Mongabay.co.id

Ini Respon Pedagang Lobster di Lamongan Tentang Aturan Ekspor Benih Lobster

 

Kegaduhan akibat kebijakan diperbolehkannya ekspor benih bening lobster (BBL) yang dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menuai respon negatif dari sejumlah pedagang. Salah satunya seperti yang diungkapkan Ali Ghofur, pedagang lobster di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Pria 50 tahun ini berpendapat sebaiknya BBL tidak perlu di ekspor. Sebab, nantinya akan memberikan keuntungan bagi orang di luar Indonesia. “Lebih baik dibesarkan sendiri. Kalau ukurannya sudah besar tidak masalah diekspor, harganya bisa lebih mahal” katanya disela kesibukanya membungkus lobster yang siap kirim, pada Jumat (03/07/2020).

Dibandingkan yang sudah besar, harga BBL jauh lebih murah. Sehingga bisa memberikan profit tinggi bagi eksportir benih dan juga pedagang luar negeri. Namun, tidak bagi nelayan. Bibit dibeli dengan murah. Hal ini tidak sebanding sama modal ketika mencari di laut.

Apalagi sekarang ini, kata Ali, harga segala jenis ikan tangkapan nelayan mengalami penurunan karena wabah corona, termasuk juga lobster. Kisahnya, sebelum ada wabah corona dalam sehari kadang bisa kirim 1-2 kuintal. Begitu ada wabah corona penjualan turun drastis, saat bulan puasa bahkan tidak laku. “Yang penting ada. Harga sampai sekarang ini belum bisa diprediksi, naik-turun. Ditingkat agen per kilonya sekitar Rp125-150 ribu. Sebelum ada wabah corona kemarin bisa sampai Rp250 per kilo,” ujarnya.

baca : Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir

 

Pekerja mengemas lobster di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur sebelum dikirim ke Surabaya, Bali dan Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menguntungkan Sepihak

Bagi Ali, dengan adanya kebijakan ekspor benih lobster tersebut akan menguntungkan satu pihak saja. Menurutnya hal itu juga akan berpengaruh ke sulitnya mencari lobster dari nelayan, karena nantinya nelayan akan lebih tertarik untuk menangkap benih lobster di laut, lebih sulitnya lagi nanti saat menjualnya.

“Menurut saya ini pukulan berat, selain karena dibolehkannya ekspor benih lobster juga karena corona,” kata pria yang berjualan mulai tahun 2005 ini. Lanjutnya, kalau ditimbun menggunakan freezer dengan durasi lama barang juga tidak bagus, daging bisa menyusut. Kalau ditimbun menggunakan es batu lama-lama juga bau, kualitasnya jadi menurun. Secara alamiah, lobster kurang lebih hanya bisa bertahan dua minggu.

“Bulan puasa lalu itu saya punya satu ton lobster tidak kejual, kemudian saya ecer ke pedagang-pedagang kecil. Awalnya saya beli Rp240 ribu perkilo, saya jual Rp30 ribu per kilo. Itupun saya ecer per 10-15 kilo. Tidak terima rugi,” imbuhnya.

baca juga : Edhy Prabowo: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Sudah Benar

 

Nelayan menunjukkan lobster jenis mutiara hasil tangkapannya. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Hal senada diungkapkan pedangang lobster lain, Aris Shofiyudin yang menolak benih udang dengan nama latin Panulirus spp. diekspor ke luar negri. Karena seharunya, bibit lobster bisa dibudidayakan sendiri. Harus difokuskan ke daerah-daerah tertentu yang memiliki kualitas air bersih.

Hanya kadang-kadang, kata Aris, fasilitas dari pemerintah yang kurang mendukung usaha kecil. Apalagi pertama yang dibutuhkan pembesaran lobster adalah lahan yang bersih.

Dia mengkhawatirkan benturan antar nelayan. Nelayan yang tidak peduli terhadap keberlanjutan lobster di laut akan lebih banyak menangkap anakan lobster karena alasan ekonomi. “Nelayan nantinya lebih fokus mencari bibit-bibit yang kecil saja. Jadi, sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan lobster yang lebih besar, karena yang kecil sudah di tangkap dan diekspor,” tutur Aris.

Untuk itu baiknya BBL tidak perlu di ekspor. Solusinya tetap memaksimalkan budidaya lokal. Kemudian juga adanya kerjasama dari pemerintah baik berupa dana bantuan dan juga regulasi yang memihak yang saling menguntungkan.

perlu dibaca : Menjaga Prinsip Keberlanjutan dalam Pemanfaatan Lobster

 

Pekerja saat mengemas lobster sebelum siap kirim di Pelabuhan Perikanan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bukan Tangkapan Utama

Seperti diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tanggal 4 Mei 2020 menerbitkan Permen KP 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Permen itu diterbitkan salah satunya untuk melegalisasi ekspor benih lobster.

Tak berselang lama, KKP kemudian menunjuk perusahaan yang bertugas untuk melaksanakan ekspor. Tercatat sudah ada 30 perusahaan yang ditunjuk sebagai eksportir benih lobster sejak terbit sampau sekarang. Jumlah perusahaan diketahui bertambah secara berrtahap, setelah banyak yang mendaftar untuk menjadi ekportir.

Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan tidak ada keistimewaan atau privilege terhadap perusahaan tertentu terkait regulasi lobster. Bahkan, Edhy menjamin tidak mempunyai motif pribadi selain demi nelayan dan kemajuan budidaya lobster.

baca juga : Pusat Studi Maritim : Peraturan Baru Ungkap Kedok Pemerintah dalam Eksploitasi Lobster

 

Udang dengan nama latin Portunus spp benihnya saat ini menjadi polemik akibat kebijakan ekspor benih bening lobster. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sementara, Penyuluh Perikanan Dinas Perikanan Lamongan, Thoha Muslih, saat dihubungi menjelaskan untuk di Lamongan sendiri selama ini belum ada budidaya lobster. Karena karakter perairanya yang kurang cocok. Namun, jika ada masyarakat yang tertarik pihaknya juga ingin belajar untuk mengembangkan budidaya lobster di Lamongan.

Pria 43 tahun itu melanjutkan, di Lamongan sendiri lobster bukan termasuk tangkapan utama oleh nelayan setempat. Seringnya lobster tersangkut jaring ketika nelayan menangkap ikan. “Biasanya lobster di dapat di perairan Kalimantan, Pulau Bawean maupun Sulawesi. Hanya tangkapan sampingan saja,” tutur pria yang melakukan penyuluhan selama 10 tahun ini.

 

Nelayan menunjukkan lobster hasil tangkapannya. Di Lamongan, lobster bukan termasuk tangkapan utama oleh nelayan setempat. Seringkali lobster tersangkut jaring ketika nelayan menangkap ikan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version