Mongabay.co.id

Ribuan Burung ‘Terbang’ Tak Berdokumen Lengkap Lewat Kualanamu, Kok Bisa?

urung Pleci diamankan Gakkum KLHK Wilayah Sumatera saat akan mau diseludupkan dari Aceh ke Sumut (Ayat S Karokaro)-

Burung Pleci diamankan Gakkum KLHK Wilayah Sumatera saat akan mau diseludupkan dari Aceh ke Sumut. Foto : Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Penyelundupan lebih dari 7.000 burung liar lewat Bandara Kualanamu International Airport (KNIA), menuju Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, dan Bandara Adisutjipto Yogyakarta, terjadi 11 dan 12 Juni lalu.

Ribuan burung ini bisa ‘terbang’ tanpa mengantongi dokumen lengkap, hanya memegang surat kesehatan hewan dari Karantina Pertanian Kelas 1 Medan, di Kualanamu.

Surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SATS-DN) tidak ada keluar Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut). Karantina Pertanian tidak mengecek asal usul satwa.

Pengiriman ribuan burung dari Sumatera Utara ke Jawa ini, terendus Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Data petugas karantina, dalam sepekan terakhir setidaknya ada beberapa kali pengiriman ribuan burung liar dari Sumut ke Jawa melalui dua bandara, yaitu, Bandara Halim pengiriman 11 Juni 2020, dan Bandara Adisutjipto pada 12 Juni 2020.

Petugas Karantina bersama Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jakarta dan petugas dari Yogyakarta bergerak dan berupaya mengamankan burung-burung ini. Untuk pengiriman ribuan burung dari Bandara Kualanamu ke Halim, Jakarta, gagal penyitaan, karena ada larangan masuk.

Sedang, petugas di Bandara Adisutjipto berhasil mengamankan barang bukti satu koli, walau tidak semua karena keburu diangkut pergi si penerima barang di Yogyakarta.

Dari berkas yang diperoleh, pengirim bernama Su dengan alamat Medan, Sumut. Su mengirimkan 7.000 lebih burung liar ke Yogyakarta, tiga kali . Pertama, atas nama Su dengan penerima atas Sam kirim 1.900 burung. Kedua, penerima Jo sebanyak 3.019 burung berbagai jenis, dan ketiga, 2.200 burung dengan penerima, Con.

 

Petugas Gakkum KLHK Wilayah Sumatera mengamankan ribuan burung dari Aceh Tengah ke Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Siapakah Su? Data dari FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds, dia pedagang burung di Sumut, dan mengantongi Izin penangkaran burung BBKSDA Sumut.

Berdasarkan investigasi FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds, burung-burung kuat dugaan dari alam untuk diperjualbelikan.

Terbongkarnya pengiriman ribuan burung liar dari Sumut ke Pulau Jawa melalui Bandara Kualanamu tanpa mengantongi dokumen lengkap ini, membuat BBKSDA Sumut panik. Apalagi, sempat ada pembahasan di internal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Setelah itu, ada informasi pengiriman burung lagi. Bidang teknis BBKSDA Sumut lalu menyita 2.300 burung yang diduga diburu dari alam ini. Burung yang tersita itu rencana dikirim ke Jawa lagi melalui Bandara Kualanamu, Senin (15/6/20), tiga hari pasca penyelundupan 7.000 lebih burung ke Yogyakarta dan Halim.

Irzal Azhar, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sumut melalui keterangan tertulis yang dikirimkan humas BBKSDA Sumut   mengatakan, pengamanan ribuan burung liar itu di area Cargo Bandara Kualanamu.

Ketika pemeriksaan, ternyata pengiriman tidak dilengkapi dokumen SATS-DN. Seluruh barang bukti, katanya, diamankan. Sayangnya, tidak semua burung selamat, sebagian mati.

Untuk ratusan burung yang mati langsung dikubur. Yang masih hidup lepas liar di TWA Sibolangit, Deli Serdang.

Ribuan burung dikemas dalam beberapa tempat, 44 keranjang kecil berisi 1.700 ciblek (perenjak Jawa). Dari jumlah itu, 516 mati, dan 1.184 hidup. Selanjutnya, 20 keranjang kecil berisi 600 gelatik batu, 300 mati.

Ketika menanyakan soal pengawasan pemilik izin penangkaran burung, dia tak merespon.

Dalam sebulan puluhan ribu burung diselundupkan lewat Sumut ke Jawa. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Perketat pengawasan

Marison Guchiano, Direktur Eksekutif FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds menyatakan, penyitaan burung oleh BBKSDA Sumut, merupakan puncak gunung es dari penyelundupan burung liar Sumatera ke Jawa.

“Itu hanya sebagian kecil berhasil diungkap.”

