Mongabay.co.id

Melihat Kemandirian Nelayan di Sulawesi Utara Menghadapi Pandemi

 

Di tengah krisis akibat pandemi COVID-19 yang menerpa segala lini kehidupan manusia, nelayan di kota Manado terus berupaya menjaga keberlanjutan ekonomi. Sulitnya mendistribusikan ikan hasil tangkapan ke pasar-pasar lokal, tidak membuat mereka putus asa. Berbagai cara dilakukan, misalnya, menjual ikan di pinggir jalan.

Fenomena itu terungkap dalam webinar daring bertema “Kabar Dari Laut: Ketahanan Nelayan Menghadapi Dampak Pandemi Covid-19 di Sulawesi Utara”, yang diselenggarakan oleh Mongabay Indonesia, Rabu (29/7/2020). Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah (DKPD) Sulut Tienneke Adam, Fisheries Policy Advisor Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) Saut Tampubolon dan Ketua Asosiasi Nelayan Tradisional (Antra) Sulawesi Utara Rignolda Djamaluddin.

Ketua Antra Sulut Rignolda Djamaluddin dalam webinar itu memaparkan, dalam studi kasus pada komunitas nelayan Malalayang Dua, Kota Manado, diketahui terjadi penurunan pendapatan nelayan setempat. Penyebab seperti penurunan daya beli masyarakat, sulitnya mendistribusikan ikan ke pasar lokal hingga nilai jual produk hasil tangkapan yang menurun hingga 50 persen.

Menyikapi kondisi tersebut, nelayan mencoba membuka ruang ekonomi alternatif dengan menawarkan hasil tangkapannya di pinggir jalan. Dari pagi hingga menjelang sore, mereka meletakkan ikan yang masih segar dalam ember, piring atau meja. Sehingga, warga kota Manado yang melintasi jalan Wolter Monginsidi bisa membelinya langsung dari keluarga nelayan.

“Ada 5 jenis ikan yang dijual, misalnya Ikan tude (selar), deho (tongkol), harganya Rp.20ribu per wadah. Ikan manganganu (sunglir) Rp.30ribu per wadah, teri Rp.13ribu per wadah, dan cumi 20ribu per tusuk,” terang Rignolda saat melihat langsung pada Rabu pagi.

baca : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19

 

Aktifitas perdagangan ikan oleh nelayan kawasan Malalayang Dua di Jalan Wolter Monginsidi, Kota Manado, Rabu 929/7/2020). Foto : Rignolda Djamaluddin/Antra Sulut

 

Strategi kolektif yang juga dilakukan nelayan setempat adalah mengurangi pengeluaran dengan pembiayaan minimal atau menargetkan jenis ikan tertentu yang pasarnya masih tersedia. “Berdasarkan informasi dari nelayan Malalayang Dua, masih ada dua pasar yang mau terima ikan mereka,” tambah Rignolda yang juga dosen ilmu kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado itu.

Dari sisi sosial, komunitas nelayan Malalayang Dua juga membuka akses terhadap dukungan sukarela pihak lain, serta mengoptimalkan mekanisme forum nelayan untuk menangani kondisi tertentu, misalnya ketika ada nelayan sakit maupun peristiwa duka.

Meski demikian, strategi antisipasi tadi juga menyimpan kendala, seperti cuaca yang tidak menentu dalam kurun dua bulan belakangan, serta sifat musiman ikan yang menyulitkan mereka untuk menarget tangkapan jenis tertentu.

Nelayan juga diperhadapkan meningkatnya biaya produksi dan kesulitan mengakses bahan bakar yang sehingga untuk melaut pun semakin terbatas.

“Mereka harus tetap sehat, tidak boleh mengurangi melaut. Kalau (pendapatan nelayan) terus turun, ada beban psikologis yang besar. Pada saat seperti ini kita butuh pendampingan untuk memberi penguatan pada nelayan,” Rignolda berharap.

Secara sistemik, pihak berwenang dinilai perlu membenahi basis data nelayan di Sulawesi Utara, serta mengevaluasi implementasi kebijakan. Sebab, persoalan yang dihadapi bukan saja turunnya harga tangkapan dan pendapatan, tapi juga penurunan jumlah nelayan itu sendiri.

Di samping itu penting pula mengubah paradigma mengenai bantuan yang sering menciptakan ketergantungan dan persoalan diantara nelayan. Karena, Rignolda meyakini, yang lebih dibutuhkan nelayan belakangan waktu adalah terbukanya akses ruang.

