Mongabay.co.id

Aksi Penyelamatan Lumba-lumba, Paus Pembunuh Kerdil dan Hiu Paus di Bali, Maluku, dan Pasuruan

 

Pada dua pekan ini ada rangkaian peristiwa terdamparnya megafauna laut di sejumlah pesisir Indonesia. Terjadi berurutan, terdiri dari paus kogia sima, lumba-lumba, pygmy killer whale, dan hiu paus.

Setelah kasus paus kogia sima terdampar mati dan dipotong dagingnya oleh warga di pesisir Gianyar, Bali, Kamis (18/6/2020), terjadi peristiwa lain lagi. Pada Selasa (23/6/2020), diduga lumba-lumba hidung botol terdampar dalam keadaaan hidup di pantai Nusa Dua, Bali

Dalam video yang tersebar, seorang warga di pantai melaporkan dari lokasi. “Seekor lumba-lumba terdampar di pantai depan hotel Hilton Nusa Dua. Sudah coba dievakuasi tapi ikannya balik lagi ke daratan, tidak mau kembali ke laut,” sebutnya dalam video.

Mamalia ini terlihat tergulung ombak, dan terdorong ke pantai. Ia terlihat diam tak bergerak. “Kal mati to bli (sepertinya dia akan mati),” teriak seorang warga lain. “Ao, sing nyak ke tengah. Sube di tengah buin ke sisi (iya, tidak mau ke dalam, sudah didorong tapi ke pantai lagi),” jawab si pendokumentasi video dalam bahasa Bali

baca : Seekor Paus Sperma Kerdil Terdampar, Warga Malah Memotong Dagingnya

 

Seekor lumba-lumba hidung botol terdampar dalam keadaaan hidup di pantai Nusa Dua, Bali, Selasa (23/6/2020). Foto : istimewa

 

Anggota sebuah grup koordinasi penanganan satwa laut terdampar bergerak cepat menanganinya setelah melihat video dan menuju lokasi. Salah satunya Rodney Westerlaken dari Yayasan Bali Bersih/Westerlaken Foundation. “Ketika saya datang lumba-lumba itu sudah kembali ke laut, baru saja. Kami memantau pantainya selama dua jam, dan setahu kami tidak terdampar lagi,” ujarnya.

Ia menyebut jaringan first responder dari pemerintah dan LSM sudah terbangun di Bali, namun setelah pandemi ini perlu membuat acara pelatihan lagi untuk petugas keamanan sekitar pantai. Misalnya di hotel-hotel kawasan Bali Selatan yang jadi alur migrasi satwa laut. Hal lain, ia menyarankan buat papan-papan informasi di seluruh pantai Bali dengan edukasi apa yang harus dilakukan jika bertemu satwa terdampar.

Responder lain saat itu adalah Permana Yudiarso, Kepala BPSPL Denpasar. Saat tiba, lumba-lumba sudah disebut berhasil berenang ke laut lagi. Ada juga WWF Indonesia, JAAN, BKSDA, dan lainnya. “Sudah diselamatkan nelayan, kami koordinasi dengan petugas keamanan hotel,” sebut Yudiarso.

Pada hari yang sama, Selasa (23/6/2020) di Maluku, ada informasi megafauna laut diduga pygmy killer whale atau paus pembunuh kerdil (Feresa attenuata). Info didapatkan Fici Iman Nasetion dari WWF-Indonesia. Setelah dikonfirmasi, ia meneruskan informasi kawannya dari CTC yang bertugas di kawasan Sula, Maluku Utara, dimana lokasi satwa terdampar. Satwa ini dilaporkan Pokwasmas di Sula, kemudian diangkut menggunakan kapal untuk bisa berenang ke perairan lebih dalam.

baca juga : Ada Potongan Plastik dan Cacing di Paus Sperma Kerdil Ini

 

Seekor pygmy killer whale atau paus pembunuh kerdil terdampar di pesisir perairan Sula, Maluku Utara, Selasa (23/6/2020). Foto : Pokwasmas Sula

 

Hiu Paus Ditabrak Wisatawan

Sebuah peristiwa menandai kehadiran megafauna lainnya. Pada Selasa (23/6/2020), sebuah video viral di media daring dan sebuah tayangan televisi nasional yang memperlihatkan perahu wisata menabrak hiu paus hingga terluka di perairan Pasuruan, Jawa Timur. Mereka dengan sengaja menabrakkan perahu agar bisa melihat dengan jelas salah satu jenis ikan besar ini. Bahkan mereka sempat menyentuh dan mempermainkan ekor hiu paus.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono menyayangkan perilaku wisatawan terhadap hiu paus yang merupakan satwa dilindungi.

“Hiu paus adalah jenis ikan yang dilindungi penuh berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2013. Menurut pedoman wisata hiu paus yang disusun KKP, pengunjung tidak diperkenankan menyentuh hiu paus. Saat mengamati hiu paus, perahu harus menjaga jarak minimum 30 meter dari hiu paus” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Aryo Hanggono dalam siaran pers KKP di Jakarta (24/6/2020).

Sementara itu, Kepala BPSPL Denpasar, Permana Yudiarso dalam keterangannya di Denpasar (24/6) menyampaikan bahwa saat ini Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar Wilker Jatim sedang melakukan langkah-langkah koordinasi dan pengumpulan bahan dan keterangan atas laporan yang beredar di media daring dan televisi nasional. Yudi mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diperoleh, seminggu yang lalu ada masyarakat yang berwisata di perairan Pasuruan tepatnya di utara perairan Kraton dan mereka berusaha untuk memegang hiu paus tersebut.

“Satuan Polair Pasuruan sampai saat ini masih menyelidiki penumpang serta pemilik kapal/perahu wisata tersebut,” ungkapnya. Agar kejadian serupa tidak terulang lagi, KKP akan mengadakan pembinaan dan sosialisasi berupa pemasangan himbauan, melakukan pendataan kemunculan hiu paus dalam bentuk kalender, dan membuat kesepakatan dengan pemilik perahu wisata untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.

Perairan Pasuruan merupakan salah satu habitat hiu paus. Ikan ini sering muncul di sepanjang wilayah perairan Porong Sidoarjo sampai dengan perairan Lekok, Pasuruan. Kemunculan hiu paus di perairan ini kemungkinan mencari makan berupa plankton yang berada di pesisir dengan perairan yang relatif dangkal. Pada bulan Juni 2020, Satuan Polair Polres Pasuruan mendata lebih dari 100 kemunculan hiu paus baik sendiri atau bergerombol.

 

Seekor hiu paus di perairan Pasuruan Provinsi, Jawa Timur. KKP dan Kepolisian sedang menyelidiki kasus wisatawan menabrakkan perahu dan mengganggu hiu paus di perairan Kratom, Pasuruan, Jatim. Foto : screenshot video Satpolair Polres Pasuruan

 

Exit mobile version