena sebelum mewabahnya corona, wisata religi ini selalu ramai dikunjungi peziarah,” ujar Fery Eko Yanuar, salah satu pedagang setempat kepada Mongabay Indonesia, Minggu (07/06/2020).

Biasanya, cerita Fery, panggilan akrabnya, setiap pagi hingga malam hari wisata ini selalu ramai dipenuhi peziarah dari berbagai daerah baik itu rombongan maupun perorangan. Namun, sejak pemerintah Kabupaten Tuban mengintruksikan penutupan sementara seluruh tempat wisata yang berada di Bumi Wali ini, wisata religi Sunan Bonang menjadi lengang.

Penutupan ini dimulai dari tanggal 18 Maret 2020. Selain Sunan Bonang, wisata religi lain yang ada di Kabupaten Tuban seperti Makam Sunan Bejagung dan Makam Asmoroqondi juga di tutup.

baca : Ketika Tutup, Kesempatan Wisata Alam ‘Bernapas’ dan Pengelola Berbenah

 

Salah satu gapura pintu masuk Sunan Bonang dengan tulisan arab dan ukiran. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Pedagang Terimbas

Sejak pengumuman penutupan tempat-tempat wisata ini para pedagang merasa terpukul, termasuk Fery. Pria yang sudah 4 tahun jualan aksesoris gelang ini pendapatannya menurun drastis sejak wisata religi Sunan Bonang di tutup. Awalnya, dalam sehari jualanya bisa laku 50-100 biji. Sekarang ini dalam sehari 1 biji saja kadang tidak laku.

Sama halnya yang dirasakan Jauhari. Pria penjual aksesoris tasbih ini juga mengaku penhasilannya mengalami penurunan. Awalnya, dalam sebulan rata-rata pria 49 tahun ini hasil berjualan bisa mendapatkan antara Rp4-5 juta, sekarang ini hanya menghasilkan Rp1 juta. Selain tasbih, dia juga berjualan aksesoris lain seperti kopiah, baju gamis, dan oleh-oleh makanan khas Sunan Bonang.

“Toko lainnya banyak yang tutup, saya lebih memilih tetap berjualan, meskipun hasilnya hanya cukup buat makan sehari-hari,” ujar Jauhari disela-sela membersihkan tokonya. Dia menyebut, meski tempat wisata religi ini masih ditutup sementara, sebagian peziarah lokal Kabupaten Tuban masih ada yang datang berkunjung.

baca juga : Rupa Duta, Cara Pelaku Wisata Berdaya di Tengah Badai Pandemi

 

Jauhari (49) menunjukkan aksesoris tasbih yang terbuat dari biji pisang pidak di kawasan religi Sunan Bonang. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Hal sama juga di rasakan Muhammad Aris (30), pria penjual bakso keliling ini bercerita, biasanya saat berhenti di komplek wisata religi Sunan Bonang pengunjung banyak yang membeli baksonya. Sekarang ini hanya para pedagang dan warga komplek saja yang memesan.

Akibatnya, pendapatannya juga menurun hinga 30 persen. “Sebelum adanya virus ini dalam sehari saya bisa membawa pulang Rp600 ribu hasil jualan, sekarang ini Rp200 ribu saja tidak sampai,” keluh pria asal Bojonegoro ini.

Biasanya, dia mulai jualan dari jam 10 pagi. Sore jam 16:00 WIB dagangannya sudah habis. Sekarang ini menjelang isya’ pun kadang tidak habis. Pria yang sudah 5 tahun berjualan ini sebetulnya juga merasa takut tertular virus corona.

Tetapi karena menjadi tulang punggung keluarga akhirnya dia tetap bertekad berjualan “kecuali kalau ada bantuan dari pemerintah begitu ya maunya di rumah saja,” harapnya.

menarik dibaca : Era Kenormalan Baru dan Prinsip Fundamental Ekowisata

 

Anak-anak bermain di kawasan wisata religi Sunan Bonang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Melayani Pengunjung Lokal

Makam Sunan Bonang berada di pusat Kota Tuban, tepatnya di sebelah barat dan di belakang Masjid Agung Tuban. Saat memasuki kawasan wisata religi ini banyak terdapat toko dan kios dengan aneka ragam barang jualan. Namun semenjak di tutup toko dan kios banyak yang tutup.

Di bagian depan, terdapat gapura dengan bentuk paduraksa atau bangunan berbentuk gapura yang mempunyai atap penutup. Gapura ini lazim ditemukan dalam arsitektur kuno dan klasik di Jawa dan Bali.

Kemudian berjarak sekitar 100 meter selanjutnya ada gapura lagi dengan karakter satu pintu masuk pada bagian tengah. Bentuk pintu masuknya cukup rendah sehingga pengunjung harus agak menunduk.

