Mongabay.co.id

Marak Penyelundupan, Ada Syarat Baru Kirim Satwa via Bandara Kualanamu

Dalam sebulan puluhan ribu burung diselundupkan lewat Sumut ke Jawa. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Meskipun di Sumatera, banyak bandar udara, tampaknya, Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara, jadi favorit para penyelundup satwa, salah satu burung ke Jawa. Berulangkali pengiriman barang tak lengkap dokumen lolos, terungkap maupun tersita. Guna mengantisipasi marak penyelundupan, kesepatakan baru soal persyaratan satwa bisa kirim lewat Kualanamu pun dibuat.

Andoko Hidayat, Humas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara mengatakan, guna mencegah penyelundupan terus terjadi melalui Bandara Kualanamu dan mencermati tinggi kasus pengiriman satwa liar tanpa dilengkapi dokumen, pada 6 Juli 2020, ada rapat koordinasi pengiriman satwa liar.

Rapat diikuti Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara, Hotmauli Sianturi, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan, Dinas Ketahanan Pangan Sumut, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan. Juga, Dinas Pertanian Deli Serdang dan beberapa pengguna jasa di Balai Karantina Pertanian kelas II Medan.

Hasil rapat disepakati, surat angkut tumbuhan dan satwa liar dalam negeri (SATS-DN) dan surat keterangan kesehatan hewan, jadi syarat penerbitan health certificate (HC) untuk pengiriman satwa liar. Sebelumnya, sertifikat kesehatan cukup dari Balai Karantina saja.

Menindak lanjuti kesepahaman ini, BBKSDA Sumut mengambil langkah-langkah patroli dan piket di bandara, untuk memantau dan mengawasi pengiriman satwa liar.

“Harapannya, ke depan koordinasi dibangun dengan berbagai pihak, dapat meminimalisir pengiriman burung, atau satwa liar lain, yang tak dilengkapi dokumen serta menjaga populasi burung di alam tak menurun,” kata Andoko.

 

Tanpa dokumen

Untuk kesekian kali, Seksi I Medan, Balai Pengamanan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Sumatera, menggagalkan penyelundupan ratusan burung liar diduga dari Aceh, dua pekan lalu.

Drama pengungkapan kasus menarik. Untuk penjemputan ratusan burung liar ini, pemilik tidak mengambil sendiri tetapi pakai orang ketiga (kurir), seorang tukang becak mesin menjemput ke loket bus antar provinsi Aceh dan Sumut di Medan.

Setelah sampai di loket, kurir mengepak barang ke becak dan akan membawa ke pemesan. Dia dicegat petugas Balai Gakkum KLHK Sumatera.

 

Burung pleci diamankan Gakkum KLHK Wilayah Sumatera saat mau diselundupkan dari Aceh ke Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Di kalangan penarik becak pria ini dipanggil Mak Ucok. Depan petugas dia mengaku hanya disuruh untuk menjemput ratusan burung itu oleh pemilik. Dengan wajah bingung dia juga tak banyak bicara, apalagi ketika petugas bertanya soal dokumen ratusan burung itu.

Menggunakan telepone seluler, dia menghubungi pemesan. Di ujung telepon menyebutkan nama seseorang, komunikasi terputus.

“Tapi itu udah dengan Emerson. Sebentarla aku hubungi dia dulu,” kata orang dalam telepon. Petugas menyita ratusan burung. Si kurir juga diperiksa.

Siapakah pemilik ratusan burung itu? Eduward Hutapea, Kepala Balai Gakkum KLHK Sumatera, kepada Mongabay mengatakan, pemilik bernama Su. Pria ini pengusaha burung di Sumut dan mengantongi izin penangkaran dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut).

“Benar dia mengantongi izin penangkaran burung dari BBKSDA Sumut, ” katanya.

Su sudah berulang kali mengirim ribuan burung ke Jawa tanpa dokumen lengkap, seperti pengiriman ke Yogjakarta dari Bandara Kualanamu yang diamankan petugas di Bandara internasional Adisutjipto Yogyakarta.

