Mongabay.co.id

Perusahaan Sawit Kena Denda Rp42 Miliar, Sarana Cegah Karhutla Tak Memadai

 

 

 

 

Akhir Mei lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan, Bambang Setyawan; Nurrahmi dan Joko Ciptanto menghukum PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) denda Rp3,5 miliar dan pidana tambahan pemulihan lahan rusak Rp38.652.262.000.

Pada 23 April, Bambang Setyawan dan anggota lebih dulu memvonis Pjs Estate Manager SSS Alwi Omri Harahap pidana 2,2 tahun, denda Rp2 miliar subsider tiga bulan kurungan.

Keduanya terbukti bersalah, karena kelalaian mengakibatkan di atas baku mutu udara ambien, buku mutu air, baku mutu air laut atau baku mutu kerusakan lingkungan hidup. Juga tidak menerapkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, upaya pengelolaan lingkungan, upaya pemantauan lingkungan dan analisis risiko lingkungan hidup.

Penuntut Umum nyatakan banding atas putusan Alwi Omri Harahap dan SSS. Penasehat Hukum SSS Makhfuzat Zein juga nyatakan banding sehari setelah putusan.

“Putusan Alwi kita tidak banding karena jaksa sudah banding duluan. Supaya tidak menyibukkan administrasi pengadilan kita menunggu memori banding saja,” kata Makhfuzat.

Jaksa Pelalawan, Rahmat Hidayat, mengatakan, mereka banding karena vonis penjara Alwi tidak sampai 2/3 dari tuntutan mereka. Sebelumnya, jaksa menuntut Alwi 3,6 tahun penjara, denda Rp3 miliar.

Sedangkan pidana tambahan atas SSS tidak sesuai hitungan ahli. Sebelumnya, ahli Bambang Hero Saharjo dan Basuki Wasis menghitung kerugian dampak kebakaran di lahan SSS mencapai Rp55.212.592.890.

“Ini perkara berskala nasional dan jadi perhatian publik. Hakim punya dasar penghitungan lain. Kita masih menunggu berkas putusannya,” kata Rahmat.

Mafkhfuzat juga punya alasan lain. Menurut dia, perusahaan banyak beri manfaat pada masyarakat sekitar, buka lapangan pekerjaan dan menunjang ekonomi makro maupun mikro daerah.

 

Alat pelindung diri dan peralatan pemadam kebakaran di gudang perusahaan.  Foto Suryadi/ Mongabay Indonesia

Alasan itu sebenarnya sudah jadi pertimbangan meringankan majelis hakim dalam putusannya. Makhfuzat belum puas. Alasan meringankan mestinya lebih mendominasi dari yang memberatkan.

Menurut majelis hakim hal-hal yang memberatkan terdakwa, katanya, kebakaran di lahan itu mempercepat pemanasan global dan melepas karbon dalam gambut, mengganggu kesehatan masyarakat serta merusak lingkungan dan fungsi ekologi.

Makhfuzat menyebut, majelis hakim justru tak menilai fakta persidangan. “Tak ada menyatakan masyarakat mati, mabuk atau masuk rumah sakit akibat kebakaran. Itu analisa ahli saja yang bisa disimpulkan di atas meja. Hukum tak boleh beranalogi. Harus fakta.”

Makhfuzat yakin, kebakaran di lahan SSS tidak melibatkan perusahaan maupun karyawan. Setelah persidangan berakhirpun tak ditemukan pelaku yang bakar lahan. SSS tidak membiarkan lahan terbakar dan sudah berupaya memadamkan api namun di luar batas kemampuan mereka.

Dia menilai, putusan majelis hakim jauh dari nilai keadilan dan tidak berimbang terlebih lagi untuk biaya pemulihan. “Apa yang mau dipulihkan? Lokasi bekas terbakar pulih kembali secara alami tanpa ada campur tangan manusia.”

Makhfuzat punya hitungan pembanding sendiri dari ahli Institut Pertanian Bogor (IPB). Perkiraan hanya Rp15 miliar dan tak diungkapkan di persidangan. Dia hanya melampirkan, dalam berkas pembelaan. Menurut dia, tetap tak perlu biaya pemulihan.