Bandara Kualanamu, katanya, punya celah besar bagi penyelundupan burung liar, di antara bandara-bandara lain di Sumatera.

Dia curiga ada aparat yang bermain meloloskan burung-burung ini.

BBKSDA Sumut, katanya, seharusnya bisa lebih ketat mengawasi pedagang-pedagang burung di Sumut. Sebagian besar burung itu dari pedagang-pedagang berizin penangkaran.

Kalau pengawasan ketat dan lebih dekat, katanya, makin mempersempit ruang gerak dari penyelundupan ribuan burung ini. BBKSDA Sumut, katanya, tidak perlu menunggu di bandara, tetapi bisa selalu diawasi di gudang pedagang-pedagang burung ini.

Secara keseluruhan, katanya, kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terutama di bawah Direktorat Jendral Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, sudah bagus.

Di BKSDA Sumatera, katanya, berperan dalam penuntasan atau pembongkaran penyelundupan burung ke Jawa. Namun, dia khawatir kerja BBKSDA Sumut, karena banyak burung diselundupkan melalui Bandara Kualanamu ke Jawa.

“Karantina Medan dan BBKSDA Sumut bisa diperiksa terkait maraknya penyelundupan burung ke Jawa.”

Pengawasan di Bandara Kualanamu juga lemah. Contoh, pedagang yang menyelundupkan berbagai jenis burung tinggal di Pekanbaru. Karena jalur penyelundupan melalui Bandara Sultan Syarif di Riau, sulit, mereka gunakan Bandara Kualanamu.

“Jadi, burung-burung ini dari Pekanbaru dikirim ke Medan, diterbangkan melalui Bandara Kualanamu, dan diselundupkan ke Jawa. Mengapa bisa begitu? Jawabnya karena mereka melihat sangat mudah pengiriman burung melalui Bandara Kualanamu,” kata Marison.

Di Sumut, katanya, setidaknya ada empat pemain besar penyelundupan burung dari Sumatera ke Jawa, dua dari mereka punya izin penangkaran.

Dia mendesak, BBKSDA Sumut menindak tegas pemegang izin dengan mencabutnya. Kalau tidak, akan makin kuat dugaan keterlibatan lembaga ini.

Menurut Marison, dari temuan mereka, kedua pemegang izin penangkaran ini selalu pakai motif pengiriman dengan nama lain.

Ada modus lain, jaringan penyelundupan burung yang belum berizin pakai nama pemilik izin penangkaran, dengan membayar dan memberikan sejumlah uang. Tujuannya, memudahkan dalam pengurusan izin kesehatan hewan yang akan dikirimkan ke Bandara Kualanamu. “Modus-modus ini sudah terjadi dan berlangsung lama.”

Dari investigasi mereka,   puluhan ribu burung liar Sumatera diselundupkan melalui Bandara Kualanamu ke jawa, diburu dari alam. Sederhananya, tak terlihat ada fasilitas penangkaran di tempat dua pemain besar yang mendapatkan izin penangkaran dari BBKSDA Sumut.

Yang terlihat, mereka mempunyai kaki-kaki di berbagai daerah, seperti Aceh dan daerah lain di Sumut. Kaki-kaki ini, katanya, sebagai pengumpul yang punyai banyak pemburu mengambil dari alam. Burung lalu dikumpulkan pengepul dan kirim kepada pedagang-pedagang berizin.

“Jika dalam tiga sampai empat hari mengirim ribuan burung, sudah jelas burung-burung itu bukan dari hasil penangkaran tetapi dari alam. Burung memerlukan waktu untuk reproduksi,” kata Marison.

Mereka pernah mengikuti jejak mulai perburuan burung sampai kirim ke penerima, yang notabene berizin penangkaran.

Dari data mereka, satu minggu dua kali pengiriman dengan jumlah sampai 10.000 burung, dari Kualanamu ke Jawa, dengan rata-rata per bulan bisa 40.000 lebih burung liar.

Para penyelundup burung ini, katanya, merupakan jaringan sangat terorganisir rapi. Mereka sudah terkoneksi dengan oknum-oknum petugas, baik di Bandara Kualanamu dan bandara tujuan .

Untuk penyelundupan burung dari Kualanamu menuju Bandara Halim dan Yogyakarta, katanya, perlu penelusuran. Dia sangat menghargai penyitaan oleh Direktorat Jenderal KSDAE dan Balai Karantina Halim dan Bandara Adisutjipto. Mereka, katanya, berupaya tetapi ada indikasi oknum petugas di terminal kargo bermain.

 

 

Keterangan foto utama:  Gakkum KLHK Wilayah Sumatera sita burung pleci yang  mau diselundupkan dari Aceh ke Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version