- Selain menyajikan pesona pantai dan kuliner Pantai Lowita di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan diharapkan menjadi destinasi wisata baru untuk konservasi penyu.
- Kelompok Konservasi Madani yang melakukan aksi penyelamatan dan penangkaran tukik sejak 2018 lalu telah menyelamatkan sekitar 1000 telur penyu.
- BPSPL Makassar melakukan upaya pembinaan dengan melakukan sosialisasi pentingnya menjaga penyu sebagai satwa yang dilindungi.
- Untuk mewujudkan Pantai Lowita sebagai ekowisata berbasis konservasi dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pihak, baik kelompok konservasi madani, pihak pemilik area lahan wisata, pemerintah daerah, akademisi dan BPSPL Makassar.
Jika berkunjung ke Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, jangan lupa singgah di Pantai Lowita. Letaknya tak jauh dari perbatasan Pinrang – Parepare, tepatnya di Kecamatan Suppa. Dari ibukota kabupaten berjarak sekitar 28 km.
Pantai Lowita sendiri diambil dari singkatan dari tiga nama desa di Kecamatan Suppa, yaitu Desa Lotang Salo, Desa Wiringtasi dan Desa Tasiwalie.
Selain keindahan pantai dan kulinernya, pengunjung juga bisa menyaksikan dari dekat pelepasliaran tukik ke laut lepas. Aktivitas pelestarian penyu ini dilakukan secara mandiri oleh kelompok pemuda setempat yang tergabung dalam Kelompok Konservasi Madani. Terlepas dari itu, masyarakat setempat juga sudah lama ‘bersahabat’ dengan penyu.
Menurut Andi Zulfikar, Ketua Kelompok Konservasi Madani, pantai Wiringtasi selama ini memang telah menjadi tempat favorit penyu untuk bertelur. Sejak tahun 2018, mereka telah menyelamatkan 1.000 telur penyu.
“Kalau musim peneluran tiba, frekuensi penyu naik bertelur dapat mencapai 2 sampai 3 kali. Sedangkan jika penyu tersebut ditemukan oleh masyarakat setempat, masyarakat justru membiarkan dan membantu penyu saat kembali ke laut,” katanya yang ditemui akhir Juli kemarin.
baca : Pulau Langkai, Surga Penyu yang Terlupakan
Telur penyu ini dipindahkan ke tempat penampungan sementara hingga menetas, dengan tujuan untuk menghindari telur penyu tersebut dimangsa predator atau diambil oleh warga.
Meski baru terbentuk pada 2018 lalu, Kelompok Madani telah banyak melakukan aktivitas konservasi dan sosialisasi penyu di daerah tersebut. Terakhir mereka melakukan pelepasan tukik pada akhir Juni 2020 lalu, di tengah suasana pandemi COVID-19.
“Kelompok ini terbentuk, dari kegelisahan beberapa pemuda yang merasa miris atas perburuan penyu dan telurnya oleh warga setempat. Kita sudah berupaya membangun kesadaran di antara warga untuk mau menjaga kelestarian penyu,” ungkap Andi Zulfikar.
Hal yang membahagiakan dalam upaya ini, menurut Andi Zulfikar, adalah besar antusiasme dan dukungan warga dan nelayan setempat. Ia menilai keberadaan kelompoknya hanya semata inisiatif yang memberi motivasi kepada warga, yang selama ini memang memiliki perhatian pada penyu.
“Ini salah upaya untuk tetap menjaga dan melestarikan penyu dari kepunahan. Memang perlu ada yang menginisiasi, jangan sampai 10-30 tahun ke depan kita tidak pernah mendapatkan penyu bertelur di pantai ini,” katanya.
Menurut Andi Zulfikar dari tujuh jenis penyu di dunia, enam jenis di antaranya ada di Indonesia. Di kawasan Pantai Lowita sendiri terdapat dua jenis penyu yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea).