Menurut Eduward, burung sitaan ada 601, terdiri 565 pleci kacamata (Zosterops palpebrosus) dan 36 tledekan bakau (Cyornis rufigastra), dikirim dari Aceh tiba di Travel Lestari, , Kota Medan. Burung-burung tanpa dilengkapi surat angkut tumbuhan dan satwa liar dalam negeri (SATS-DN).

Su dipanggil untuk diperiksa, begitu juga sang kurir. Su mengaku ratusan burung itu dari pria berinisial B di Takengon, Aceh Tengah.

Untuk penyelamatan ratusan burung, yang masih hidup dilepas di TWA Sibolangit. Burung mati dikubur.

“Kita sudah menyurati BBKSDA Sumut untuk menyampaikan permasalahan yang terjadi, hingga ke depan tidak terulang lagi.”

Pembongkaran kasus ini, katanya, bersamaan dengan penangkapan di Aceh, kemudian di Bandara Halim dan pengiriman dari Medan. Dengan begitu, katanya, perlu sinkronisasi seperti apa. Kejadian ini sebenarnya satu kesatuan.

Untuk ratusan burung yang diamankan di Medan, setelah identifikasi ahli dari BBKSDA Sumut, diketahui burung-burung ini tak dilindungi. Dari sisi ketentuan, harus diselamatkan dan wajib lepas ke alam.

“Kita tidak anti perdagangan burung-burung ini, tetapi harus ikut aturan. Boleh mengambil dari alam dengan kuota tertentu. Kadang-kadang ada cara pintas.”

Su tak kena proses hukum karena jenis burung tak dilindungi. Dia kena sanksi administrasi karena tak punya dokumen lengkap dan merupakan kewenangan BBKSDA Sumut.

Kala konfirmasi soal sanksi ke BBKSDA Sumut, Humas Andoko Hidayat mengarahkan ke Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sumut, Irzal Azhar. Soal dokumen SATS-DN, Irzal Azhar tak merespon.

Pantauan di Kantor BBKSDA Sumut, selang beberapa waktu penggerebekan Gakkum, Su terlihat mondar mandir dan masuk ke sejumlah ruangan. Belum ada keterangan terkait ini dari BBKSDA Sumut.

Marison Guciano, Direktur Eksekutif Flight, Protecting Indonesia’s Birds mengatakan, aksi Gakkum sudah sangat responsif terhadap laporan-laporan masyarakat.

Soal pertemuan antara BBKSDA Sumut dengan Balai Karantina Pertanian kelas II Medan, dan pihak lain itu menunjukkan kemajuan dalam melindungi burung liar.

Meskipun begitu, dia melihat masih setengah hati karena pelaku tak terjerat dengan denda bayar ke kas negara. Kalau hanya kesepakatan tentang pembuatan SATS-DN untuk mengirimkan burung, tak akan efektif. Dia duga, saat ini para pelaku akan setop sementara, sampai situasi ‘dingin’ dan kembali menjalankan aksi.

Parahnya, mereka ini yang memiliki izin penangkaran dari BBKSDA Sumut. “Yang harus dilakukan BBKSDA Sumut sebagai otoritas, bukan hanya kesepakatan penerbitan SATS-DN dengan Karantina untuk pengiriman satwa, harus tindakan tegas dengan sanksi administrasi.”

Menurut dia, otoritas harus mengenakan denda sesuai PP Nomor 12/2014. Kalau denda jalan, akan menambah penerimaan negara bukan pajak ke kas negara dan membuat jera pelaku.

Hampir semua kasus, katanya, BBKSDA Sumut, tidak mengenakan denda terhadap pelaku yang terungkap penyelundupan burung tak berdokumen lengkap.

 

Keterangan foto utama:  Dalam sebulan puluhan ribu burung diselundupkan lewat Sumut ke Jawa. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version