Mongabay.co.id

Edhy Prabowo: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Sudah Benar

 

Respon negatif publik terhadap kebijakan perizinan untuk melaksanakan ekspor benih bening lobster (BBL), menjadi penanda adanya ketidaksinkronan antara Pemerintah Indonesia dengan masyarakat perikanan. Ketidakpercayaan itu, salah satunya karena tidak adanya transparansi selama proses seleksi perusahaan yang melaksanakan ekspor.

Menyikapi hal tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku siap untuk menerima segala resiko dari persoalan tersebut. Dia bahkan mengaku siap untuk diaudit oleh tim auditor, jika memang kebijakan tersebut dicurigai ada ketidakberesan sejak dari awal sampai proses seleksi perusahaan.

“Tentang orang dekat yang menerima izin (ekspor), saya tidak tahu menahu,” ungkapnya saat berada di Indramayu, Jawa Barat, Selasa (7/7/2020).

Edhy menerangkan, dirinya mendapatkan banyak informasi yang menyebutkan kalau dia ada hubungan dengan perusahaan yang lolos verifikasi untuk mendapatkan izin ekspor. Padahal, dia mengaku tidak tahu kapan mereka semua mengikuti proses yang sudah ditetapkan oleh tim khusus.

Seluruh proses verifikasi kepada perusahaan yang mendaftar untuk mendapatkan izin ekspor BBL, dilakukan secara khusus oleh tim. Setelah proses dinyatakan selesai, keputusan izin melaksanakan ekspor akan ditetapkan secara langsung oleh tim tersebut.

“Karena ada tim sendiri yang memutuskan izin, terdiri dari semua Dirjen (Direktur Jenderal), termasuk Irjen (Inspektorat Jenderal). Silakan saja kalau curiga, itu biasa. Silakan audit, (dan) cek. KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) terbuka,” jelas dia.

baca : Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo panen lobster saat berada di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (26/12/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Dalam melaksanakan proses verifikasi, Edhy menegaskan bahwa tidak mencampuri proses tersebut, atau bahkan melakukan intervensi untuk proses pemberian izin bagi pendaftar eksportir BBL. Semua proses tersebut dilakukan secara khusus oleh tim yang terdiri dari semua eselon I KKP, termasuk Inspektorat Jenderal yang bertugas untuk mengawasi jalannya proses.

Mengingat semua prosesnya sudah dilakukan secara khusus, Edhy meminta masyarakat untuk bisa bersikap lebih berimbang dengan mengawasi semua proses dengan menitikberatkan pada proses pemberian izin. Atau dengan kata lain, jangan hanya terpaku pada perusahaan yang mendapatkan izin.

“Ini karena perusahaan/koperasi manapun boleh mengajukan sebagai eksportir benih lobster,” sebut dia.

 

Stigma

Edhy mengatakan, fokus masyarakat saat ini banyak terpaku pada perusahaan yang dinyatakan lolos verifikasi untuk menjadi eksportir. Dari situ, masyarakat kemudian mengaitkan keterlibatan perusahaan yang lolos tersebut dengan dia dan langsung menilai negatif, baik kepada Edhy ataupun KKP.

“Atau karena saya menteri, semua temen-teman saya tidak boleh berusaha? Saya pikir yang penting bukan itu, tapi fair-nya. Kesamaan pada siapa saja seleksi itu. Saya tidak memperlakukan istimewa sahabat-sahabat saja,” tegasnya.

“Yang jelas, keluarga saya, lingkungan kerabat saya, masyarakat keluarga saya, tidak saya libatkan. Termasuk istri saya, saya larang untuk itu,” bela dia.

baca juga : Pusat Studi Maritim : Peraturan Baru Ungkap Kedok Pemerintah dalam Eksploitasi Lobster

 

Benih lobster yang diamankan petugas dari aksi perdagangan gelap di Jambi. Foto: Titno Supriyanto/ Mongabay Indonesia

 

Baik Edhy secara ataupun KKP, memang terlihat langsung bereaksi keras atas tudingan publik yang dialamatkan pada keduanya. Edhy mengaku tak mau mempersoalkan jika masih banyak pihak yang mencurigai dan meragukan kebijakan ekspor BBL yang sudah dijalankan sekarang.

Menurut dia, keputusan untuk mengizinkan ekspor BBL dilakukan setelah menimbang hasil kajian ilmiah dan mengikuti semua prosedur yang ada. Lalu, alasan lain yang jadi pertimbangan, adalah karena KKP ingin menghidupkan kembali puluhan ribu nelayan penangkap BBL yang selama beberapa tahun terakhir harus kehilangan profesi mereka.

“Juga mendorong majunya budi daya lobster nasional tanpa mengabaikan keberlanjutan,” tegas dia.

Sebelum Edhy Prabowo mengeluarkan pernyataan resmi, pada Senin (6/7/2020) KKP juga sudah merilis pernyataan publik berkaitan dengan kegaduhan tentang kebijakan ekspor BBL. Pernyataan publik tersebut, sekaligus merespon pemberitaan pada media massa nasional.

Dalam pernyataannya, KKP menyebut kalau kebijakan ekspor BBL didasarkan pada hasil kajian dan konsultasi publik yang dilakukan pada November 2019 dan dikoordinasikan oleh Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik (KP2).

Kelompok tersebut dibentuk khusus sebagai kelompok eksternal oleh Menteri KP dan beranggotakan pakat kelautan dan perikanan, pakar lingkungan hidup, pakar hukum, dan perwakilan dunia usaha, khususnya pada sektor kelautan dan perikanan.

“Selain melakukan kajian dan konsultasi publik dengan berbagai pihak, KKP telah melakukan pula studi banding khusus untuk lobster ke Tasmania, Australia pada bulan Februari 2020 dan melakukan serangkaian diskusi dengan para pakar di Universitas Tasmania,” demikian bunyi salah satu poin.

perlu dibaca : Momentum Tepat untuk Evaluasi Pemanfaatan Lobster 

 

Bayi lobster sitaan lepas liar di perairan Sumatera Barat. Foto: Vinoloa/ Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, kehadiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 yang menjadi cikal bakal perizinan ekspor BBL, disebutkan KKP sebagai momentum untuk menegaskan pentingnya perwujudan keberlanjutan pada pemanfaatan lobster.

Melalui Permen KP 12/2020, muncul peluang pemanfaatan BBL dan pemenuhan kebutuhan budi daya lobster dalam negeri. Dengan kata lain, KKP menyebut ada perubahan permen dari yang lama ke baru, yakni untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, kesetaraan teknologi budi daya, pengembangan investasi, peningkatan devisa, dan pengembangan pembudidayaan lobster.

 

Exit mobile version