“Jenis penyu lekang ini sering ditemukan oleh nelayan di sepanjang pesisir Pantai Lowita pada musim bertelur. Sementara jenis penyu sisik sudah jarang dijumpai lagi,” katanya.
baca juga : Menjaga Masa Depan Penyu di Kapoposang
Andi Abbas salah satu tokoh pemuda setempat mengungkapkan pentingnya upaya edukasi terus menerus kepada warga karena keberadaan penyu di daerah tersebut adalah berkah. Apalagi si sekitar pesisir pantai sering ditemukan penyu berukuran besar yang telah berdiam lama dengan tubuh penuh tanah dan lumut.
“Semoga wisata konservasi penyu dan pelepasan tukik bisa dijadikan salah satu agenda tahunan promosi pariwisata di Kabupaten Pinrang,” tambahnya.
Dukungan BPSPL Makassar
Upaya penyelamatan dan penangkaran tukik ini mendapat apresiasi dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar yang kemudian menerjunkan tim ke lokasi, pada pertengahan Juli 2010 lalu, dipimpin Andry Indryasworo Sukmoputro, Kepala BPSPL Makassar.
Kepada warga dan anggota kelompok, Andry menjelaskan pentingnya pelepasliaran tukik segera setelah menetas. Tujuannya untuk mempertahankan insting alami tukik tersebut untuk bertahan dari risiko serangan predator.
“Jika dilakukan penampungan sementara dan belum dilepas, dikhawatirkan insting tersebut berkurang dan justru akan lebih berpeluang besar sebagai mangsa dan secara tidak langsung dapat mengurangi laju populasi penyu itu sendiri,” katanya.
Pada kesempatan ini, Andry berjanji akan mengkaji lebih dalam lagi terkait potensi dan kesiapan kelompok untuk dapat difasilitasi sebagai penerima bantuan sebagai kelompok masyarakat penggiat konservasi.
“Kami sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Konservasi Madani dalam upaya pelestarian biota laut dilindungi dalam hal ini penyu, semoga dengan adanya kelompok konservasi ini masyarakat sekitar dapat mengetahui dan semakin aware akan pelestarian biota laut dilindungi,” katanya.
“Kami berharap kepada anggota kelompok untuk aktif melakukan sosialisasi kepada wisatawan tentang jenis ikan dilindungi yang salah satunya adalah penyu.
perlu dibaca : Abrasi Parah, Kampung Mampie dan Penyelamatan Penyu Terancam
Andry menilai adanya potensi besar kawasan tersebut menjadi lokasi ekowisata terkait konservasi penyu. Dalam hal ini dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pihak, baik kelompok konservasi madani, pihak pemilik area lahan wisata, pemerintah daerah, akademisi dan BPSPL Makassar sendiri.
“Ini bisa menjadi icon baru Kabupaten Pinrang untuk wisata minat khusus asal dikelola dengan baik agar tidak liar. Sehingga kami dari BPSPL ingin melakukan pembinaan. Kami telah banyak melakukan hal yang sama di berbagai daerah, seperti di Polman, Gorontalo dan Selayar.”
Tidak hanya penyu, di perairan tersebut kerap ditemukan hiu paus, tak jauh dari pantai. Hal tersebut sangat mungkin terjadi dikarenakan pantai di lokasi kunjungan ini berhadapan langsung Selat Makassar yang termasuk sebagai salah satu alur migrasi dari hiu paus itu sendiri.
Sayangnya, di sekitar pantai masih banyak ditemukan timbunan sampah, mulai dari sisa kayu hingga plastik. Sampah-sampah ini diperkirakan berasal dari daerah lain yang terbawa arus dan menumpuk di sekitar pantai.
Andry menyarankan perlunya dilakukan kegiatan bersih pantai secara berkala, baik secara mandiri oleh masyarakat, maupun secara bergotong-royong bersama seluruh pihak dalam waktu tertentu.