Mongabay.co.id

Dapatkah Indonesia Bebas dari Kantong Plastik?

Setiap tahunnya, tanggal 3 Juli diperingati sebagai International Plastic Bag Free Day atau Hari Tanpa Kantong Plastik Sedunia. Oleh karenanya, sepanjang bulan Juli juga diperingati dengan gerakan tanpa plastik yang dilakukan selama sebulan penuh.

Gerakan ini mengajak seluruh warga di dunia untuk mengambil tindakan dalam meningkatkan kesadaran akan bahaya dari kantong plastik sekali pakai.

Dengan adanya Hari dan Bulan Tanpa Kantong Plastik Sedunia, diharapkan masyarakat dunia semakin mengurangi penggunaan kantong plastik dan semakin memahami bahwa kantong plastik merupakan ancaman yang besar bagi lingkungan.

Sebagaimana diketahui, sekitar satu juta kantong plastik digunakan di seluruh dunia tiap menitnya. Sedangkan kantong plastik sendiri memerlukan waktu hingga ratusan tahun untuk dapat terurai.

Untuk Indonesia sendiri berbagai upaya telah dilakukan. Namun kebijakannya belum efektif dan terkesan datang timbul dan tenggelam.

Pemerintah pernah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar di toko ritel. Dasar penerapan adalah Surat Edaran (SE) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.71/Men LHK – II/ 2015 tentang pembatasan pemberian kantong plastik.

Adapun SE tersebut berisi imbauan kepada pemerintah daerah (pemda) provinsi maupun kabupaten/kota termasuk produsen serta pelaku usaha melakukan tindakan stimulan dalam pengurangan dan penanganan sampah plastik.

Penerapan kebijakan kala itu di 22 kota secara bertahap. Kantong plastik dibanderol dengan harga terendah Rp200 per buah. Beberapa daerah juga menyusul dengan keluarnya peraturan daerah atau peraturan gubernur/bupati/walikota. Kebijakan ini kemudian tidak jelas dan menguap begitu saja.

Akhir-akhir ini wacana kebijakan serupa mencuat lagi dengan payung hukum lebih tinggi agar bisa efektif di lapangan. DPR dan pemerintah telah menyepakati usulan pengenaan cukai kantong plastik sebesar Rp200 per lembar atau Rp30.000 per kg.

Pemerintah juga menawarkan insentif tarif yang lebih murah bagi produksi kantong plastik yang mudah didaur ulang. Kebijakan pengenaan cukai kantong plastik ini ditujukan sebagai upaya pemerintah untuk mengurangi konsumsi dan produksi kantong plastik yang tidak dapat didaur ulang atau berbahan petroleum.

Upaya DPR dan pemerintah patut diapresiasi guna menyelamatkan lingkungan melalui pengurangan peredaran bahan sampah yang sulit terurai. Namun demikian penting dicermati agar optimal dan tidak mengulangi kebijakan sebelumnya yang kurang efektif.

Baca juga: Ini Cara Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut

Petugas kebersihan yang berasal dari desa di Lombok Barat menggunakan motor bak roda tiga mengangkut sampah ke TPA. Sejak kebakaran mereka tidak bisa masuk ke TPA. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Plus Minus

Kebijakan pengenaan cukai atau kantong plastik berbayar sejak dulu menuai pro dan kontra di publik. Hal ini tidak lepas dari sisi plus dan minus dari kebijakan ini. Pembatasan peredaran plastik melalui mekanisme pembayaran diharapkan memiliki manfaat bagi lingkungan.

Manfaat tersebut adalah terjadinya migrasi pemakaian tas plastik ke tas ramah lingkungan, seperti kain.

Indonesia merupakan negara kedua di dunia penghasil sampah plastik terbesar ke laut (KLHK, 2016). Peringkat pertama ditempati Tiongkok dengan 262,9 juta ton sampah plastik. Jumlah sampah kantong plastik terus meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2016) menyatakan volume sampah di Indonesia pada 2019 mencapai 68 juta ton. Dari angka tersebut, 14 persen atau sekitar 9,52 persen di antaranya adalah sampah plastik.

Sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Sebesar 95 persen kantong plastik hanya menjadi sampah, sedangkan plastik sulit diurai oleh lingkungan.

Kantong plastik berbayar sukses diterapkan di Hong Kong, Inggris, dan Belanda (Amsterdam). Data ketiga negara tersebut menunjukkan adanya penurunan konsumsi plastik sampai dengan 73 persen dengan program kantong plastik berbayar (Sudirman, 2016).