Nelayan harus benar-benar menjadi kekuatan. Kalau kita sandarkan laut sebagai masa depan, maka akan ada perubahan postif. Sebab, ancaman terbesar sekarang bukan di laut, tapi di darat. Karena, persoalan nelayan sering diputuskan oleh orang-orang yang biasa darat,” tegasnya.

baca : Kesejahteraan Nelayan Manado, Ironi di Tengah Perkembangan Ekonomi

 

Seorang istri nelayan Malalayang Dua terpaksa menjual dagangan ikan di Jalan Wolter Monginsidi, Kota Manado, Rabu 929/7/2020) karena pasar tradisional tutup terdampak pandemi COVID-19. Foto : Rignolda Djamaluddin/Antra Sulut

 

Persentase Penurunan

Pada 20 Maret hingga 5 Mei 2020, Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) mengadakan penilaian cepat (rapid assesment) di 7 wilayah di Indonesia. Di antaranya, Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.

Di Sulawesi Utara, MDPI melakukan penilaian cepat di sejumlah lokasi seperti Sanghie, Minahasa Utara, Bitung dan Manado. Dari kajian itu mereka menemukan sejumlah dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap ekonomi nelayan.

Fisheries Policy Advisor MDPI Saut Tampubolon memaparkan, berdasarkan kategori operasi sehari (one day fishing) penurunan ditemukan pada rata-rata operasi penangkapan (-25%), ikan hasil tangkapan (-57%), serta rata-rata harga ikan hasil tangkapan (-25%). Dalam kategori operasi lebih dari sehari (multi day fishing), penurunan terjadi pada rata-rata harga ikan hasil tangkapan (-17%).

“Karena trip penangkapan menurun, maka hasil tangkapan dan harga ikan juga menurun. Kemudian, hasil tangkapan yang menurun menyebabkan pasokan ikan dan pendapatan nelayan menurun,” terang Saut. “Namun di sisi lain, biaya operasional penangkapan ikan tidak mengalami penurunan karena harga bahan bakar tidak mengalami penurunan.”

Dari temuan itu, dia menyimpulkan, ekonomi nelayan baik dari kategori one day fishing maupun multiday fishing rentan terhadap dampak pandemi COVID-19. Bila hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan membawa dampak sosial dan ekonomi yang serius bagi kehidupan nelayan dan keluarganya.

“Isu besarnya, bagaimana kita menyiasati agar harga tidak turun terus. Pemerintah harus memikirkan ikan tangkapan nelayan agar bisa dibeli, mengurangi biaya operasi, harga BBM yang tinggi tapi sulit diperoleh. Saya pikir, kita semua bisa cari jalan keluarnya,” kata Saut.

baca juga : Terpinggir Karena Reklamasi, Nasib Nelayan Teluk Manado Kini [2]

 

Jenis ikan yang dijual nelayan Malalayang Dua di Jalan Wolter Monginsidi, Kota Manado, Rabu 929/7/2020). Nelayan terpaksa berjualan di jalan karena pasar tradisional tutup terdampak pandemi COVID-19. Foto : Rignolda Djamaluddin/Antra Sulut

 

Dukungan Pemerintah Daerah

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah (DKPD) Sulut Tienneke Adam, membenarkan adanya penurunan daya beli masyarakat. Bahkan, harga tuna yang dulunya Rp.60-80ribu/kg, sekarang menjadi Rp.30ribu/kg.

Sebagai antisipasi, DKPD telah menganggarkan dana sebesar Rp.2miliar yang akan didistribusikan pada 1.500 nelayan di Sulawesi Utara. Nelayan penerima bantuan itu akan memperoleh BBM untuk perahu, juga 434 buah coolbox.

“(Penyaluran bantuan Rp.2miliar) belum jalan. Semua kegiatan kami presentasikan dan dikawal. Tapi (nantinya) nelayan yang menerima bantuan ini adalah yang belum pernah mendapat bantuan, supaya yang lain bisa terakomodir,” ujar Tienneke.

Selain itu, pihaknya kini sedang berupaya mendorong pengembangan usaha alternatif, seperti pemasaran lobster dan budidaya rumput laut, serta memfasilitasi pemasaran hasil tangkapan berbasis daring (online).

“Kita lagi membuat koperasi yang (pemasaran) hasil perikanannya berbasis online. Mungkin kerjasama dengan transportasi online. Sehingga, kalau (konsumen) tidak bisa ke pasar, bisa pesan dari aplikasi,” terangnya.

Meski demikian, dia mengakui adanya kendala dalam distribusi bantuan nelayan. Misalnya, minimnya nelayan yang terdata dalam program Kusuka (Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan). Tienneke menyebut, salah satu kendala distribusi program Kusuka adalah jumlah petugas pendata yang tidak sebanding dengan luas wilayah Sulawesi Utara.

Namun, dia yakin, sektor kelautan dan perikanan Sulut bisa menjadi sektor pemenang, jika berbagai pihak bisa bekerjasama dengan baik, serta membangun sinergitas. “Membangun sektor kelautan dan perikanan itu tidak gampang kalau kita hanya berdiri sendiri-sendiri. Kalau kita sinergis, saya yakin, Sulawesi Utara akan makin maju di sektor perikanan,” pungkasnya.

 

Exit mobile version