Usai putusan itu Makhfuzat bilang, operasi perusahaan di kebun tetap berlangsung. Mereka ambil pelajaran dari peristiwa hukum itu. Kekurangan peralatan akan ditambah, embung kurang dalam akan digali lagi.

 

Hamparan pertama yang terbakar sekitar 500 meter lagi dari lokasi ini. Tak ada akses untuk menuju lokasi terbakar kecuali dengan menerabas semak ini. Saat kebakaran lokasi ini sedang banjir..Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Kronologi dan kesaksian

Lahan SSS terbakar pada 23 Februari-29 Maret 2019 di Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan di Blok I 43, 42, 41, 40, 39, 38, 37, 36, 35, 34 dan 33. Blok J 40, 33 dan 32. Blok K 40 dan 39. Kemudian Blok L 41, 40, 39 dan 38.

Kebakaran terjadi pada dua hamparan. Pertama, 87,3 hektar dan kedua, 67,9 hektar, total 155, 2 hektar. Api baru padam setelah hujan lebat.

Blok I 43, 42, 41, Blok J 40, Blok K 40, 39 serta Blok L 41 telah dibuka dan ditumpuk bekas tebangan tetapi tidak ada kanal maupun sumber air. Kebakaran pada blok ini sempadan dengan blok-blok yang telah ditanami sawit.

Ketika dapat informasi ada kepulan asap di SSS, Alwi di kantor kebun sekitar pukul 12.00 memberi tahu Direktur Utama Eben Ezer Djadiman Halomoan Lingga di Jakarta.

Eben perintahkan Alwi pastikan lokasi dan penyebab kebakaran. Setelah itu dia menghubungi Kasat Reskrim Polres Pelalawan.

Alwi bergegas ke gudang peralatan pemadam kebakaran. Kumpul bersama karyawan dan buruh harian lepas. Dia perintahkan Asisten Pengukuran dan Pemetaan Asep cari titik kebakaran.

Asep bersama Bobi kemudian pergi ke Blok L 38. Mereka terbangkan drone beberapa menit dan mendapati titik api di Blok I 43. Asep segera beritahu tim di gudang.

Setelah dapat kabar itu, Alwi kembali perintahkan Abu Bakar pastikan langsung blok yang terbakar.

Abu ke lokasi melewati pos jaga Kuala Panduk dan bertemu Joni Iskandar bersama seorang Babinsa di sana. Mereka kemudian bersama-sama mendekati areal yang dituju. Setibanya, Abu mengambil beberapa foto dan keluar lagi bersama Babinsa tadi. Dia minta ke Alwi, segera turunkan peralatan.

Sedangkan Joni tetap tinggal di lokasi. Sebelum kawan-kawannya datang, dia sempat panjat pohon untuk melihat api yang mulai menjalar dengan lebih jelas. Dia juga beritahu Kepala Sekuriti Erdison, kala itu di pasar. Erdison beritahu regu satu.

Peralatan dan tim tiba di lokasi terlalu sore. Rio bawa mesin. Muntoha bawa minyak. Zanirman bawa slang air. Alwis Karni yang menunggu di pos memikul mesin mini striker, slang dan cangkul.

Mereka menuju areal terbakar melewati genangan air. Semua buruh harian lepas sebagai tim pemadam kebakaran.

Kala itu, api sudah membesar. Mereka kesulitan air dan harus menghubungkan slang ke parit jalan desa sekitar 500 meter dari titik kebakaran. Tak ada embung di sekitar. Mereka cangkul tanah untuk dapatkan sumber air tambahan.

Api membakar semak-semak yang kering. Cuaca panas dan angin kencang.

Personil Polres Pelalawan, Rolis Manurung bersama ahli, ke lokasi setelah api padam sekitar April. Dia menyaksikan pengambilan sampel tanah terbakar dan tak terbakar, tanaman, pohon bekas terbakar serta mengecek gudang peralatan.

SSS kekurangan sarana prasarana pemadam kebakaran. Tempat penyimpanan alat jauh dari lokasi terbakar. Tidak ada embung di areal terbakar kecuali di Blok N. Lahan terbakar di Blok I, J, K dan L. Menara pantau api hanya satu yang berfungsi.

