Mongabay.co.id

Ada Indikasi Pelanggaran Hukum dalam Kegiatan Ekspor Benih Lobster

 

Ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo setelah kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL) diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada awal Mei 2020. Kebijakan tersebut, juga berpotensi menyebabkan kerugian Negara dengan jumlah yang tidak sedikit.

Demikian penilaian Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim tentang kebijakan terbaru KKP melalui Peraturan Menteri KP No.12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

“Menteri KP ngotot memberikan izin ekspor benih bening lobster kepada sejumlah perusahaan, meski sarat pelanggaran hukum,” ucap dia di Jakarta, akhir pekan lalu.

Di antara pelanggaran yang sudah dilakukan Edhy Prabowo, adalah karena belum ada kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber daya Ikan (Komnas Kajiskan) beserta kuota dan lokasi penangkapan BBL.

Menurut Abdul Halim, tidak adanya sinkronisasi dengan Komnas Kajiskan, menjadikan kegiatan ekspor BBL melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Permen KP 12/2020 dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

baca : Menyelamatkan Benih Lobster dari Eksploitasi Eksportir

 

Nelayan menunjukkan lobster hasil tangkapannya. Di Lamongan, lobster bukan termasuk tangkapan utama oleh nelayan setempat. Seringkali lobster tersangkut jaring ketika nelayan menangkap ikan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Tetapi, walau sudah jelas melanggar ketentuan yang ada, kegiatan ekspor BBL masih terus berlanjut hingga kini. Termasuk, ekspor sebanyak 35 koli BBL yang dilakukan empat perusahaan dari Bandara Soekarno Hatta, Jumat (10/7/2020) dini hari.

“Sebelumnya, dua perusahaan eksportir juga telah mengirimkan 14 koli benih bening lobster pada Jumat (12/7/2020) lalu,” tutur dia.

Pelanggaran berikutnya yang sudah dilakukan Edhy Prabowo, adalah memberikan perizinan kepada perusahaan eksportir yang terindikasi tidak memiliki rekam jejak usaha pembudidayaan lobster dengan dibuktikan melalui panen usaha secara berkelanjutan. Ketentuan itu sudah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf C Permen KP 12/2020.

Kemudian, pelanggaran lain yang juga dilakukan Edhy Prabowo, adalah pemberian izin melaksanakan ekspor BBL pada 12 Juni dan 10 Juli 2020 dini hari. Kegiatan tersebut mengindikasikan adanya potensi pelanggaran hukum yang bisa merugikan Negara.

“Sudah semestinya apara penegak hukum melakukan penyelidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tambah dia.

baca juga : Edhy Prabowo: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Sudah Benar

 

Benih lobster. Foto : KKP

 

Kolusi

Sementara, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati pada akhir pekan lalu juga memberikan tanggapannya tentang aktivitas ekspor BBL yang semakin sulit dibendung. Menurut dia, pemberian izin ekspor BBL kepada eksportir merupakan indikasi adanya praktik kolusi yang kental.

Indikasi itu muncul, karena perizinan yang sudah diterbitkan, ada yang ditujukan kepada perusahaan-perusahaan yang baru memulai usaha budi daya lobster dan ada keterlibatan politisi di dalamnya. Dengan kata lain, perizinan yang sudah diterbitkan itu bisa juga disebut dengan perizinan instan.

“Berbagai elemen masyarakat mempertanyakan arah dan tujuan kebijakan ini,” ungkap dia.

Menurut dia, dari 31 perusahaan eksportir yang sudah diberikan izin untuk melaksanakan ekspor BBL, ada sejumlah nama politisi nasional yang ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Mereka itu, tidak lain adalah politisi dari Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gelora, Partai Gerindra, dan Partai Golkar.

Keterlibatan sejumlah politisi dalam kegiatan ekspor benih BBL, mengindikasikan dengan kuat adanya praktik kolusi yang dilakukan oleh Menteri KP Edhy Prabowo. Terlebih, pada 6 Juli 2020 Edhy sudah mengakui bahwa ada sejumlah temannya sesama politis yang sudah mendapatkan perizinan untuk melaksanakan ekspor BBL.

“Kata dia, apakah karena posisinya sebagai seorang menteri, lantas teman-temannya tak bisa berusaha (jadi eksportis BBL)?” sebut dia mengungkap pernyataan resmi yang dirilis Edhy Prabowo di tanggal tersebut.

baca juga : Ini Respon Pedagang Lobster di Lamongan Tentang Aturan Ekspor Benih Lobster

 

Petugas BPSPL Denpsar melepasliarkan puluhan ribu benih lobster hasil sitaan penyelundupan dilepaskan di perairan Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (10/06/2020). Foto : BPSPL Denpasar

 

Susan menerangkan, pernyataan yang sudah diungkap Edhy Prabowo itu secara langsung mengatakan kepada publik bahwa praktik kolusi sedang dijalankannya saat ini di KKP. Penilaian tersebut juga dinilai tidak berlebihan, karena dari sejumlah politisi yang terlibat, sebagian besar adalah politis dari Partai Gerindra, partai yang membawa Edhy Prabowo menduduki jabatan Menteri KP sekarang.

Tak hanya itu, Susan juga mengkritik kebijakan perizinan yang sudah diterbitkan untuk perusahaan eksportir BBL yang dinilainya sangat kilat. Izin yang sudah terbit diketahui prosesnya dilaksanakan hanya dalam waktu sebulan saja saja.

“Itu menunjukkan bahwa KKP melanggar aturan sendiri yang telah dibuat,” ujar dia menyinggung tentang Permen KP 12/2020 .

