Mongabay.co.id

Ular Sanca Kembang Muncul di Pemukiman Gegerkan Warga Lamongan

 

Seekor ular sanca kembang (Python reticulatus) mengejutkan warga Dusun Mencorek, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Ular tersebut ditemukan saat Masroin sedang membersihkan selokan di depan rumah warga setempat. Mendapati hal itu warga kemudian ramai-ramai melihat proses evakuasi ular yang dikenal dengan sebutan sanca batik ini. Dengan dibantu dua kawannya selama 20 menit Roin, panggilan akrabnya baru berhasil melakukan penyelamatan.

Suasana bertambah riuh tatkala ular sudah berhasil diselamatkan. Warga yang semulanya penasaran menjadi takut dan berhamburan. “sepertinya ular ini mau mencari makan, karena kebetulan pemilik rumah sedang memelihara ayam,” jelas pria 40 tahun ini, Selasa (11/08/2020).

Lebih lanjut Roin menceritakan, awal mula dia sedang membersihkan selokan yang penuh sampah dan pasir. Ditengah aktivitasnya itu dia mendapati lubang yang merupakan tempat ular sanca kembang tersebut, pertama kali dia melihat ekornya.

 

Warga saat melihat proses evakuasi ular sanca kembang di Dusun Mencorek, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Kemudian ditarik namun ular bereaksi semakin keras. Selama upaya penanganan Roin sempat mengalami kesulitan karena ular berada di dalam lubang di selokan. Namun, berkat bantuan dua kawannya akhirnya ular berhasil diselamatkan meski dengan kondisi kulit ular menjadi sobek.

Roin tidak mengetahui asal ular sanca kembang yang diperkirakan memiliki berat 40 kilogram itu. Ia khawatir jika tidak diselamatkan ular yang masuk ke perkampungan tersebut akan membahayakan penduduk setempat. Untuk itu, ular yang panjangnya diperkirakan 2 meter ini lalu diamankan sebelum kemudian dilaporkan ke petugas terkait.

baca : Cerita Piton Raksasa di Kebun Sawit sampai Terkaman Beruang di Riau

 

Seorang warga menunjukkan ular dengan nama latin Python reticulatus yang berhasil ditangkap. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Penyebab Kemunculan

Dodit Ari Guntoro, Kepala Seksi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Surabaya setiba dilokasi menjelaskan, pihaknya mengapresiasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh warga setempat, karena mempunyai kepedulian melaporkan ke petugas yang berwenang.

Dia mengatakan masih ada warga yang beranggapan bahwa ular ini membahayakan. Sehingga begitu menjumpai, ularnya langsung dibunuh, atau tidak dilaporkan ke pihak berwajib.

Padahal, lanjut Ari, salah satu peran penting keberadaan ular ini yaitu sebagai pengontrol populasi hama seperti tikus. Beberapa contoh seperti yang terjadi di beberapa daerah di Gresik, banyak petani yang mengeluhkan adanya hama tikus yang menyerang tanaman mereka. Jika tidak diganggu ular juga tidak akan menggigit. Artinya, ular sebenarnya mempunyai peran penting dalam kehidupan.

“Kemungkinannya ular sudah sudah tidak ada disitu karena keseimbangannya terganggu, habitat aslinya hilang. Akibatnya, sejumlah ular mencoba beradaptasi dengan lingkungan baru” ujarnya. Jadi, ular masuk ke pemukiman warga. Selain karena habitatnya rusak juga karena karakter tempatnya yang lembab.

Sehingga manusia harus memperhatikan lingkungan sekitar, tidak menebang pohon sembarangan apalagi sampai membakar hutan. Hal yang perlu diwaspadai juga pada musim-musim peralihan ular-ular ini akan bermunculan. Untuk itu, penting mempelajari kapan waktunya ular ini kawin dan beranak-pinak. Sehingga masyarakat yang hidup disekitar hutan bisa lebih awas.

baca juga : Ular Muncul di Perkebunan Sawit, Fenomena Apakah Ini?

 

Ular sanca kembang diperkirakan memiliki berat 40 kilogram, sementara panjangnya diperkirakan 2 meter. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ari menyebut, untuk tingkat kepedulian warga terhadap keberadaan Tumbuhan Satwa Liar (TSL) sampai saat ini masih beragam, ada yang tinggi, sedang, bahkan ada juga yang tidak peduli. Untuk itu, pihaknya juga akan terus melakukan sosialisasi pentingnya TSL bagi ekosistem. Untuk meminimalisir terjadinya konflik antara manusia dengan satwa liar.

“jika salah satu ada yang hilang itu sudah tidak seimbang,” imbuh Ari. Sementara, ular akan diamankan dulu di BKSDA Jawa Timur, nantinya akan dilihat perkembangannya, dari perilakunya seperti apa, dan juga kesehatannya. Jika itu sudah, tahap berikutnya baru dilepasliarkan. Pada tahap pelepasliaran juga ada prosedur yang diikuti.

Maka dari itu dia pun berharap, adanya sinergi dari berbagai pihak untuk mengurangi konflik yang terjadi antara manusia dengan satwa. Dilain sisi satwa-satwa ini juga merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia. Sehingga, nantinya ketika ular sudah dilepasliarkan tidak akan ditangkap oleh warga lagi.

menarik dibaca : Amir Hamidy Tidak Pernah Takut “Mencari” Ular Berbisa

 

Ular sanca kembang ini mudah dikenali karena umunya mempunyai tubuh berukuran besar. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Karakteristik Ular Sanca Kembang

Masyarakat di Indonesia dan Malaysia sering menggunakan kata sanca untuk menyebut ular jenis piton ini. Sanca kembang ini mudah dikenali karena umunya mempunyai tubuh berukuran besar. Diantara ular lain, dia relatif mudah dibedakan karena sisik-sisik dorsalnya yang lebih dari 45 deret, sementara sisik-sisik ventralnya yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya.

Beberapa artikel menjelaskan, habitat ular sanca kembang ini meliputi sawah, ladang, sungai dan hutan. Pada daerah yang memiliki batas ketinggian tempat sekitar 1000 meter dari permukaan laut jarang ditemukan. Untuk perburuan, tidak dipengaruhi oleh musim dan dapat berlangsung sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Kepulauan Natuna, dan Kepulauan Tanimbar.

Ular sanca kembang betina mempunyai tubuh yang lebih besar. Ular jantan telah mulai kawin ketika panjang tubuh sekitar 7-9 kaki, sementara yang betina baru panjang sekitar 11 kaki. Dewasa kelamin tercapai pada umur antara 2-4 tahun. Telurnya kurang lebih antara 10-100 butir.

Di Asia musim kawin berlangsung antara September hingga Maret. Berkurangnya panjang siang hari dan menurunnya suhu udara merupakan faktor pendorong yang merangsang musim kawin. Tetapi, musim ini bisa bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.

 

Warga menunjukkan ular sanca kembang yang masuk pemukiman ke petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Surabaya. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version