Juga, tak ada pos jaga dan regu patroli pada blok terbakar. Regu pemadam kebakaran merangkap karyawan kebun dan buruh harian lepas. Alwi sendiri merangkap Kepala Satgas Pengendalian Kebakaran. SSS tidak pernah beri pendidikan dan pelatihan pengendalian kebakaran secara berkala.

Penuntut umum dalam dakwaan menyebut, beberapa minggu sebelum lahan SSS terbakar, Pegawai Dinas Perkebunan dan Peternakan, Pelalawan mengecek kesiapan sarana prasarana dan ketaatan perusahaan melindungi kebun dari ancaman kebakaran.

Mereka berpedoman pada Permentan 5/2018 dengan membandingkan luas izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) SSS seluas 5.604 hektar.

SSS hanya memiliki dua regu pemadam kebakaran yang mestinya tiga regu. Tiap regu berjumlah 15 personil. Menara pengamat api hanya satu sesuai standar, dua lagi jauh dari spesifikasi. Seharusnya ada 11 menara. Embung cuma ada empat, padahal wajib 10. Ternyata juga tidak memiliki dokumen Rencana Kerja Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan Perkebunan (RKPPLP).

Alhasil, perusahaan sawit ini dicap belum membuka kebun dan mengolah sesuai aturan.

Eben menyebut, peralatan pencegahan dan pengendalian karhutla yang kurang hanya perlengkapan individu personil, seperti helm, kacamata dan global positioning system.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga pernah menyatakan perusahaan ini belum mencukupi semua peralatan. Eben mengaku telah mengklarifikasi.

“Menurut Dinas Lingkungan Hidup Pelalawan, peralatan kami sudah mencukupi. Dalam Amdal tak disebut jumlahnya,” katanya saat diperiksa majelis hakim mewakili perusahaan.

Menurut dia, pengendalian kebakaran di lahan mereka sudah berjalan baik. Alwi disebut rutin beri laporan dan beritahu kekurangan peralatan. Perusahaan, biasa langsung memenuhi. Mereka juga sudah berupaya patroli darat maupun udara dengan pesawat tanpa awak.

Dia bilang, belum semua areal dikelola karena sebagian dikuasai masyarakat dengan tanam sawit, karet dan pinang. Lahan itu, katanya, dikuasai dengan surat keterengan tanah dan sertifikat hak milik.

Eben juga pernah dengar, ada oknum tertentu hendak jual lahan di sana. Segala kendala itu jadi alasan Eben, penyebab lahan mereka terbakar tidak hanya pada 2019.

Ahli kebakaran lahan, Bambang Hero Saharjo mengatakan, kebakaran lahan SSS menyebabkan polusi udara karena sejumlah partikel lepas melampaui ambang batas.

Analisa Basuki Wasis menyatakan, terjadi kerusakan tanah dan lingkungan karena kebakaran.

Wawan, akademisi Fakultas Pertanian Universitas Riau yang diminta penasehat hukum terdakwa beri pendapat di persidangan juga mengakui, gambut terbakar sudah pasti memicu kerusakan lingkungan.

Dia pesan, jangan sekali-kali bakar lahan. Gambut yang telah dibuka jangan sampai kering. Ketersediaan air, katanya, harus diatur dan dikelola dengan baik.

Majelis hakim yakin dengan seluruh fakta persidangan dan hasil pemeriksaan setempat, hingga tidak ada alasan bagi terdakwa untuk lepas dari jeratan pidana. Dalam putusan, majelis hakim juga mengingatkan pemerintah daerah, betul-betul mengawasi langsung perusahaan yang diberi izin agar tidak terjadi kebakaran lagi.

 

 

Keterangan foto utama:  SIdang lapang. Majelis hakim, penuntut umum, penasehat hukum PT SSS dan Direktur Utama Eben berkumpul di Pos Jaga Kuala Panduk sebelum mendekat pada lokasi bekas terbakar sekitar 500 meter lagi. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonnesia

Satu-satunya menara pengamat api di lahan PT SSS yang memenuhi standar Permentan 5 Tahun 2018. Dua menara lagi tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan harusnya bangun 11 menara berdasarkan luas IUP-B. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version