Sesuai ketentuan dalam Permen tersebut, setiap perusahaan diwajibkan untuk bisa melaksanakan usaha budi daya dan panen berkelanjutan, dengan dua persen hasilnya dilepasliarkan kembali ke alam. Untuk melaksanakan panen lobster dengan metode berkelanjutan, dibutuhkan waktu antara 1 hingga 2 tahun dan itu artinya baru 2021 atau 2022 perusahaan yang sudah berizin baru bisa melaksanakan ekspor BBL.

“Dengan kata lain, izin ekspor benih lobster itu seharusnya baru bisa dilakukan satu hingga dua tahun kemudian, bukan dalam hitungan satu bulan,” jelas dia.

perlu dibaca : Menjaga Ketersediaan Benih Lobster dan Keberlanjutan Lingkungan

 

 

Eksploitasi

Dengan adanya kegiatan ekspor yang tidak sesuai dengan ketentuan berlaku, Susan khawatir itu akan memicu terjadinya eksploitasi BBL di alam dan menyebabkan sumber daya perikanan mengalami degradasi yang cepat. Ditambah, KKP sudah menargetkan kuota BBL yang bisa diambil mencapai 500 juta ekor BBL.

“Kebijakan jangka pendek ini akan berdampak buruk dalam jangka panjang bagi kehidupan nelayan dan keberlangsungan sumber daya perikanan di Indonesia,” pungkasnya.

Melansir tempo.co, empat perusahaan yang melaksanakan kegiatan ekspor pada Jumat (10/7/2020) adalah PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina, PT Grahafood Indo Pacific, dan UD Samudera Jaya. Keempat perusahaan mengekspor 35 koli BBL melalui pintu keluar Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.

Dari informasi yang dihimpun, 35 koli BBL diterbangkan pada pukul 00.05 WIB dengan tujuan akhir Vietnam. Dari jumlah tersebut, sebanyak 23.987 ekor Panulirus homarus dan 1.140 ekor Panulirus ornatus dikirim oleh PT Aquatic SSLautan Rejeki.

Lalu, PT Tania Asia Marina mengirimkan BBL sebanyak 22.671 Panulirus homarus dan 4.045 ekor jenis Panulirus ornatus, PT Grahafoods Indo Pacific mengirimkan sebanyak 79.268 ekor jenis Panulirus homarus dan 5.707 ekor Panulirus ornatus.

Sedangkan, UD Samudera Jaya mengirimkan sebanyak 16.000 ekor jenis Panulirus homarus dan 1.000 ekor Panulirus ornatus. Adapun, kegiatan ekspor tersebut menjadi kal kedua setelah pada 17 Juni 2020 juga dilaksanakan kegiatan yang sama atau setelah hampir 1,5 bulan Permen KP 12/2020 resmi diterbitkan.

Kepala Kantor Bea dan Cukai Soekarno Hatta Finari Manan membenarkan adanya kegiatan ekspor BBL yang dilaksanakan oleh empat perusahaan pada Jumat. Namun, dia tidak merinci seperti apa kegiatan ekspor tersebut berlangsung di Cengkareng, Tangerang, Banten.

baca juga : Adakah Cara Lain Pemanfaatan Benih Lobster, Selain Ekspor?

 

Sebanyak 202 ribu lobster sitaan polisi dari Pekanbaru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan meminta Pemerintah Indonesia untuk berani terbuka menjelaskan kepada publik tentang proses yang dijalankan saat ini untuk melaksanakan kebijakan ekspor BBL.

Kebijakan tersebut, sejak disahkan pada awal Mei 2020 terus mengundang pro dan kontra di masyarakat, karena dinilai sebagai kebijakan yang tidak tepat. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus menjelaskan mekanisme dan uji hasil terhadap perusahaan-perusahaan yang mendaftarkan diri sebagai eksportir benih Lobster.

“Umumkan ke publik apa hasil uji tuntas 30 perusahaan yang telah mendapatkan izin ekspor benih Lobster,” ungkap dia.

Menurut dia, KKP perlu untuk menjelaskan secara detail kepada publik perihal dua perusahaan yang telah melaksanakan ekspor benih Lobster beberapa minggu lalu. Kedua perusahaan tersebut apakah sudah memenuhi ketentuan Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 ataukah belum.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku siap untuk menerima segala resiko dari persoalan tersebut. Dia bahkan mengaku siap untuk diaudit oleh tim auditor, jika memang kebijakan tersebut dicurigai ada ketidakberesan sejak dari awal sampai proses seleksi perusahaan.

“Tentang orang dekat yang menerima izin (ekspor), saya tidak tahu menahu,” ungkapnya saat berada di Indramayu, Jawa Barat, Selasa (7/7/2020).

Edhy menerangkan, dirinya mendapatkan banyak informasi yang menyebutkan kalau dia ada hubungan dengan perusahaan yang lolos verifikasi untuk mendapatkan izin ekspor. Padahal, dia mengaku tidak tahu kapan mereka semua mengikuti proses yang sudah ditetapkan oleh tim khusus.

Seluruh proses verifikasi kepada perusahaan yang mendaftar untuk mendapatkan izin ekspor BBL, dilakukan secara khusus oleh tim. Setelah proses dinyatakan selesai, keputusan izin melaksanakan ekspor akan ditetapkan secara langsung oleh tim tersebut.

“Karena ada tim sendiri yang memutuskan izin, terdiri dari semua Dirjen (Direktur Jenderal), termasuk Irjen (Inspektorat Jenderal). Silakan saja kalau curiga, itu biasa. Silakan audit, (dan) cek. KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) terbuka,” jelas dia.

 

Exit mobile version