Dengan demikian  kebijakan ini memberikan harapan baik bagi pengurangan limbah plastik.  Di sisi lain secara ekonomi mampu memberikan peluang bagi peredaran tas ramah lingkungan. Tas ini dapat dikreasi berbahan kain bahkan dari perca-perca sisa (limbah). Usaha ekonomi baru dapat tumbuh sekaligu dalam lingkaran pengelolaan sampa terpadu melalui pemanfaatan limbah kain.

Kebijakan kantong plastik berbayar bukannya tanpa sisi minus. Apabila migrasi penggunaan kantong kurang berjalan lancar, maka kebijakan ini justru akan menambah pemasukan peritel dengan menjual kantong plastik.

Kebijakan ini terkesan sebagai bentuk penyederhanaan dan tidak memerlukan pengawasan ketat (Gesuri, 2016). Berbeda jika yang diambil adalah kebijakan pelarangan tegas pemakaian tas plastik di toko atau pasar modern.

Selain itu kelemahannya adalah  sasaran yang terbatas di toko modern, sedangkan peredaran terbesar justru di toko atau pasar tradisional.

Temuan di lapangan masih terdapat beberapa catatan. Beberapa toko ritel masih belum menerapkan. Ada yang melakukan praktik akal-akalan. Kantong plastik benar berbayar, namun kembali didiskon hingga menjadi gratis kembali.

Beberapa konsumen juga menyatakan tidak keberatan untuk membeli kantong plastik yang masih dijual murah, yaitu kebanyakan Rp200.

Baca juga: Bersama-Sama Mewujudkan Makassar Bebas Sampah Plastik

 

Sampah plastik yang dibuang dan terbawa gelombang laut di Lamongan, pesisir pantai utara Jawa. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Strategi Optimalisasi

Optimalisasi penerapan kebijakan kantong plastik berbayar mutlak diperlukan demi pencapaian manfaat. Evaluasi dan pengawasan pemerintah juga diperlukan guna memperlancar penerapan serta minimalisasi kontra produktif. Selain itu perlu kebijakan ini mestinya tidak berdiri sendiri, namun berkoordinasi dan sinergis dengan kebijakan lain bahkan dari instansi lain.

Kebijakan ini butuh diimbangi pembudayaan penggunaan tas ramah lingkungan. Kebijakan kantong plastik berbayar sifatnya setengah pemaksaan melalui beban pembelian. Efektifitas pencapaian tujuan hanya untuk masyarakat menengah ke bawah.

Sedangkan golongan menengah ke atas berpotensi tetap memilih membayar kantong plastik. Konsumen pasar atau toko modern justru kebanyakan golongan ini. Oleh karena ini kuncinya butuh sosialisasi dan pembudayaan agar peduli lingkungan.

Tips sederhana adalah dengan selalu membawa kantong kain di tas, kendaraan, dan lainnya setiap bepergian. Sebaliknya pihak penjual dituntut meminimalisasi penjualan kantong plastik. Strateginya bisa dengan menjual tas ramah lingkungan, pembagian gratis bagi pelanggan atau pembeli dengan nominal tertentu.

Mekanisme insentif-disinsentif dapat diterapkan kepada konsumen maupun penjual. Konsumen yang sekian kali membeli tanpa kantong plastik misalnya diberikan tas ramah lingkungan gratis.

Penjual yang minim mengeluarkan tas plastik dapat diberi penghargaan, misalnya keringanan pajak dan lainnya. Hasil penjualan kantong plastik berbayar pun sekian persen penting dibagi dengan pemerintah guna program lingkungan dan pemberian insentif serta penyediaan kantong ramah lingkungan.

Pemerintah merencanakan evaluasi kebijakan kantong berbayar setelah  berjalan enam bulan. Nampaknya evaluasi cepat juga penting dilakukan demi membangun budaya baru ramah lingkungan. Toko ritel yang belum menerapkan dan melakukan akal-akalan mesti diperingatkan dan diberi sanksi. Sebaliknya penghargaan bagi mereka yang melaksanakan dan sukses mengedukasi masyarakat.

Upaya pengelolaan sampah mesti terpadu. Upaya dan kebijakan lain juga penting digulirkan. UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah membutuhkan kebijakan operasional yang tegas dan efektif.

 

Ribut Lupiyanto, penulis adalah Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration). Artikel ini adalah opini dari penulis.

 

Exit mobile version