Warna gapuranya putih dengan hiasan tulisan arab dan ukiran di bagian atas. Tingginya kurang lebih 2,5 meter dengan atap yang dibuat dari kayu bentuknya sirap. Setelah melewati gapura ini, sekitar 10 meter berikutnya kembali menjumpai gapura dengan bentuk yang sama dengan ketinggian sekitar 5 meter. Hanya warnanya agak berbeda dengan gapura sebelumnya, gapura ini berwarna putih kehitaman.

baca juga : Imbas COVID-19, Wisata Pantai Cemara Tuban Sepi

 

Kawasan wisata religi makam Sunan Bonang yang bersih tanpa sampah selama pandemi COVID-19. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ali Tamam (45), salah satu pengelola menjelaskan wisata religi yang dikelola oleh Yayasan Mabarot ini, sebelum Covid-19 mewabah dalam sebulannya ada sekitar 10 ribu peziarah yang datang berkunjung. Selain ziarah, aktifitas lain seperti istighasah, dan tabligh akbar juga ditiadakan sementara.

Dia menyebut, rombongan peziarah yang berkunjung ini beragam, dari berbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan juga Kalimantan. Selain itu ada pula pengunjung dari luar negeri seperti Malaysia dan Brunei. Namun, semenjak ditutup pihak pengelola hanya melayani pengunjung lokal Kabupaten Tuban.

Pengunjung, lanjut Ali, harus mengikuti protokol yang berlaku. Rombongan lebih dari lima orang tidak boleh masuk. “Kalau di buka untuk umum sih masih belum, tapi masak orang daerah Tuban sendiri mau masuk tidak diperbolehkan. Kita tidak tahu kapan waktunya di buka untuk umum, masih menunggu instruksi dari pemerintah,” ujarnya.

Untuk masuk ke tempat wisata ini pengunjung tidak ditarik tiket retribusi. Namun, di sudut-sudut dalam kawasan makam Sunan Bonang disediakan kotak shodaqah. Ketika masih di buka, dalam 10 hari rata-rata bisa memperoleh Rp50-70 juta. Untuk itu selama pandemi ini, kata Ali, tidak ada kendala untuk biaya operasionalnya.

 

Seorang peziarah sedang berdoa di makam Sunan Bonang. Semenjak merebaknya pandemi COVID-19, makam salah satu sunan yang berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa ini menjadi sepi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sampah Plastik Berkurang

Selain berdampak negatif bagi pedagang, penutupan makam sunan dengan nama asli Raden Maulana Makdum Ibrahim itu ternyata berdampak positif. Zainuddin, salah satu petugas kebersihan berbagi kisah.

Selama tiga bulan, semenjak tempat wisata ini ditutup pekerjaanya jauh lebih ringan. Karena sampah plastik menjadi berkurang hingga 80 persen. Paling dia hanya membersihkan sampah alami seperti serasah dedaunan dari pepohonan saja.

Berbeda ketika kondisi normal sebelum pandemi COVID-19. Karena makin banyak pengunjung, makin banyak sampah yang harus dibersihkan, terutama sampah plastik.  Ketika masih beroperasional sampah yang ditimbulkan pengunjung ini lebih banyak. Biasanya pengunjung yang masuk ke area makam dengan membawa makanan, minuman, maupun jajanan. Sehingga, membuat para petugas kebersihan setiap saat harus siap untuk membersihkan.

Apalagi, setiap pengunjung mempunyai karakter yang berbeda-beda. Ada yang taat dengan aturan yang berlaku, banyak pula yang kesadarannya masih kurang. “Padahal sudah disediakan tempat sampah, tapi masih banyak yang membuang sampah disembarang tempat,” keluh pria usia 41 tahun ini, saat dihubungi Sabtu (20/06/2020).

 

Suasana sepi kawasan makam Sunan Bonang karena ditutup selama pandemi COVID-19. Saat normal, ada sekitar 10 ribu peziarah yang datang berkunjung. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dengan momentum penutupan karena COVID-19, Zainuddin berharap pengunjung lebih sadar menjaga kebersihan di areal wisata Sunan Bonang saat dibuka kembali. Selain itu juga lebih menghormati aturan yang berlaku. “Apalagi ini kan di makam seorang tokoh islam yang dihormati,” imbuhnya.

Zainuddin menyebut, dikala masih banyak peziarah yang datang berkunjung timbulan sampah yang dihasilkan dalam seharinya rata-rata antara 2-3 kuintal. Timbulan sampah ini untuk sementara masih dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kedepan, lanjut pria dua anak ini, pengelola mewacanakan untuk membuat pengelolaan sampah sendiri.

 

Exit mobile version